Dhaka (ANTARA) - Pengungsi Muslim Rohingya di Bangladesh menggelar aksi diam pada Selasa untuk memperingati tahun ketiga bentrokan antara pemberontak Rohingya dengan pasukan keamanan Myanmar yang memaksa terjadinya pengungsian besar-besaran ke wilayah itu.
Para pengungsi menyebut pandemi COVID-19 membuat mereka tidak dapat menggelar pertemuan massa dalam acara yang mereka sebut sebagai "Hari Peringatan", seiring dengan laporan mengenai 88 kasus infeksi yang ditemukan di kamp pengungsi serta enam kematian.
Lebih dari satu juta orang Rohingya kini tinggal di tempat pengungsi terbesar dunia di Bangladesh bagian selatan, dengan kecil kemungkinan kembali ke tanah air mereka di Myanmar--di mana mereka kebanyakan ditolak kewarganegaraan dan hak lainnya.
Baca juga: Relawan PMI Aceh dikerahkan bantu pengungsi Rohingya
Tiga tahun lalu, pemberontak Rohingya mengepung 30 pos polisi dan pangkalan militer di Rakhine, Myanmar, hingga menewaskan sedikitnya 12 anggota pasukan keamanan.
Tindakan keras militer Myanmar kemudian memaksa 730.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, bergabung dengan 200.000 orang lainnya yang sudah berada di sana.
"Kami dipaksa pergi keluar dari tanah air kami ke kamp pengungsi terbesar di dunia," kata kelompok pengungsi Rohingya dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: PMI bangun MCK dan air bersih di lokasi penampungan Muslim Rohingya di Aceh
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyebut aksi militer tersebut dilakukan dengan maksud genosida. Sementara Myanmar menyangkal tuduhan itu dengan mengatakan bahwa mereka melakukan aksi yang legal melawan pemberontak Rohingya.
Myanmar juga menyebut bahwa sebaliknya, pemberontak Rohingya itulah yang bertanggung jawab atas sebagian besar kekerasan, termasuk membumihanguskan desa-desa.
Baca juga: PMI berikan trauma healing pada anak imigran Rohingya di Aceh
Para pengungsi justru menyebut kaum Rohingya telah mengalami "genosida terselubung" di Myanmar selama puluhan tahun, dan mereka meminta PBB serta organisasi lainnya untuk mendeklarasikan apa yang sesungguhnya terjadi pada 2017 itu.
"Kami mohon dukunglah Rohingya yang tak bersalah, dan semoga kemudian kami dapat kembali ke rumah kami," kata kelompok Rohingya.
Di sisi lain, Pemerintah Bangladesh pada Senin (24/8) mengumumkan pihaknya akan segera mencabut pemblokiran jaringan internet kecepatan tinggi di kamp pengungsi--yang diberlakukan tahun lalu atas alasan bahwa media sosial dapat digunakan untuk memancing kepanikan.
Sumber: Reuters.
Pengungsi Rohingya menggelar aksi diam, peringati eksodus ke Bangladesh
Rabu, 26 Agustus 2020 1:09 WIB
Tiga tahun lalu, pemberontak Rohingya mengepung 30 pos polisi dan pangkalan militer di Rakhine, Myanmar, hingga menewaskan sedikitnya 12 anggota pasukan keamanan.