Semarang (ANTARA) - Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjelang berakhir masa pemerintahannya, 20 Oktober 2024, kembali menoreh sejarah bagi bangsa Indonesia.
Kali ini di dunia siber. Presiden Jokowi telah memerintahkan pembentukan Angkatan Siber sebagai matra keempat di Tentara Nasional Indonesia kepada Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto.
Perintah yang diterima Panglima TNI disampaikan Jenderal TNI Agus Subiyanto kepada wartawan usai hadiri rapat kerja dengan DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9).
Presiden Jokowi memerintahkan kepada Panglima TNI untuk segera membentuk pasukan militer siber sebagai matra keempat TNI meskipun saat ini TNI sudah memiliki satuan siber (satsiber).
Kendati demikian, sebelum pembentukan matra keempat, perlu penyiapan sumber daya manusia (SDM), baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Untuk memenuhi kekurangan SDM tersebut, TNI akan mendirikan pusat militer siber di Mabes TNI. Setiap kesatuan TNI merekrut kalangan profesional di bidang keamanan siber dengan status sipil.
Di samping rawannya posisi geopolitik (kebijaksanaan negara atau bangsa sesuai dengan posisi geografisnya), usulan pembentukan pasukan siber tersebut sudah sesuai dengan tren yang ada saat ini.
Negara-negara lain mulai berlomba-lomba membangun angkatan perang untuk perang siber seperti Singapura dengan membentuk Digital and Intelligence Service (DIS) pada tanggal 28 Oktober 2022.
Selain Singapura, negara lain yang memiliki angkatan perang siber adalah Amerika Serikat dengan USCYBERCOM, NATO dengan Cooperative Cyber Defence Centre of Excellence (CCDCOE), dan Prancis dengan Commandement de la Cyberdéfense.
Usulan pembentukan Angkatan Siber TNI tentu saja harus segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah, mengingat tren yang ada saat ini untuk invasi atau penyerangan ke sebuah negara sudah tidak lagi melulu melalui armada perang dan persenjataan, tetapi juga sudah melalui peperangan siber atau biasa disebut cyber warfare.
Dampak perang siber pun tak kalah mengerikan. Karena melalui serangan siber, sebuah negara dapat dibuat lumpuh dari sisi ekonomi dengan objek serangan sektor perbankan dan finansial.
Tak berhenti sampai di situ, infrastruktur juga dapat dilumpuhkan dengan sasaran serangan fasilitas energi, telekomunikasi, dan transportasi. Di samping itu, bisa melumpuhkan pula sektor administrasi pemerintahan.
Dapat dibayangkan jika serangan siber tersebut dilaksanakan beberapa saat sebelum serangan militer, sebuah negara yang sedang lumpuh dan panik kemudian tiba-tiba ada serangan militer. Niscaya akan mudah sekali negara tersebut untuk dikuasai oleh negara lain.
Saat ini Indonesia memang sudah memiliki beberapa unit siber dari instansi yang memiliki perhatian pada dunia siber seperti BIN, Polri, BSSN, dan Kominfo.
Namun, menurut pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha, instansi tersebut memiliki fokus yang berbeda-beda dan tidak ada yang betul-betul fokus pada pertahanan keamanan siber untuk menjaga kedaulatan NKRI dari serangan perang siber yang diluncurkan oleh pihak lain.
Diharapkan dengan pembentukan matra keempat TNI, ada instansi yang betul-betul miliki kewaspadaan penuh terhadap percobaan serangan siber oleh negara lain.
Apalagi, matra keempat yang dibentuk juga tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tidak akan bertindihan dengan unit siber dari instansi lainnya. Bahkan, akan saling menguatkan karena semua instansi tersebut dapat berbagi informasi terhadap setiap kondisi keamanan siber yang sedang terjadi, kemudian masing-masing instansi dapat menggali informasi yang lebih dalam sesuai dengan tupoksi setiap instansi.
Akan tetapi, yang perlu diperhatikan dalam pembentukan matra keempat TNI ini, kata Pratama, adalah penguatan koordinasi secara paralel dengan stakeholders bidang siber lainnya. Dengan demikian, bisa saling bersinergi dan menguatkan karena aspek pandangan yang lebih holistik jika berkolaborasi dengan pemangku kepentingan siber lainnya.
SDM Angkatan Siber
Sumber daya manusia (SDM) yang perlu direkrut oleh TNI sebagai pasukan siber harus kompeten di bidang keamanan siber. Hal ini bisa didapatkan dari berbagai universitas umum dan dari universitas yang memiliki program keahlian khusus seperti STIN, Politeknik Siber, dan Universitas Pertahanan.
Namun, tentu saja SDM dari lulusan universitas tersebut belum cukup untuk kebutuhan khusus seperti penyerangan dan pertahanan siber. Perlu pula melakukan perekrutan peretas oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan khusus tersebut.
