Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan pentingnya pemberantasan rokok ilegal di Indonesia, karena jika tidak diatasi dapat merusak penerimaan negara dari cukai.
"Rokok ilegal merupakan tantangan serius yang harus segera diatasi oleh Bea Cukai. Rokok ilegal jelas merusak penerimaan negara," ujar Misbakhun di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, rokok ilegal muncul karena tingginya tarif cukai dan aturan harga jual eceran yang menekan kelas rokok tertentu, sehingga mendorong praktik ilegal.
Dengan demikian, tambahnya, persoalan rokok ilegal tidak bisa dianggap sepele karena banyak pelaku yang tidak bertanggung jawab memanipulasi klasifikasi produk bahkan ada yang menjual rokok polos tanpa pita cukai.
Ia menegaskan fenomena ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, dan tidak boleh mengabaikan akar masalahnya, apalagi cukai adalah tulang punggung penerimaan negara dengan kontribusi lebih dari Rp200 triliun tiap tahun.
Oleh karena itu, dikatakannya, pengawasan dan kebijakan yang adil sangat diperlukan agar sektor ini tetap sehat dan berkelanjutan.
Misbakhun juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pemerintah, pelaku industri, dan seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama mencari solusi.
Para pelaku rokok ilegal, menurut dia, perlu dibina agar tertib, karena bagaimanapun juga mereka turut menyerap tenaga kerja dan menyediakan alat produksi tembakau.
"Jika tidak disertai dengan kebijakan yang adil, maka industri kecil akan semakin terdesak dan berpotensi masuk dalam kategori ilegal. Ini tentu tidak kita harapkan," katanya.
Sebelumnya saat mendampingi Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan ke Kudus, Jawa Tengah, Selasa (15/04) Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani menyebutkan dari data Kementerian Keuangan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 ditemukan bahwa rokok polos (tanpa pita cukai) menempati posisi teratas sebesar 95,44 persen, disusul palsu sebesar 1,95 persen.
Kemudian, salah peruntukan 1,13 persen, bekas 0,51 persen, dan salah personalisasi (salson) 0,37 persen dengan potensi kerugian negara diperkirakan Rp97,81 triliun.
Baca juga: Bea Cukai sebut pengungkapan rokok ilegal didominasi rokok polos
Baca juga: Bea Cukai bongkar pabrik rokok ilegal di Pasuruan, 800 ribu batang disita