Jakarta (ANTARA) - Orang tua, khususnya ibu, akan melakukan segala hal, bahkan tindakan terburuk sekalipun demi kelangsungan hidup buah hati mereka. Inilah kira-kira garis besar kisah yang dihadirkan dalam film horor thriller pertama sutradara Fajar Nugros, “Inang” yang akan resmi tayang di bioskop seluruh Indonesia pada 13 Oktober 2022.
Wulan (diperankan selebritas Naysilla Mirdad) dan Eva (Lydia Kandou) sama-sama berjuang untuk menyelamatkan putra mereka dari kekuatan jahat yang ingin mengambil alih kehidupan sang anak. Ini sebuah realita kehidupan yang dibalut unsur mitos jawa Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan. Ritual yang dikenal masyarakat Jawa itu biasanya dilakukan pada hari Rabu terakhir di Bulan Safar pada Kalender Hijriah.
Sebagian orang percaya, itu merupakan hari sial sehingga harus melakukan ritual agar terhindar dari kemalangan dan segala macam musibah atau cobaan. Ada berbagai versi mengenai sejarah lahirnya ritual ini, salah satunya tidak terlepas dari Keraton Mataram dengan Sultan Agung yang dulu pernah berkeraton di Pleret.
Baca juga: Film horor "Pamali" karya Bobby Prasetyo angkat budaya dan pariwisata Jabar
Ritual ini diselenggarakan sejak tahun 1600. Pada saat itu, terjadi wabah penyakit atau pagebluk sehingga masyarakat meyakini perlu melakukan ritual untuk menolak bala wabah penyakit ini dan Rebo Wekasan diadakan sebagai wujud doa.
Sebenarnya, mitos dalam masyarakat di era hadirnya teknologi canggih masih lestari hingga kini. Ritual-ritual terkait mitos pun masih dilakukan sebagian orang di berbagai wilayah di Indonesia dan sebagian bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara.
Cara masyarakat dalam menyikapi Rebo Wekasan di masing-masing daerah berbeda-beda. Di Desa Wonokromo, Bantul, Yogyakarta, tradisi tolak bala terkait Rebo Wekasan diwujudkan dengan pembuatan lemper raksasa yang kemudian dibagi-bagikan kepada warga atau orang-orang yang hadir dalam acara itu.
Sedangkan di Banyuwangi, Jawa Timur, diadakan tradisi petik laut oleh sebagian masyarakat pesisir di Pantai Waru Doyong.
Pada “Inang”, ritual Rebo Wekasan diadakan cukup sadis, yakni dengan mengorbankan dua nyawa sekaligus. Darah, keringat, air mata dan harapan menjadi satu. Hanya mereka yang bertekad dan meyakini betul adanya hari sial yang mampu melakukannya.
Setiap 10 tahun sekali, pelaksana ritual harus menyediakan ibu hamil menjelang melahirkan sebagai tumbal. Imbalannya, ada nyawa yang akan selamat dari segala macam marabahaya hingga 10 tahun mendatang. Eva sudah membuktikan ini pada putranya sendiri hingga usia sang anak mencapai kepala tiga. Setelah usia melewati 30 tahun, apakah ini masih berlaku?
Wulan semula menjadi target Eva dan suaminya (diperankan aktor Rukman Rosadi). Tetapi, dia mencium bau busuk secara perlahan dan tanpa terduga mendapatkan bantuan Bergas (Dimas Anggara) untuk melarikan diri. Pelarian Wulan dan Bergas tak mudah. Ada harga mahal yang harus dia bayar untuk ini.
Baca juga: Sutradara isyaratkan akan membuat "Pengabdi Setan 3" dengan sejumlah syarat
Baca juga: Film horor lokal masih memiliki tempat di hati masyarakat Indonesia
Fajar perlahan-lahan membenamkan benak penonton pada kisah Wulan yang digambarkan sebagai sosok perempuan muda belum sejahtera yang mengais rezeki di kota Jakarta. Dia hanya satu dari sekian banyak insan dengan pengalaman pahit masa kecil yang berjuang di kota besar.
Satu kesalahan dalam hidupnya, yakni percaya pada pria tak bertanggung jawab. Dia hidup sebatang kara. Pilihan salah dalam hidup yang kemudian membawa Wulan pada babak baru sebagai calon ibu, tanpa suami.
Pilihan Wulan hanya ada tiga, yakni melahirkan dan membesarkan anaknya seorang diri, melakukan aborsi di usia kehamilan yang masih muda atau memberikan hak asuh anaknya pada orang lain. Wulan mantap memilih yang ketiga dan pilihan inilah yang membawanya pada jerat Eva dan suaminya. Tetapi, apakah ini menjadi pilihan akhir Wulan?
Bak genre thriller pada umumnya, berbagai ketegangan Fajar hadirkan sepanjang film. Visualisasi dan suara-suara memekakkan telinga tampaknya akan membuat sebagian penonton terkaget-kaget.
Bagi yang tak begitu menyukai genre horor, “Inang” tampaknya relatif mengerikan. Kengerian tercipta tanpa harus memunculkan sosok makhluk membuat bulu kuduk berdiri khas film horor. Akting para aktor melalui peran mereka turut berperan besar membangkitkan rasa ngeri. Pemilihan latar tempat, efek visual khusus juga menjadi elemen pendukung yang kuat.
Fajar pun benar-benar membebaskan penonton untuk mempercayai kebenaran Rebo Wekasan atau hanya menganggapnya mitos belaka. Akhir kisah “Inang” memang seakan-akan menggiring penonton pada satu dari dua jawaban. Tetapi, menurut dia, ini tak mutlak karena ada variabel lain yang seharusnya bisa dipertimbangkan.
"Inang" menjadi salah satu film yang diputar di panggung BIFAN. Film ini bahkan berpartisipasi dalam kompetisi utama di BIFAN yang bertajuk Bucheon Choice Award. BIFAN merupakan festival film terbesar dan paling bergengsi di Asia yang berfokus untuk memberikan penghargaan pada film-film bergenre horor, thriller, laga, fiksi ilmiah, dan komedi.
Film yang menjadi debut perdana Naysilla Mirdad di layar perak itu ditulis oleh Deo Mahameru dan dibintangi juga oleh Pritt Timothy, Nungki Kusumastuti, Rania Putrisari, Totos Rasiti, Muzakki Ramdhan, David Nurbianto, dan Emil Kusumo.