Istanbul (ANTARA) - Mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra meminta maaf kepada umat Islam atas pembantaian 78 pengunjuk rasa yang terjadi dua dekade lalu, media setempat melaporkan.
"Jika ada kesalahan yang menimbulkan ketidakpuasan di tengah masyarakat, saya ingin meminta maaf agar saya bisa membantu menyelesaikan masalah itu," kata Thaksin, seperti dikutip Thai PBS pada Senin (24/2).
Peristiwa itu terjadi pada 25 Oktober 2004 setelah enam relawan pertahanan desa di provinsi Narathiwat selatan ditangkap pada 19 Oktober karena dicurigai menyerahkan senjata milik pemerintah kepada kelompok pemberontak.
Penangkapan itu memicu aksi demonstrasi. Ratusan orang berkumpul di kantor polisi Tak Bai, yang kemudian berujung pada tindakan keras terhadap mereka.
Aparat setempat menahan puluhan orang dan mengangkut mereka dengan truk ke pangkalan militer di provinsi Pattani. Dalam perjalanan, 78 warga muslim tewas akibat sesak napas.
Proses hukum terhadap kasus tersebut tertunda bertahun-tahun sebelum akhirnya dibatalkan pengadilan pada 2024 karena telah melewati batas waktu 20 tahun.
Tak ada satu pun pejabat yang mengaku bertanggung jawab atau ditangkap dalam kasus tersebut.
Pada Oktober tahun lalu, PM Thailand Paetongtarn Shinawatra, yang juga putri Thaksin, meminta maaf atas pembantaian Tak Bai.
Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menyampaikan permintaan maaf atas pembunuhan massal terhadap 78 warga Muslim yang dikenal sebagai "pembantaian Tak Bai" pada 2004 ketika ayahnya, Thaksin Shinawatra, berkuasa.
"Atas nama pemerintah, saya meminta maaf atas apa yang terjadi di Tak Bai 20 tahun lalu," kata Paetongtarn pada Kamis (24/10). "Saya sampaikan belasungkawa kepada mereka yang terkena dampaknya."
Dia mengatakan uang ganti rugi telah dibayarkan kepada para keluarga korban.
"Saya berharap semua orang terus mengenang kekerasan yang terjadi dalam kasus Tak Bai. Tidak seorang pun ingin melihat insiden seperti itu terjadi lagi," kata Paetongtarn.
Dia meminta semua pihak, termasuk pemerintah, melakukan yang terbaik agar tragedi seperti itu tidak terjadi lagi.
Pembantaian Tak Bai terjadi pada 25 Oktober 2004, setelah enam relawan pertahanan desa di Provinsi Narathiwat, Thailand selatan, ditangkap pada 19 Oktober karena dicurigai menyerahkan senjata milik negara kepada pemberontak.
Penangkapan itu menyulut demonstrasi massal dan ratusan orang berkumpul di kantor polisi Tak Bai, yang berujung pada bentrokan dengan aparat keamanan.
Puluhan orang kemudian ditangkap dan dibawa ke pangkalan militer di Provinsi Pattani. Dalam perjalanan, 78 warga Muslim tewas akibat sesak napas setelah berdesak-desakan di dalam truk yang membawa mereka.
Thailand akan memperingati tragedi itu pada Jumat setelah statuta pembatasan (statute of limitations) kasus tersebut berakhir 20 tahun kemudian.
Dalam sistem hukum sipil, statuta pembatasan adalah tindakan legislatif yang menetapkan batas waktu maksimal bagi suatu kasus untuk diproses secara hukum.
Namun, ada permintaan agar pemerintah Paetongtarn mengeluarkan dekrit untuk memperpanjang statuta kasus tersebut.
Sejak peristiwa itu terjadi, tidak seorang pun menyerahkan diri, mengaku bertanggung jawab, dan ditangkap dalam kasus tersebut.
Komunitas Muslim Thailand dan para aktivis pada Rabu (23/10) melakukan aksi untuk mengenang tragedi tersebut dengan bersepeda melalui rute yang sama dengan rute truk yang membawa para korban.
Sumber: Anadolu
Baca juga: 75 tahun RI-Thailand pertegas komitmen kerja sama
Baca juga: 75 tahun hubungan bilateral RI - Thailand
