Bogor (Antara Megapolitan) - Kementerian Pertanian menyiapkan langkah strategis dalam menghadapi perubahan iklim yang menjadi ancaman serius sektor pertanian dan potensial mendatangkan masalah bagi keberlanjutan produksi pangan, sistem produksi serta kedaulatan pangan.
"Ada dua langkah strategis dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim sektor pertanian," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dalam Workshop Penanganan Dampak Perubahan Iklim Sektor Pertanian dengan tema "Gerakan Panen dan Hemat Air Untuk Peningkatan Produksi Pangan Menghadapi Perubahan Iklim" di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Langkah pertama bersifat struktural, yakni peningkatan ketahanan sistem produksi pangan dari dampak perubahan iklim melalui upaya perbaikan kondisi fisik seperti pembangunan perbaikan jaringan irigasi, pembangunan embung, dam parit dan "long storage".
Yang kedua bersifat non struktural, yakni melalui pengembangan teknologi budidaya yang lebih tahan terhadap cekaman iklim, penerapan mekanisasi pertanian, penguatan kelembagaan petani, dan mengantisipasi kejadian iklim ekstrim.
Hari menyebutkan tahun ini Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk membangun 30 ribu embung guna mengatasi kekeringan.
Salah satu kendala dalam percepatan kebijakan tersebut yakni harmonisasi dan koordinasi dalam pembangunan infrastruktur pertanian antara seluruh pemangku kepentingan perlu ditingkatkan.
"Khususnya terkait keberlanjutan program, kegiatan anggaran," katanya.
Selain itu lanjutnya, upaya pemanfaatan dan pengembangan infrastruktur tersebut perlu didukung oleh suatu kesamaan pandang dan pemahaman, semangat dan kerja sama antara semua lapisan masyarakat maupun aparat.
"Kesamaan pandang dan pemahaman itu melalui gerakan nasional panen dan hemat air untuk meningkatkan produksi pangan menghadapi perubahan iklim," kata Hari.
Hari menambahkan, dalam perubahan iklim di sektor pertanian perlu adaptasi, tapi mitigasi perlu diusahakan selama tidak mempengaruhi pencapaian swasembada pangan.
Salah satu upaya adaptasi yang relevan dan potensial untuk menghadapi ancaman perubahan iklim adalah mencari berbagai alternatif sumberdaya air untuk dapat dimanfaatkan lahan pertanian yang kurang produktif dengan indeks pertanaman (IP).
Pertanian yang rendah dan rentan terhadap kekeringan antara lain lahan tadah hujan, lahan kering dan lahan irigasi yang berada di wilayah ujung.
"Sumber daya alternatif tersebut selain dari air tanah adalah air permukaan, "run off" di musim hujan, dan air sungai melalui pengembangan infrastruktur air seperti pembangunan embung, dam parit, dan "long storage", kata Hari.
Sementara itu, tokoh pertanian Indonesia yang juga mantan Menteri Pertanian Prif Sjarifuddin Baharsjah mendukung program korporasi pertanian yang sedang digagas oleh pemerintah saat ini.
Kebijakan panen dan hemat air dapat disinkronkan dengan program korporasi petani tersebut agar cita-cita untuk menyejahterakan petani dapat terwujud dan swasembada pangan terlaksana.
"Saya titip pesan apabila teknologi teknik air ini dibahas mohon dikaitkan dengan korporasi petani dengan demikian, keinginan kita untuk menyejahterakan petani dan berdaya saing di dalam dan luar negeri dapat terwujud," kata Sjarifuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Ada dua langkah strategis dalam upaya penanganan dampak perubahan iklim sektor pertanian," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian dalam Workshop Penanganan Dampak Perubahan Iklim Sektor Pertanian dengan tema "Gerakan Panen dan Hemat Air Untuk Peningkatan Produksi Pangan Menghadapi Perubahan Iklim" di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Langkah pertama bersifat struktural, yakni peningkatan ketahanan sistem produksi pangan dari dampak perubahan iklim melalui upaya perbaikan kondisi fisik seperti pembangunan perbaikan jaringan irigasi, pembangunan embung, dam parit dan "long storage".
Yang kedua bersifat non struktural, yakni melalui pengembangan teknologi budidaya yang lebih tahan terhadap cekaman iklim, penerapan mekanisasi pertanian, penguatan kelembagaan petani, dan mengantisipasi kejadian iklim ekstrim.
Hari menyebutkan tahun ini Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan untuk membangun 30 ribu embung guna mengatasi kekeringan.
Salah satu kendala dalam percepatan kebijakan tersebut yakni harmonisasi dan koordinasi dalam pembangunan infrastruktur pertanian antara seluruh pemangku kepentingan perlu ditingkatkan.
"Khususnya terkait keberlanjutan program, kegiatan anggaran," katanya.
Selain itu lanjutnya, upaya pemanfaatan dan pengembangan infrastruktur tersebut perlu didukung oleh suatu kesamaan pandang dan pemahaman, semangat dan kerja sama antara semua lapisan masyarakat maupun aparat.
"Kesamaan pandang dan pemahaman itu melalui gerakan nasional panen dan hemat air untuk meningkatkan produksi pangan menghadapi perubahan iklim," kata Hari.
Hari menambahkan, dalam perubahan iklim di sektor pertanian perlu adaptasi, tapi mitigasi perlu diusahakan selama tidak mempengaruhi pencapaian swasembada pangan.
Salah satu upaya adaptasi yang relevan dan potensial untuk menghadapi ancaman perubahan iklim adalah mencari berbagai alternatif sumberdaya air untuk dapat dimanfaatkan lahan pertanian yang kurang produktif dengan indeks pertanaman (IP).
Pertanian yang rendah dan rentan terhadap kekeringan antara lain lahan tadah hujan, lahan kering dan lahan irigasi yang berada di wilayah ujung.
"Sumber daya alternatif tersebut selain dari air tanah adalah air permukaan, "run off" di musim hujan, dan air sungai melalui pengembangan infrastruktur air seperti pembangunan embung, dam parit, dan "long storage", kata Hari.
Sementara itu, tokoh pertanian Indonesia yang juga mantan Menteri Pertanian Prif Sjarifuddin Baharsjah mendukung program korporasi pertanian yang sedang digagas oleh pemerintah saat ini.
Kebijakan panen dan hemat air dapat disinkronkan dengan program korporasi petani tersebut agar cita-cita untuk menyejahterakan petani dapat terwujud dan swasembada pangan terlaksana.
"Saya titip pesan apabila teknologi teknik air ini dibahas mohon dikaitkan dengan korporasi petani dengan demikian, keinginan kita untuk menyejahterakan petani dan berdaya saing di dalam dan luar negeri dapat terwujud," kata Sjarifuddin.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017