Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan ada tiga program prioritas yang diusung guna menjaga ketahanan pangan di tengah adanya perubahan iklim, program itu antara lain yakni optimalisasi lahan rawa, pompanisasi, serta tumpang sisip (tusip) padi gogo.
 
"Bapak Menteri Pertanian sekarang mempunyai tiga program utama yang menjadi fokus berdasarkan arahan Bapak Presiden untuk memitigasi dampak perubahan iklim, sekaligus dampak penurunan produksi karena pengaruh El Nino dan musim kemarau yang akan kita hadapi sebentar lagi," kata Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Kementan Fadjry Djufry dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) secara daring yang mengangkat tema 'Ketahanan Pangan Nasional di Tangan Petani Milenial', Senin.
 
Fadjry menjelaskan, yang dimaksud dengan program optimalisasi lahan rawa yakni perbaikan irigasi, serta drainase di lahan-lahan sawah yang sudah ada, supaya distribusi air sebagai kebutuhan pokok tanaman bisa tercukupi.
 
Ia memproyeksikan ada 400 ribu hektare lahan rawa yang optimal yang tersebar di 11 provinsi, di antaranya yaitu Lampung, Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, serta Kalimantan Tengah.
 
Selanjutnya program pompanisasi, bertujuan supaya lahan kering yang sebelumnya tidak dapat menghasilkan produk pertanian, dilakukan peremajaan melalui redistribusi air, sehingga bisa kembali produktif.
  
"Ada kurang lebih 1 juta hektare yang kita sasar di situ, di wilayah Jawa 500 ribu hektare dan di luar Jawa 500 ribu hektare," katanya.
 
Lebih lanjut, menurut dia, untuk program tusip padi gogo bertujuan supaya memperluas cakupan antisipasi kekurangan bahan pangan akibat gagal panen karena dampak perubahan iklim, dengan cara pemanfaatan lahan sela di antara tanaman kelapa sawit atau tanaman perkebunan lain yang ditargetkan sebanyak 500 ribu hektare.

Selain itu, Fadjry menggarisbawahi pentingnya peran petani milenial sebagai salah satu kunci sukses penerapan ketiga program utama ini. Wawasan dan keahlian mereka terkait teknologi modernisasi pertanian sangat berharga.

Menurutnya, penggunaan teknologi dapat membantu petani mengoptimalkan hasil pertanian mereka. Ia pun memberikan beberapa contoh seperti teknologi irigasi cerdas, penggunaan drone untuk pemantauan lahan, serta aplikasi pertanian digital yang membantu dalam manajemen usaha tani.

Dirinya optimis dengan memanfaatkan teknologi ini, yang penerapannya akan lebih banyak dilakukan oleh petani milenial, dapat meningkatkan efisiensi dan hasil produksi.

"Petani milenial diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang mengedukasi petani lain tentang praktik pertanian yang lebih baik dan berkelanjutan," ucap dia.
 
Merujuk data Zona Musim (Zom) yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sebanyak 41 persen wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau menjelang akhir Juni 2024.
 
Meski demikian, potensi hujan di sejumlah wilayah Indonesia masih tinggi hingga akhir tahun ini atau setidaknya hingga bulan September meskipun juga sudah mulai memasuki musim kemarau. 

Kesenjangan Informasi dan Teknologi  Salah satu petani milenial, Jatu, memahami bahwa ketahanan pangan bukan hanya masalah nasional, tetapi juga global. Sebagai seorang duta petani milenial, ia telah melihat bagaimana teman-teman di negara lain berjuang melawan krisis pangan.


"Kita harus bersyukur atas kemajuan regenerasi petani di Indonesia yang selangkah lebih maju dalam membantu pemerintah menjaga ketahanan pangan nasional dibandingkan dengan negara lain," katanya. 

Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024