Jakarta (ANTARA) - Bangunan Masjid Lautze yang berada di Jalan Lautze No. 88--89 Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, yang berdiri sejak tahun 1991, sarat dengan ornamen khas Tionghoa, beberapa hiasan lampu lampion yang dipasang di luar masjid, dan pintu masuk masjid berupa perpaduan warna merah dan kuning.
Begitu masuk ke dalam masjid berukuran 15x20 meter itu, pengunjung disambut dengan lukisan kaligrafi bertuliskan huruf Arab dengan percampuran seni antara Arab dan China.
Semua kaligrafi Arab-China yang ada hanya menonjolkan hasil sapuan kuas dengan tinta hitam pada selembar kain putih. Sebagian besar lukisan kaligrafi dibuat langsung oleh seorang Muslim asli Tionghoa di Shenzhen, China, kata HM Ali Karim, alias Oei Tek Lie, Ketua Yayasan Haji Karim Oei.
Selain kaligrafi, perpaduan warna di masjid ini juga unik. Jika dapat diartikan dalam budaya Tionghoa, maka warna-warna tersebut mengandung filosofi yang bermakna.
Warna merah di tembok depan dan lampu latar mimbar memiliki filosofi sebagai keberuntungan, kebahagiaan, dan kelimpahan. Kemudian warna kuning di sisi kanan dan kiri masjid memiliki arti kesetiaan, kesungguhan, dan kesucian, lalu warna hijau di tiang penopang masjid ini diartikan sebagai perdamaian.
Pada lantai dua masjid ini terdapat tempat ibadah untuk wanita dan untuk menampung jamaah saat shalat Jumat. Adapun dekorasi dan cat temboknya terlihat sederhana dengan perpaduan warna kuning dan putih saja.
Ketika naik di lantai tiga terdapat dapur umum sederhana untuk memasak makanan para pengurus ataupun hasilnya dibagikan kepada jamaah saat diadakan pengajian rutin.
Pada lantai empat terdapat kantor ketua yayasan dan beberapa ruang untuk pegawai, ruang konsultasi keagamaan, dan ruangan penyimpanan berkas-berkas dokumen penting.
Selain corak dan warnanya unik, masjid yang diresmikan oleh B.J. Habibie pada tahun 1994 ini, jam operasionalnya terbatas. Jika pada umumnya masjid dapat digunakan saat shalat lima waktu yakni subuh, zuhur, ashar, maghrib, dan isya, maka tempat ibadah ini hanya digunakan dua waktu shalat saja, yaitu zuhur dan ashar. Hal ini karena pengurus masjid tidak ada yang tinggal di rumah ibadah ini dan terbatasnya jumlah pengurus.
Lautze diambil dari nama Lao Tze yang menyebarkan agama Taoisme di negeri Tirai Bambu. Lao Tze mengajarkan bahwa “Tuhan itu adalah satu yang tidak dapat diraba, tidak berbentuk tetapi ada”.
Ajaran tersebut identik dengan ajaran tauhid pada Islam sehingga nama Lautze dianggap cocok untuk mengimplementasikan visi misi yang dijalankan Yayasan Haji Karim Oei sebagai pengelola Masjid Lautze ini.
Perayaan Imlek
Perayaan Imlek tidak hanya dirayakan di negara Tirai Bambu tapi masyarakat etnis Tionghoa di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Walaupun Masjid Lautze kental dengan nuansa Tionghoa, pengurus masjid ini tidak pernah mengadakan perayaan khusus Imlek.
Hal ini dilakukan, jangan sampai nanti terkesan Muslim Tionghoa memiliki 3 hari raya, kata Qiu Xue Long atau biasa dipanggil Naga Kunadi, pengurus Masjid Lautze.
Biarpun tidak merayakan Imlek, para pengurus di Masjid Lautze tetap memberikan sesuatu yang spesial pada hari Imlek seperti Imlek tahun ini yang dirayakan tepat para hari Minggu (22/1/2023), pengurus masjid mengadakan pengajian rutin serta menyiapkan hidangan lontong cap gomeh, mi, dan sebagainya.
Jsmaah di Masjid Lautze silaturahmi untuk menghilangkan pandangan kurang baik terhadap Islam dari kaum Tionghoa.
Baca juga: Hong Kong meriahkan Tahun Kelinci
Baca juga: Taman Safari Bogor gelar Parade Sun Go Kong selama libur Imlek 2023