Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum sekaligus Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Prof. Sulistyowati Irianto mengemukakan sidang sengketa pemilu yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi merupakan ajang untuk menguji apakah Indonesia masih negara yang memegang asas hukum.
"Sidang MK bagi saya bukan sekadar sidang mengadili perselisihan pemilu, tetapi sidang apakah negara hukum Indonesia masih bisa berlangsung," kata Prof. Sulistyowati dalam Sidang Pendapat Rakyat untuk Pemilu yang digelar PP Muhammadiyah di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat.
Menurut dia, proses sidang sengketa pemilu di MK ini harus memenuhi tiga unsur jika Indonesia masih mematuhi konstitusi yang berpihak kepada rakyat.
Baca juga: MK terima "amicus curiae" dari empat BEM fakultas hukum untuk dua perkara PHPU Pilpres 2024
Unsur pertama adalah persidangan di MK harus menghasilkan putusan yang jelas sehingga dapat dimengerti seluruh masyarakat.
Kedua, putusan MK haruslah bisa diperkirakan masyarakat berdasarkan dinamikanya persidangan sehingga putusan tidak terkesan diatur pihak tertentu.
"Tidak berdasarkan kehendak perorangan, kita lihat debat-debat di MK, bagaimana analisisnya yang kita harapkan pertimbangan putusan keluar dengan kesesuaian yang kita saksikan bersama," jelas Sulistyowati.
Baca juga: Moeldoko: Apa tidak terlalu berlebihan, usul hadirkan Jokowi di MK
Unsur terakhir, yakni MK harus menjadi badan independen yang dapat memisahkan antara kekuasaan dan penegakan hukum. Hal tersebut akan terlihat dari putusan hukum yang akan diproduksi MK dalam sengketa pemilu tahun ini.
Di sini, lanjut Sulistyowati, para hakim MK harus membuat putusan dengan ideal dan berlandaskan hukum tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Dengan demikian, masyarakat pada akhirnya akan tetap memercayai MK sebagai garda terakhir dalam mencari keadilan.
"Hakim MK sebagai guardian punya kewenangan besar untuk memastikan meskipun langit runtuh, konstitusi Indonesia harus tetap tegak," katanya.
Baca juga: Ketua MK Suhartoyo prediksi jumlah gugatan PHPU 2024 meningkat
Sebelumnya, KPU RI menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan presiden dan wakil presiden terpilih pada Pilpres 2024.
Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum 2024.
"Hasil Pemilihan Umum secara nasional sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu sampai dengan diktum kelima ditetapkan pada hari Rabu tanggal 20 bulan Maret tahun 2024 pukul 22.19 menit WIB," kata Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu malam.
Baca juga: TKN persiapkan sanggahan untuk gugatan di MK
Hasyim mengungkapkan pasangan Prabowo-Gibran meraih 96.214.691 suara. Sementara pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar memperoleh 40.971.906 suara dan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md meraih 27.040.878 suara.
Total surat suara sah berjumlah 164.227.475 suara.
Pilpres 2024 diikuti tiga pasangan, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar pasangan calon nomor urut 1, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pasangan calon nomor urut 2, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md pasangan calon nomor urut 3.
Kemenangan Prabowo-Gibran pun memunculkan niatan dari kubu pasangan nomor urut 1 dan 3 untuk menggugat hasil penghitungan KPU ke MK. Kedua kubu itu menilai ada kecurangan dalam proses pencalonan hingga penghitungan suara yang dilakukan KPU.
Guru Besar UI sebut sidang MK ujian Indonesia sebagai negara hukum
Jumat, 19 April 2024 15:50 WIB
Sidang MK bagi saya bukan sekadar sidang mengadili perselisihan pemilu, tetapi sidang apakah negara hukum Indonesia masih bisa berlangsung.