UN Water mencanangkan Water and Energy sebagai landmark dari World Water Day (22 Maret2014). Berbagai paradox tentang air dipaparkan. Kemudahan aksesibiltas terhadapketersediaan air bersih dan kecukupan pasokan energi listrik menjadi prakondisi bagi pertumbuhan ekonomi dan pengikisan kemiskinan.

Bahkan Millenium Development Goal mempertegas lagi bahwa akses terhadap air bersih dan energi menjadi cornerstone dalam memutus siklus kemiskinan dan keterbelakangan.

Air butuh energi, dan energi butuh air. Interkoneksi keduanya inilah yang hendak diangkat oleh UN Water tidak hanya bagi 768 juta manusia yang saat ini tidak punya akses pada air bersih dan 1,3 milyar manusia yang kekurangan akses terhadap listrik, serta 2,5 miliar manusia yang sanitasi lingkungannya tidak mengalami perubahan, tetapi terhadap seluruh umat manusia yang kebutuhan pangan akan meningkat 35%, kebutuhan air meningkat 40%, dan kebutuhan energi meningkat 50% pada tahun 2030.

Air dan energy

Sekitar 2,6 miliar manusia masih menggunakan pembakaran biomassa untuk memenuhi sumber energinya. Pembangkit listrik tenaga air berkonstribusi 16 % dari pembangkit listrik dunia, menempati posisi pemakaian terbesar sebagai sumber energi terbarukan

 Di USA, sumber energi listrik bertanggung jawab terhadap 40% pemanfaatan air.  Bahkan pada tahun 2025 pemanfaatan air untuk sumber energi akan meningkat 165%.

Sekitar 75% air yang digunakan oleh kalangan industri dipergunakan sebagai pembangkit energi. Semua sumber energi membutuhkan air dalam proses produksinya melalui ekstraksi material, pendingin mesin, proses pembersihan, kultivasi tanaman untuk biofuels, dan pemutar turbin.  Energidibutuhkanuntukmembuat agar air tersediauntukkonsumsimanusiamelaluipemompaan, transportasi , treatment air, dandesalinasi. 

Trend kebutuhanenergiakanterusmeningkathingga 35%  padatahun  2035.  Peningkatan kebutuhan energi tersebut 90% terjadi di negara non OECD.  Pemakaian air untuk sumber energi meningkat 2 kali dari peningkatan kebutuhan energi.

Penggunaan transportasi air 3 kali lebih efisien daripada jalan raya, dan 40% lebih efisien daripada menggunakan kereta api.  Di Stockholm, bis umum, taksi, truk pengangkut sampah, kesemuanya menggunakan biogas yang berasal dari pengolahan air limbah.

Di India, petanimenggunakan 80% air yang berasaldari air tanah.  World Bank memprediksi India akankekurangan air tanahpada 2050.

Pemakaian air dan energi untuk memproduksi pangan saling berkorelasi linier.Dibutuhkan 1,5 m3 air dan sekitar 10 megajoules energi untuk memproduksi 1 kg gandum.  Selanjutnya dibutuhkan 10 kali lebih banyak air dan 20 kali lebih banyak energi untuk memproduksi 1 kg daging sapi.

Dengan pola konsumsi air dan energi saat ini, maka untuk memberi makan populasi manusia pada tahun 2050 dibutuhkan peningkatan pangan sekitar 70% dan peningkatan ketersediaan air sebesar 50%. 

Dua dari tiga negara akan menghadapi stres kelangkaan air dan 2,4 milyar manusia akan menghadapi problematika absolut air, jika tak ada terobosan dalam pemanfaatan air pada masa mendatang.

World Bank (2013) melaporkan bahwa permasalahan air akan intens pada masa mendatang.  Namun demikian permasalahan energi sudah dialami saat ini. Di USA beberapa power plants terganggu karena rendahnya volume air dan air yang lebih hangat.  Di India, thermal power plant dihentikan sementara karena kekurangan air.  Perancis memangkas produksi listrik dari nuklir karena peningkatan suhu air ketika heatwave.

Kemarau panjang juga mengganggu PLTA di Sri Lanka, China, Brasil, dan Indonesia.

Belanda adalah negara kecil ditinjau dari segi luasan, namun menjadi negara pengekspor produk pertanian terbesar di Eropah, dengan memanfaatkan lahan dan air secara efisien.

