Padang (ANTARA) - Pada Minggu (4/2/2024) tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumatera Barat dibantu beberapa unsur lainnya berhasil mengevakuasi seekor Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrea) yang konflik dengan lingkungan dan meresahkan masyarakat.
Evakuasi Inyiak Balang (sebutan harimau di Minangkabau) dilatarbelakangi konflik satwa tersebut di daerah Kecamatan Tigo Nagari (desa), Kabupaten Pasaman, yang berlangsung sejak Juni 2023 hingga akhir Januari 2024.
Selama periode itu, BKSDA mencatat 15 ekor ternak warga yang terdiri dari lima ekor sapi dan 10 ekor kambing menjadi santapan harimau. Untuk mencegah meluasnya dampak konflik Harimau Sumatera dengan lingkungan, BKSDA melakukan berbagai upaya, mulai dari penghalauan hingga patroli terus digencarkan.
Kronologi penangkapan harimau berjenis kelamin betina dengan panjang 160 sentimeter dan berat sekitar 70 kilogram itu diawali adanya laporan warga pada 2 Januari di Kecamatan Tigo Nagari terkait ternak yang diduga dimangsa harimau.
Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak, tim memverifikasi, melakukan patroli, penggiringan, pemantauan camera trap, termasuk menggunakan drone thermal, hingga akhirnya memutuskan memasang tiga kandang jebak.
pada Jumat (2/2) harimau yang dicari sempat masuk ke dalam perangkap yang dipasang petugas, namun lepas. Kemudian pada Minggu (4/2) satwa itu berhasil masuk ke dalam kandang dengan menggunakan umpan seekor kambing.
Usai menangkap harimau tersebut BKSDA langsung membius dan membawanya ke Konservasi Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, Bukittinggi, untuk dititipkan dan rawat inap sementara. Hasil observasi awal, harimau ini diperkirakan berusia tiga hingga lima tahun.
Tim BKSDA Provinsi Sumbar belum bisa memastikan kapan dan dimana lokasi pelepasliaran satwa tersebut dilakukan. Sebab, saat ini, tim medis, khususnya dokter hewan yang menangani harimau masih memantau perkembangan kesehatannya.
Karena itu BKASD akan mengkaji ulang, termasuk melihat hasil rekomendasi dokter, apakah harimau ini membawa penyakit atau toksik yang lain.
Puti Malabin
Seperti kejadian-kejadian sebelumnya, tim gabungan selalu memberikan nama kepada Harimau Sumatera yang dievakuasi, tak terkecuali harimau di Kabupaten Pasaman. Harimau betina ini dinamai Puti Malampah Ladang Panjang dan Binjai atau disingkat Puti Malabin.
Yayasan Jejak Harimau Sumatera menyatakan pemberian nama kepada harimau yang berkonflik merupakan suatu hal yang lumrah dan bisa dikatakan selalu dilakukan. Penyematan nama ditujukan untuk proses identifikasi, hingga penelitian jangka panjang.
Setelah dokter hewan memeriksa kesehatan harimau, maka akan dikeluarkan semacam rekam medis, yang salah satu bagiannya menyertakan nama satwa yang diperiksa. Biasanya, pemberian nama satwa merupakan hasil musyawarah atau kesepakatan antara BKSDA dengan perangkat nagari serta masyarakat di sekitar harimau dievakuasi.
Khusus Puti Malabin, nama ini disematkan karena berjenis kelamin betina, sehingga diberikan nama depan Puti. Sementara, Malabin, merupakan akronim dari Malampah, Ladang Panjang dan Binjai, yang merupakan lokasi atau area harimau ini berkeliaran.
Pemberian nama juga akan memudahkan pihak terkait, terutama BKSDA, apabila melakukan penelitian pascapelepasliaran harimau ke alam bebas.
Usai pemeriksaan kesehatan dan observasi, BKSDA selanjutnya akan melepasliarkan harimau. Tidak sampai di situ, BKSDA dalam periode tertentu biasanya memantau perkembangan harimau guna memastikan satwa tersebut sudah beradaptasi dengan lingkungannya.
Sebab, ada kondisi yang berubah ketika harimau diambil dari alam kemudian diobservasi, direhabilitasi dan kembali dilepasliarkan.
Oleh karena itu, untuk memastikan harimau tidak kembali masuk ke permukiman warga, BKSDA bersama instansi lainnya memantau dengan menggunakan alat-alat tertentu, seperti camera trap.
Apabila camera trap tersebut merekam aktivitas harimau, memudahkan identifikasi satwa dengan cara mengenali corak warna atau belang pada bagian badan, kepala, ekor, kaki, dan lain sebagainya.
