"Mari dicoba sirop dari buah `mangrove` yang kami olah, rasanya khas, yakni segar, manis dan sedikit asam. Kandungan vitamin C-nya juga cukup tinggi," kata Adawiyah (28), perempuan asal Desa Langadai, Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Perempuan berjilbab, ibu dua anak itu, belakangan memang mendapatkan anugerah "local hero" --yang inisiasinya dari PT Indocement Tunggal Prakarsa (Tbk) -- atas usaha dan kerja kerasnya bergiat dalam kegiatan bank sampah yakni sebuah inisiasi menjaga lingkungan di kawasan pesisir desa itu.
Di luar aktivitasnya sebagai pimpinan Bank Sampah "Andesla" di Langadai --di mana ia bersama kaum perempuan desa itu menjadi pionir dan pengelolanya -- Adawiyah juga mengembangkan potensi hutan bakau (mangrove) yang ada.
Sekretaris Desa (Sekdes) Langadai Mukhtar Alwi saat ditemui bersama Kades Eddy Marhadi di Kabupaten Kotabaru, Kalsel, mengakui bahwa selama ini potensi bakau di daerah itu belum dikembangkan, kecuali hanya sebagai pelindung dari terjangan air laut.
"Sampai akhirnya, warga di desa ini, dengan pembinaan dari tim CSR PT Indocement di Pabrik Tarjun kemudian memberikan kesempatan dan pelatihan untuk mengembangkan potensi hutan bakau itu," katanya.
Menurut Adawiyah, yang juga Koordinator Kelompok Masyarakat Galeri Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Desa Langadai, dari pengelolaan Bank Sampah "Andesla" pendapatan yang diperoleh pada 2014 senilai Rp600 ribu/tahun, namun menjelang akhir 2015 ini sudah meningkat cukup berarti, yakni mencapai Rp2,5 juta/tahun.
Namun, dengan kemampuan memanfaatkan buah bakau jenis tertentu yang bisa dibuat menjadi minuman sirop dan olahan lainnya seperti sabun, tambahan nilai ekonomi kelompok tersebut bertambah.
"Konsumen sirop mangrove kami masyarakat sekitar, dan malah ada wisatawan mancanegara, seperti dari Jerman," katanya.
Sirop dari buah bakau itu, rasanya khas yakni dominan unsur asam dan manis, yang menurut berbagai informasi kaya vitamin C dan antioksidan.
Jenis "Sonneratia Caseolaris"
Adawiyah menjelaskan tidak semua buah bakau dapat diolah menjadi sirop.
Ada jenis tertentu yang bisa dimanfaatkan sebagai olahan, baik sirop, campuran perasa untuk agar-agar, aneka dodol/jenang, dan juga untuk sabun.
Jenis buah bakau yang bisa diolah itu adalah "Sonneratia Caseolaris" atau ada yang menyebutnya "Bogem".
Jenis itu buah berwarna hijau, berbentuk bulat seperti buah apel, namun ukurannya lebih kecil.
Berdasarkan rujukan informasi yang dikutip dari http://sonimohson.blogspot.co.id/2011/01/sirup-dari-buah-bakau.html disebutkan bahwa buah bakau yang dapat diproses menjadi sirop harus sudah tua di pohon dan jatuh agar hasil sirup bagus.
Jika buah bakau yang digunakan kurang tua atau dipetik, buahnya akan kering saat diproses menjadi sirup.
Soni Mohson, yang merupakan pegiat lingkungan menceritakan ia membentuk Kelompok Tani Mangrove pada 1998 yang bertujuan membersihkan sampah di pantai timur Surabaya.
Dalam perkembangannya kelompok itu mendapatkan binaan dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Surabaya.
Ia bekerja sama dengan Universitas Airlangga untuk meneliti buah bakau itu, dan diketahui buah tersebut mengandung vitamin C, dan vitamin lain yang berfungsi sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan.
Sirup buah bakau dikemas dalam botol berisi 750 ml dan 350 ml. Dari 1 kg buah yang sudah dikupas menghasilkan 2,5 liter sirop. Satu botol isi 750 ml dijualnya seharga Rp25.000.
