Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya memperkuat penanaman dan penegakan nilai-nilai antikorupsi dalam semua lingkungan pendidikan, termasuk dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Deputi Bidang Pendidikan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menyebutkan upaya itu dilakukan pihaknya berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan yang telah digelar dalam beberapa tahun terakhir.
“Setiap tahun sejak 2022, SPI Pendidikan ini dilakukan untuk memotret kondisi integritas lembaga pendidikan kita,” ujar Wawan dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk ‘Mewujudkan PPDB yang Objektif, Transparan dan Akuntabel’, di Jakarta pada Senin.Wawan menegaskan upaya penanaman nilai-nilai antikorupsi dan integritas di lingkungan sekolah merupakan hal penting dalam proses pendidikan sebagai langkah preventif mencegah korupsi sejak dini sehingga KPK terus berupaya menanamkan integritas secara formal melalui berbagai inisiatif dan survei.
“Secara kuantitas, tingkat partisipasi dan pemahaman antikorupsi terus bertambah setiap tahun,” imbuhnya.
SPI Pendidikan sendiri, lanjut dia, mencakup tiga aspek utama yang mencakup karakter peserta didik, ekosistem pendidikan, dan tata kelola.
Ia menyebutkan, aspek karakter peserta didik menilai kematangan moral dan penanaman nilai-nilai antikorupsi, dan menemukan hasilnya masih parsial. Sementara itu, aspek ekosistem pendidikan menilai guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam menerima pendidikan nilai-nilai antikorupsi, yang hasilnya belum menyeluruh.
Adapun aspek tata kelola menilai pengelolaan anggaran, barang dan jasa, serta sistem pendidikan, di mana masih banyak terjadi tindak pidana korupsi dan penerimaan gratifikasi oleh guru.
Lebih lanjut, Wawan menerangkan pada 2023, SPI Pendidikan menghasilkan skor nasional sebesar 73,7. Angka tersebut tergolong rendah karena masih pada level dua dari lima level indikator yang telah ditentukan.
Selain itu, skor SPI nasional pada level dua itu artinya bahwa penegakan prinsip-prinsip antikorupsi masih banyak yang harus diperbaiki.
“Skor 73,7 ini masih berada di level dua. Level 1 sangat rentan, level 2 korektif, level 3 adaptif, level 4 kuat, dan level 5 tangguh. Jadi pekerjaan rumah kita masih banyak untuk mencapai level tertinggi,” ujarnya.
Ia menambahkan, masih rendahnya skor SPI Pendidikan itu juga selaras dengan dalam temuan pihaknya di lapangan terhadap sistem PPDB. Sekitar 25 persen siswa diterima dengan syarat orang tua atau wali memberi imbalan, dan 43 persen guru merasa banyak siswa yang ‘terpaksa’ diterima meskipun tidak memenuhi syarat PPDB.
Karenanya, pihaknya menekankan pentingnya penanaman integritas di lingkungan sekolah, termasuk dalam proses PPDB. Pun demikian orang tua maupun wali siswa juga perlu memahami dan memiliki integritas.
“PPDB ini memiliki jalur prestasi, zonasi, afirmasi, dan mutasi. Yang tidak boleh adalah koneksi dan gratifikasi. KPK berupaya menjaga agar kedua hal ini tidak terjadi,” tegasnya.
Wawan juga menekankan pentingnya pengawasan dan sosialisasi sistem PPDB harus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan, termasuk perubahan-perubahannya berdasarkan hasil evaluasi tahunan.
KPK sendiri berkomitmen untuk terus memonitor dan menegakkan nilai-nilai antikorupsi dalam setiap aspek pendidikan, termasuk dalam proses PPDB. Dengan sinergi antara KPK, dinas pendidikan, sekolah, serta seluruh elemen masyarakat, diharapkan integritas dalam lingkungan pendidikan dapat terwujud dan korupsi dapat dicegah sejak dini.
Selain itu, skor SPI nasional pada level dua itu artinya bahwa penegakan prinsip-prinsip antikorupsi masih banyak yang harus diperbaiki.
“Skor 73,7 ini masih berada di level dua. Level 1 sangat rentan, level 2 korektif, level 3 adaptif, level 4 kuat, dan level 5 tangguh. Jadi pekerjaan rumah kita masih banyak untuk mencapai level tertinggi,” ujarnya.
Ia menambahkan, masih rendahnya skor SPI Pendidikan itu juga selaras dengan dalam temuan pihaknya di lapangan terhadap sistem PPDB. Sekitar 25 persen siswa diterima dengan syarat orang tua atau wali memberi imbalan, dan 43 persen guru merasa banyak siswa yang ‘terpaksa’ diterima meskipun tidak memenuhi syarat PPDB.
Karenanya, pihaknya menekankan pentingnya penanaman integritas di lingkungan sekolah, termasuk dalam proses PPDB. Pun demikian orang tua maupun wali siswa juga perlu memahami dan memiliki integritas.
“PPDB ini memiliki jalur prestasi, zonasi, afirmasi, dan mutasi. Yang tidak boleh adalah koneksi dan gratifikasi. KPK berupaya menjaga agar kedua hal ini tidak terjadi,” tegasnya.
Wawan juga menekankan pentingnya pengawasan dan sosialisasi sistem PPDB harus dilakukan jauh sebelum pelaksanaan, termasuk perubahan-perubahannya berdasarkan hasil evaluasi tahunan.
KPK sendiri berkomitmen untuk terus memonitor dan menegakkan nilai-nilai antikorupsi dalam setiap aspek pendidikan, termasuk dalam proses PPDB. Dengan sinergi antara KPK, dinas pendidikan, sekolah, serta seluruh elemen masyarakat, diharapkan integritas dalam lingkungan pendidikan dapat terwujud dan korupsi dapat dicegah sejak dini.