Di negeri Belanda, efisiensi penggunaan air pada sektor pertanian sudah diatur secara digital dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh.Petani strawberi, anggur, dan kentang memasang pengukur kelembaban tanah dan parameter tanah lainnya  pada lahan pertanian secara real time.

Data kelembaban diolah oleh perangkat lunak untuk irigasi. Kombinasi perangkat lunak dan citra satelit dapat mengefisiensikan penggunaan air dan penggunaan pupuk hingga 48% tanpa mengurangi produksi dan kualitas produk, bahkan terjadi peningkatan produksi kentang hingga 8%.

Pada tahun 2030, pemanfaatan energi terbarukan akan meningkat menjadi 60 %.  Sementara itu peningkatan pemanfaatan air oleh sektor pertanian  juga akan meningkat sekitar 19%, sehingga akan terjadi kompetisi pemanfaatan air untuk kebutuhan energi dan pembangkit listrik serta pemanfaatan air untuk pertanian, juga untuk kepentingan konsumsi secara langsung.

Efisiensi penggunaan air berslogan doing more and better with less,maknanya berupaya memperoleh nilai lebih dari sumberdaya yang ada, dengan 1) Mengurangi konsumsi dan pencemaran akibat  proses produksi barang dan jasa yang memanfaatkan air,  2) Mengurangi intensitas penggunaan air via maksimalisasi nilai manfaat air, 3) Memperbaiki alokasi air dalam kompetisi penggunaan, via pengaturan aliran yang optimal, efisiensi penyediaan air, efisiensi jasa dan fungsi yang muncul dari siklus air.

Bencana Air

Ketika negara maju sudah sampai pada tingkat pengefisienan pemanfaatan air, negeri kita masih berkutat dan terpuruk pada belum piawainya mengurai permasalahan air yang berlimpah pada musim hujan, dan defisit pada musim kemarau.

Di Indonesia terdapat 133 wilayah sungai, yang terdiri dari13 sungai yang mengalir di satu kabupaten, 51 sungai mengalir lintas kabupaten dan kota, 27 sungai mengalir lintas provinsi, 37 sungai strategis nasional, 5 sungai mengalir antar Negara (Subekti, 2014).

Walaupun demikian, BPS melansir terdapat 1235 desa yang kering di kawasan rawan air, dan 15775 desa rawan air di seluruh Indonesia.

Ketika sungai meluap, maka membanjiri daerah yang dilewatinya.Permasalahan yang rutin mendera Jakarta berkaitan dengan buruknya sistem drainase. Jakarta tidak mempunyai sistem pembuangan air limbah perkotaan yang bagus.Air rumah tangga (cucian, mandi, dapur) dibuang kesaluran drainase.

Drainase yang seyogyanya hanya menerima limpasan air hujan, namun dibebani pula dengan air limbah domestik. Diperburuk lagi dengan saluran drainase yang tidak dirancang dengan baik kapasitasnya, serta disumbat pula oleh sampah yang dicampakan begitu saja ke saluran drainase.

Ditambahkan lagi dengan banyaknya utilitas (listrik, telekomunikasi, PDAM) yang berada di sekitar saluran drainase, sehingga mempersempit ruang drainase .Utilitas tersebut terkadang tidak dipendam sesuai ketentuan kedalaman (1,3 m).  Fakta di lapanga nterkadang 60 cm, bahkan 20 cm, tuturManggas, (2014).

Oleh karena itu, kota besar Indonesia, rutin disinggahi bencana banjir setiap tahun.  Langkah dasar yang harus ditempuh mencakup: 1) Pembuatan sistem pembuangan air limbah domestik perkotaan (sewerage system), 2) Optimalisasi sistem drainase dari segi aliran dan daya tampung, 3) Penataan utilitas lainnya yang berada di jalur drainase,4) Perhitungan debit sungai di musim hujan dan formulasi langkah mitigasi, 5)Terus mengkampanyekan kesadaran untuk tidak membuang sampah kesaluran drainase atau sungai. Langkah ini harus berkesinambungan, tidak sporadis, dan panacea belaka !

*)  Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB dan Dosen Departemen Manajemen  Sumber Daya Perairan, IPB.

 

Pewarta: Hefni Effendi *)

Editor : Teguh Handoko


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014