Kemasan
Meski sudah bisa memproduksi secara reguler sirop dari bakau, Adawiyah mengakui bahwa sirop buatan UMKM mereka, meski sudah diterima "pasar", baik di tingkat lokal maupun regional di Kalsel -- khususnya saat ada pameran -- dari sisi kemasan masih membutuhkan bantuan pelatihan lebih lanjut.
"Bisa dilihat, kemasan pada sirop buatan kami masih memakai botol dari minuman-minuman merek lain. Untuk itu, kami mengharapkan ada bantuan, baik dari pemerintah daerah dan juga Indocement untuk pengemasannya," katanya.
Ia meyakini dengan kemasan yang baik dan memenuhi selera pasar, sirop bakau mereka akan menjadi ikon dari Langadai, yang akan dikenal masyarakat Indonesia.
Corporate Social Responsibility & Security Division (CSRS) Manager Indocement Sahat Panggabean menanggapi aspirasi itu dengan menyatakan bahwa pada program pada tahun mendatang pihaknya akan mencoba melibatkan ahli di bidang pengemasan produk guna memberikan pelatihan kepada UMKM di Langadai itu.
"Kami akan coba `hire` ahli kemasan produk sekaligus memberi pelatihan bagaimana mengemas dengan baik sehingga diterima pasar," katanya.
Kemasan, kata dia, dalam industri minuman dan makanan adalah salah satu unsur terpenting sehingga faktor ini menjadi masukan pihaknya untuk memberikan bantuan lanjutan bagi pelaku UMKM, khususnya di wilayah desa-desa binaan.
"Local hero"
Meski kini Adawiyah dengan UMKM dan aktivitasnya mengelola bank sampah mengantarkannya mendapat anugerah "local hero", namun sebelum penghargaan itu diraih, perlu perjuangan yang tidak ringan.
Butuh kerja keras dan komitmen untuk mewujudkan keinginan besarnya untuk bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan lingkungannya.
Penghargaan "local hero", menurut Direktur Eksekutif Indocement Kuky Permana, adalah bagian dari prinsip dan komitmen tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) itu untuk mendukung visi akuntabilitas bisnis bagi berbagai pemangku kepentingan, selain pemegang saham dan investor.
"CSR merupakan investasi sosial, yang dilakukan melalui hubungan timbal balik dengan masyarakat lokal dan dengan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, LSM, dan organisasi massa," katanya.
Tujuannya, di antaranya meningkatkan tingkat kemampuan bersaing sebuah perusahaan yang secara bersamaan juga memajukan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Dengan menjalankan CSR, kata dia, perusahaan dapat berbagi perwujudan nilai yang fokus pada peningkatan hubungan antara perkembangan sosial dan ekonomi.
Pengembangan "local hero" adalah tanggung jawab terhadap masyarakat sebagaimana yang dinyatakan di dalam visi CSR bahwa tujuan akhir program pemberdayaan adalah untuk membangun masyarakat mandiri berkelanjutan yang dilaksanakan bertahap dengan perencanaan lima tahunan yang jelas.
Hingga menjelang akhir 2015 Indocement telah menciptakan 76 "local hero" dari berbagai daerah di Indonesia, yang berada di desa sekitar lokasi operasionalnya atau di tempat lain yang dinilai mampu memberikan inspirasi dan motivasi menggerakkan masyarakat dan lingkungannya.
Olahan sirop dari buah bakau, yang diinisiasi Adawiyah dan sejawatnya di Langadai, adalah salah satu dari karya "local hero", di mana ide, gagasan, dan gerakannya akan terus digulirkan sebagai salah satu ikhtiar ikut membangun pemberdayaan masyarakat di Tanah Air.
Adawiyah Mengolah Sirop Bakau Dari Kawasan Pesisir
Senin, 28 Desember 2015 11:14 WIB
Sampai akhirnya, warga di desa ini, dengan pembinaan dari tim CSR PT Indocement di Pabrik Tarjun kemudian memberikan kesempatan dan pelatihan untuk mengembangkan potensi hutan bakau itu.