Bogor (Antara Megapolitan) - Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Prof Mennofatria Boer, DEA menyarahkan agar pemerintah segera membenahi sistem pencatatan hasil tangkapan, agar Indonesia tidak kehilangan potensi sumberdaya tangkap perikanannya.
"Pencatatan di tempat pelelangan ikan (TPI) harus segara dibenahi, ini darurat sekali, karena kita terlalu banyak kehilangan informasi sumberdaya perikanan tangkap kita," kata Mennofatria, dalam orasi ilmiah Guru Besar IPB, di Kampu Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Sabtu.
Menurutnya, pemerintah membangun banyak TPI dengan investasi yang besar, jika tidak dioptimalkan fungsinya, kerugian yang dialami menjadi lebih besar. Karena negara tidak akan pernah tau berapa persisinya ikan yang tersedia di lautan, dan apakah laut kita masih layak tangkap atau bermasalah (over fishing).
"Benahi statistika perikanan agar bisa dipercaya kebenerannya, data mencerminkan potensi tangkapan sesungguhnya," katanya.
Buruknya sistem pencatatan tangkapan di Indonesia membuat Indonesia berada diurutan ke dua di dunia setelah China untuk jumlah tangkapan ikan. Padahal, luas laut Negara Tirai Bambu tersebut hanya sepertiga luas laut Nusantara.
"China bisa menangkap hampir 14 juta ton ikan di tahun 2013-2014. Sedangkan Indonesia hanya mampu menangkap 6 juta ton di tahun yang sama," katanya.
Begitu pula di tahun 2015, Indonesia hanya mampu menangkap 6,2 juta ton ikan, padahal dari data, potensi tangkapan ikan tahun 2015 mencapai 9,93 juta ton.
Menurutnya, dari data potensi tangkapan ikan tersebut, diduga seolah-olah ada banyak stok ikan tetapi hasil tangkapannya masih rendah. Data potensi tangkapan ikan cenderung meningkat hingga tahun 2015 seiring dengan peningkatan hasil tangkapan nelayan.
"Lalu benarkah nelayan kita selalu menangkap lebih rendah dibandingkan potensi tangkapan yang dicanangkan pemerintah," katanya.
Guru Besar Tetap di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) FPIK IPB ini mengatakan, pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan aspek penting pengelolaan sumberdaya perairan secara umum, khususnya pengelolaan sumberdaya hayati perairan baik untuk keperluan stok, individu ikan, maupun perairannya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pengkajian stok ikan adalah proses pengumpulan, penganalisisan dan pelaporan data serta informasi perikanan untuk mengetahui respon sumberdaya ikan.
Pengkajian ini memerlukan data kuantitatif tentang kondisi stok ikan, dugaan banyaknya ikan yang akan dipanen, tangkapan sampingan dan mortalitas (karena alat tangkap), data studi asal usul termasuk pertumbuhan, rata-rata umur atau kelompok umur pertama kali matang gonad, panjang maksimum dan proporsi setiap kelompok umur yang mati setiap tahun.
"Data dan informasi potensi tangkap ikan ini sangat diperlukan sebagai salah satu bahan pertimbangan utama dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan perikanan di perairan Indonesia," katanya.
Menurutnya, data tersebut harus terus diperbaharui secara periodik agar pengaruh perubahan kebijakan terhadap perubahan stok bisa segera diketahui. Kesulitan saat ini adalah data yang ada tidak reliable atau tidak dapat dipercaya karena ada rumor tidak semua tangkapan ikan dilaporkan.
"Sebenarnya secara umum statistik perikanan di dunia tidak menampilkan data sesungguhnya," katanya.
Menno sapaan akrabnya, menambahkan, perikanan apalagi perikanan laut itu produknya tidak terlihat, sangat kompleks, penuh dengan ketidakpastian dan bergerak. Bahkan bergerak hingga ribuan kilometer atau pindah ke negara lain.
Mendata pergerakan ikan pekerjaan yang sangat rumit. Bahkan ada group kajian tentang tuna yang sudah 40 tahun berdiri tapi sampai sekarang masih menghasilkan kajian yang tidak akurat 100 persen.
"Dugaan potensi tangkapan ikan ini bukan satu-satunya cara dalam mengevaluasi stok ikan di suatu perairan. Cara lainnya adalah pencatatan di tempat pendaratan ikan, sehingga lebih akurat dan elegan," katanya.
Untuk mengetahui apakah hasil tangkapan nelayan rendah, Menno menjelaskan sangat mungkin hal tersebut terjadi. Mengingat catatan ratusan TPI di seluruh Indonesia yang masih minim bahkan lenih kecil dari yang harus dilaporkan.
Bahkan potensi tangkapan yang dicanangkan juga mungkin terlalu tinggi, karena data hasil tangkapan dan potensi tangkapan ikan tidak pernah diverifikasi.
"Kegiatan pengkajian stok ikan yang dilakukan masih belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah selama belum diverifikasi dengan laporan statistik perikanan, yakni hasil tangkapan yang sesungguhnya," kata Mennofatria.
Pakar: Benahi Statistika Perikanan Cegah Kehilangan Sumberdaya
Sabtu, 26 Agustus 2017 9:52 WIB
Benahi statistika perikanan agar bisa dipercaya kebenerannya, data mencerminkan potensi tangkapan sesungguhnya.