Perekrutan peretas, kata Pratama, juga memiliki keuntungan karena skill yang mereka miliki memang lebih tinggi ketimbang lulusan universitas umum. Apalagi, peretas-peretas tersebut biasanya juga tergabung dalam berbagai forum underground, tempat peretas saling membagikan teknik dan tools peretasan terbaru.
Tidak jarang juga menginformasikan kampanye serangan siber yang akan mereka lakukan. Jika Indonesia menjadi target serangan siber, akan dapat diambil berbagai tindakan pencegahan sebelumnya.
Selain perekrutan SDM, Pratama memandang perlu TNI mencari pimpinan matra ini yang berkompeten mengenai ilmu keamanan siber. Apalagi, pada era digital yang makin kompleks ini, ruang siber menjadi medan perang yang tak terlihat, tetapi sangat berpengaruh.
Kepemimpinan yang memiliki kompetensi tinggi sangatlah krusial karena tantangan dalam ruang siber makin kompleks dan beragam sehingga memerlukan pemimpin yang memahami secara mendalam berbagai aspek keamanan siber, termasuk ancaman yang berkembang, teknologi terbaru, dan regulasi terkait.
Pemimpin yang berkompeten akan dapat memimpin tim dengan efisien serta mampu merespons dengan cepat dan tepat dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan merespons ancaman siber yang muncul dalam menghadapi ancaman siber yang terus berubah.
Di samping itu, pemimpin yang berkompeten akan dapat merancang kebijakan yang efektif dan adaptif sesuai dengan perkembangan teknologi dan ancaman yang ada.
Pemimpin yang berkompeten, masih menurut Pratama, akan dapat membangun kemitraan yang efisien dan saling menguntungkan karena keberhasilan dalam menjaga keamanan siber nasional juga bergantung pada kemampuannya untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pemerintah, sektor swasta, dan lembaga internasional.
Pemimpin yang berkompeten akan dapat memimpin program pelatihan, penelitian, dan pengembangan teknologi yang perlu untuk memperkuat pertahanan siber karena harus terus mengembangkan kapasitas teknis dan manusianya dalam bidang keamanan siber.
Kepemimpinan yang kompeten dan efektif akan dapat meningkatkan kepercayaan publik pada kemampuan negara dalam melindungi warga dan infrastruktur dari ancaman siber.
Namun, seperti diketahui bahwa jabatan pimpinan di suatu lembaga pemerintahan merupakan sebuah jabatan politik sehingga sering kali diisi oleh pimpinan yang bukan dari internal lembaga tersebut, melainkan diisi oleh orang dari luar yang tentu saja kompetensinya akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan pemimpin yang merintis kariernya di institusi tersebut.
Meskipun seorang pemimpin tidak harus mengerti secara mendalam dalam hal teknis karena merupakan posisi struktural atau manajerial, setidaknya memiliki kompetensi di dalam bidangnya tentu akan dapat memberikan perspektif yang berbeda.
Sang pemimpin akan bisa lebih lugas menerima informasi dan menentukan sebuah keputusan karena pemimpin juga menguasai bidang tersebut dan tidak hanya membuat keputusan berdasarkan masukan dari staf ahli yang bertugas.
Terlepas dari permasalahan perekrutan, tata kelola organisasi serta penganggaran, kata pakar keamanan siber ini, Mabes TNI juga harus segera menyiapkan doktrin militer siber.
Doktrin militer siber ini mencakup pengetahuan dan pemikiran militer yang berkaitan dengan perang siber, termasuk teori peperangan karena informasi merupakan sasaran utama dalam perang siber karena siapa pun yang menguasai informasi akan memenangi peperangan.
Kemampuan melakukan operasi dunia maya seperti halnya Komando Siber Angkatan Darat AS melaksanakan operasi dunia maya, peperangan elektromagnetik, dan operasi informasi serta membuat pedoman pertahanan siber yang dapat menjadi acuan dalam persiapan, pembangunan, pengembangan, dan penerapan pertahanan siber di lingkungan Kemhan/TNI.
Jika nanti TNI sudah membentuk matra siber, BSSN harus dikembalikan lagi dipimpin oleh orang-orang yang punya kemampuan Ahli Sandi Tingkat 3, lulusan dari pendidikan sandi dan siber di BSSN atau Lembaga Sandi Negara.
Tidak masalah itu nanti dari sipil, militer, atau Polri, yang penting memiliki crypto clearance (izin rahasia kripto tingkat tinggi), security clearance (surat keterangan keamanan tingkat tinggi), dan kompetensi yang mumpuni dalam bidang siber dan sandi.
Hal ini, menurut Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), penting supaya BSSN bisa mengimbangi kekuatan dari Angkatan Siber milik TNI.
Dengan demikian, kolaborasi dan kerja sama dalam pertahanan siber bisa terjalin dengan baik dan pada akhirnya ketahanan dan keamanan siber Indonesia akan menjadi lebih baik.
Editor: Achmad Zaenal M
Penyiapan SDM Angkatan Siber TNI perlu sesegera mungkin
Oleh D.Dj. Kliwantoro Rabu, 4 September 2024 22:54 WIB