Bulan lalu, Badan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) menandatangani kesepakatan senilai sekitar 100 miliar won (US$72 juta sekitar 1,16 triliun rupiah) dengan perusahaan pertahanan Korea Selatan, Hanwha Aerospace, untuk memproduksi sistem senjata tersebut. Mereka tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang kontrak tersebut.
Menurut DAPA, senjata laser ini mampu mempertahankan diri dari kendaraan udara tak berawak (UAV) kecil dan multicopter dalam jarak dekat dengan menembakkan sinar laser yang dihasilkan oleh serat optik ke target.
Baca juga: Warga Korsel masih ragukan janji Korut
Baca juga: Korut meledakkan tempat uji nuklir
Sistem senjata ini dapat beroperasi selama listrik disuplai dan satu kali penembakan diperkirakan hanya memakan biaya sekitar 2.000 won (sekitar 23.500 rupiah), kata DAPA, mencatat bahwa laser tersebut tidak terlihat oleh mata dan tidak menghasilkan suara.
DAPA mengatakan sistem laser ini dapat menjadi "pengubah permainan" dalam perang masa depan jika keluarannya (output) ditingkatkan untuk merespons ancaman rudal balistik dan pesawat terbang.
DAPA mengatakan Korea Selatan akan menjadi negara pertama yang diketahui mengoperasikan senjata laser jika dikerahkan sesuai rencana tahun ini.
Baca juga: Taiwan Kutuk Uji Coba Nuklir Korea Utara
Korea Selatan memulai pengembangan senjata laser ini pada tahun 2019, dan telah menginvestasikan 87,1 miliar won (sekitar 1,02 triliun rupiah) dalam proyek tersebut.
Militer telah berupaya meningkatkan kemampuan respons terhadap kendaraan udara tak berawak berukuran kecil setelah lima drone Korea Utara menyusup melintasi perbatasan antar-Korea pada bulan Desember 2022.
Sumber: Yonhap-OANA