Jakarta (ANTARA) - Elon Musk mengeluarkan dana sebesar 277 juta dolar AS (Rp4,57 triliun) untuk membantu mengampanyekan Donald Trump dan para calon anggota legislatif serta calon kepala daerah dari Partai Republik selama Pemilu 2024.
Orang terkaya di dunia itu menjadi donatur terbesar selama Pemilu 2024 itu.
Miliarder superkaya yang mengepalai lini-lini bisnis teknologi tercanggih di dunia itu kemudian diangkat sebagai penasihat terpercaya Donald Trump tak lama setelah Trump dilantik sebagap presiden AS pada 20 Januari 2025.
Saking besarnya sumbangsih Musk, Trump membentuk departemen baru untuk sepak terjang bos Tesla, SpaceX, dan media sosial X dalam membantu pemerintahannya, yakni Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE).
Tujuan pendirian departemen baru ini adalah memodernisasi teknologi dan piranti lunak pemerintah federal atau pemerintah pusat, demi memaksimalkan efisiensi dan produktivitas pemerintahan.
Departemen ini menempuh langkah-langkah drastis nan radikal, mulai dari memangkas jumlah pegawai negeri, mengakses data dari berbagai kementerian atau lembaga, sampai memotong anggaran untuk program-program keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI), perubahan iklim, bantuan luar negeri, perlindungan konsumen, dan penelitian ilmiah.
Kekuasaan departemen ini sangat luas karena bisa memangkas anggaran dan sumber daya lembaga-lembaga pemerintahan di AS.
Musk bisa dengan bebas mengakses informasi yang paling rahasia sekalipun.
Sejumlah kalangan mengkhawatirkan keistimewaan yang dilekatkan kepada Musk, yang mendapatkan jabatan bukan sebagai hasil pemilu, melainkan dari penunjukan politik.
Sorotan terhadap Musk semakin mengemuka ketika media massa AS menyingkapkan fakta bahwa Musk telah dibriefing oleh Departemen Pertahanan mengenai skenario perang antara AS dan China.
Informasi itu pertama kali diungkapkan oleh New York Times, dan kemudian menjadi kabar menghebohkan di AS.
Sejumlah kalangan di AS khawatir briefing skenario perang AS-China itu membahayakan kepentingan AS mengingat Musk memiliki benturan kepentingan karena dia memiliki kepentingan bisnis yang besar di China.
John Mac Ghlionn yang merupakan pengamat dampak teknologi, mengupas soal itu dalam The Hill pada 16 Maret. Menurutnya, selain sering menyanjung China, Musk memiliki jaringan kepentingan bisnis yang besar di China, khususnya pabrik Tesla Gigafactory Shanghai yang mustahil berdiri tanpa persetujuan pemerintah atau Partai Komunis China.
Mac Ghlionn menyatakan pemerintahan Presiden Xi Jinping menawari Tesla dengan hak-hak istimewa yang tidak diberikan kepada para produsen mobil asing lainnya di China.
Kekhawatiran itu semakin besar mengingat Musk tengah mengepalai DOGE yang atas nama efisiensi, bisa dengan bebas mengakses setiap program semua departemen atau lembaga AS.
Dengan kekuasaan itu, Musk bisa menjinakkan banyak lembaga atas nama efisiensi, dengan menyingkirkan atau membungkam orang-orang yang kritis.
Baca juga: Ribuan ilmuwan minta miliarder AS Elon Musk diusir dari Royal Society Inggris
Baca juga: Elon Musk dan memudarnya kekuatan halus AS