Berdasarkan catatan yang dihimpun yayasan, BKSDA bersama pihak terkait, sedikitnya telah menyematkan 10 nama kepada si raja hutan itu. Rinciannya, Putra Singgulung (Kabupaten Solok), Putri Singgulung (Kabupaten Solok), Puti Maua (Kabupaten Agam), Kanti Marama (Kabupaten Pasaman Barat), dan Ciuniang Nurantih (Kabupaten Padang Pariaman).
Selanjutnya Bujang Ribut (Kota Padang), Bujang Mandeh (Kabupaten Pesisir Selatan), Gadih Liku (Kabupaten Pesisir Selatan), Bancah (Kota Sawahlunto), dan terakhir Puti Malabin (Kabupaten Pasaman).
Ekosistem terganggu
Konflik harimau dengan manusia tak jarang menimbulkan korban jiwa hingga kerugian materi lainnya, seperti hewan ternak yang dimangsa harimau. Namun, di balik kasus tersebut terdapat banyak faktor yang memicu harimau keluar dari hutan yang selama ini menjadi habitatnya.
Perambahan hutan dan pembalakan liar serta perburuan satwa dilindungi kerap menjadi faktor pemicu harimau masuk ke permukiman warga. Sebagai contoh, di awal Januari 2022 seekor Harimau Sumatera menghadang ekskavator di Kabupaten Pasaman Barat.
Video tersebut direkam langsung oleh operator ekskavator. Peristiwa penghadangan oleh harimau tersebut diketahui terjadi di area perkebunan kelapa sawit di wilayah Sungai Aur, Kabupaten Pasaman Barat.
BKSDA Sumbar mencatat, selain terganggunya ekosistem hutan, berkurangnya populasi hewan yang selama ini menjadi buruan (makanan) harimau juga turut memicu satwa itu turun ke permukiman warga, termasuk apabila harimau terserang penyakit, maka tak jarang juga turun ke permukiman masyarakat.
Sepanjang 2023 BKSDA mencatat sekitar 15 hingga 20 kali konflik harimau dengan manusia atau lingkungan sekitar. Khusus kasus Puti Malabin merupakan konflik terpanjang, dimana satu individu menerkam belasan ternak warga.
Banyak hal yang menyebabkan harimau berkonflik dengan warga, salah satunya aktivitas penebangan liar.
BKSDA menyikapi persoalan konflik itu sehingga tidak terjadi rentetan panjang dan menimbulkan masalah-masalah serius. Sebagai contoh, ketika populasi harimau berkurang, maka di saat bersamaan populasi babi hutan bisa meningkat.
Kondisi tersebut menjadi ancaman nyata, khususnya bagi petani atau masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Sebab, jika populasi babi naik drastis, maka bisa menjadi hama dan merusak lahan pertanian.
Kondisi itu yang mesti diperhatikan. Sebagai individu yang menempati puncak rantai makanan, harimau berperan menyeimbangkan ekosistem.
Sebelum harimau dibawa dari Kabupaten Pasaman ke Kota Bukittinggi, tim medis terlebih dahulu membius satwa itu.
Setibanya di Kebun Binatang Kinantan, harimau kembali dibius dengan dosis rendah untuk dipindahkan ke kandangnya. Tim medis juga memberikan antidot agar satwa lebih cepat sadar.
Dari pengamatan awal, Puti Malabi terlihat kurang sehat dan kurus. Oleh karena itu, tim medis akan melakukan observasi lanjutan guna memastikan kesehatan harimau.
Diduga, selain faktor makanan yang berkurang atau terganggunya habitat, kondisi kesehatan yang memburuk juga bisa menjadi pemicu harimau tersebut masuk ke permukiman masyarakat.
Berkaca dari konflik harimau dengan manusia di wilayah hutan Sumatera, semua pemangku kepentingan terus menggalakkan berbagai upaya, termasuk edukasi yang masif kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga keseimbangan alam, termasuk melestarikan keberadaan Harimau Sumatera yang kini jumlahnya diperkirakan hanya di angka 600 ekor.
Apalagi, bagi masyarakat Minangkabau, Inyiak Balang merupakan satwa terpandang dan dihormati, sehingga penyebutan nama harimau secara langsung cukup tabu. Kesadaran untuk penyelamatan dan pelestarian satwa ini harus digaungkan oleh semua pihak.
Menyelamatkan Inyiak Balang yang kian tersudut
Senin, 5 Februari 2024 16:51 WIB