Nelayan berusia 45 tahun itu terdiam sejenak. Kedua bola matanya berkaca-kaca. Senang bercampur haru menyatu menjadi satu saat ia berkisah tentang perjuangan melestarikan kerang dari kepunahan.
Hanya segelintir orang yang mengenal sosok Adolof Olo Wonemseba. Ia lahir di Kampung Yende, Pulau Roon, Distrik Roon, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, pada 11 Agustus 1979.
Kepedulian melestarikan lingkungan secara mandiri, terutama menjaga populasi kerang berbagai jenis, sudah dilakukan sejak tahun 2008. Hal itu dipicu oleh kegelisahan terhadap populasi kerang yang mulai berkurang akibat sejumlah faktor.
Sembari melakukan aktivitas sebagai nelayan, Adolof tak lupa menyempatkan diri mengumpulkan kerang dari Pulau Auri untuk dibudidayakan di pesisir pantai Kampung Yende.
Lokasi budi daya pertama kali seluas 20x40 meter dengan jumlah kerang terdiri dari tiga kerang raksasa, 12 kerang raja, 25 kerang tangga, dan 15 kerang kikis.
"Awalnya saya molo (menangkap ikan dengan cara menyelam) lalu saya lihat kerang-kerang sudah jarang dilihat," ucap Adolof saat ditemui di Manokwari.
Seluruh kegiatan budi daya kerang dilakukan menggunakan pola-pola tradisional, tanpa ada bantuan dari pemerintah kampung dan pemerintah kabupaten setempat. Bahkan, tidak jarang apa yang dilakukan Adolof dipandang sebelah mata oleh masyarakat kampung.
Akan tetapi, celotehan dan cibiran itu tak pernah sedikit pun melunturkan semangat Adolof melestarikan populasi kerang. Ia bahkan mengajak istri dan anaknya tidak menjual dan mengonsumsi kerang.
"Hanya istri dan anak saja yang bantu saya pelihara kima (kerang). Dong (masyarakat kampung) lihat sa (saya) sebelah mata saja," ucap Adolof.
Terkadang, suami Welmina Ayemseba itu harus menyewa perahu motor untuk mengambil kerang dari Pulau Auri dengan waktu tempuh hampir 3 jam. Namun, laku konservasi memang sudah melekat dalam dirinya.
Selain kerang, Adolof juga membudidayakan terumbu karang, penetasan telur penyu, dan memberi makan ikan di perairan tempat pengembangbiakan kerang.
Suatu ketika, Adolof bertemu dengan tim dari Balai Besar Konservasi Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) Papua Barat.
Tim TNTC tertarik melihat apa yang sudah dikerjakan oleh Adolof selama belasan tahun hingga kemudian ia diusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai salah seorang penerima Kalpataru 2024 Kategori Perintis Lingkungan.
"Saya tidak mengira terima penghargaan itu. Saya mau menangis. Saya bangga, Pemerintah bisa lihat apa yang saya sudah kerjakan" ucap Adolof.
Tekad wujudkan ekowisata
Sejak kecil, ayah dari delapan orang anak itu diajarkan oleh kedua orang tuanya agar tidak merusak lingkungan yang telah memberikan kehidupan bagi umat manusia.
Adolof, yang hanya menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, bertekad mewujudkan Kampung Yende dan sekitarnya menjadi salah satu destinasi ekowisata di Kabupaten Teluk Wondama.
Ketulusan hati merawat lingkungan selama belasan tahun berbuah manis. Adolof mendapat dukungan anggaran dari KLHK sebanyak Rp40 juta untuk mengembangkan kawasan pelestarian kerang dan lainnya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat juga menyerahkan penghargaan dan uang pembinaan Rp10 juta atas dedikasi Adolof Wonemseba terhadap kelestarian lingkungan.
Adolof menargetkan kawasan pesisir pantai sepanjang 2 kilometer dimanfaatkan sebagai lokasi budi daya kerang, penyu, dan terumbu karang.
Kini, Adolof berhasil mengajak hampir besar sebagian masyarakat di Kampung Yende terlibat kegiatan konservasi lingkungan. Adolof pun melarang nelayan melakukan penangkapan ikan menggunakan bom.
Ia juga tak segan mengusir, bahkan mengancam akan melaporkan ke polisi jika menemukan nelayan yang merusak ekosistem laut menggunakan bahan peledak atau jaring raksasa.
Adolof memahami bahwa keindahan bawah laut merupakan daya pikat bagi wisatawan, terutama yang mencintai olahraga snorkeling dan diving. Komitmen dan pemahaman masyarakat setempat menjadi faktor penting merealisasikan ekowisata.
Hasilnya, sejak tim dari Balai Konservasi turun, masyarakat sudah tidak lagi molo sembarang. Mereka sudah mulai menjaga alam dan laut.
Adolof menginspirasi
Penjabat Gubernur Papua Barat Ali Baham Temongmere menyebut pencapaian Adolof Olo Wonemseba menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah dan seluruh warga masyarakat.
Atas konsistensi Adolof merawat lingkungan, ia bakal dilibatkan dalam pelaksanaan program konservasi atau pelestarian lingkungan yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Papua Barat.
Pengelolaan lingkungan yang baik memerlukan peran kolaboratif komponen masyarakat secara individu maupun kelompok atau komunitas. Keterlibatan Adolof dinilai akan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Saat ini, pemerintah provinsi masih merampungkan dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) sebagai acuan penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) tahun 2025-2045.
Penyusunan KLHS tidak hanya dilakukan oleh pemerintah provinsi, tetapi juga pemerintah kabupaten, yakni Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.
Pembangunan berkelanjutan
Pemerintah Provinsi Papua Barat merevisi rencana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals' (SDGs) 2023 -- 2026 setelah adanya pemekaran Papua Barat Daya.
Penyusunan dokumen tersebut merupakan amanat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 10 Tahun 2019, dan wujud komitmen Papua Barat yang telah mendeklarasikan sebagai provinsi berkelanjutan.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Papua Barat Charlie Danny Heatubun menyebut program pembangunan berkelanjutan sudah diselenggarakan sejak pendeklarasian provinsi konservasi pada 2018.
Sejumlah mitra pembangunan memberikan dukungan bagi Papua Barat untuk merealisasikan program kerja nyata yang diperkuat dengan penandatangan Deklarasi Manokwari 2018.
Kontribusi para mitra tercermin melalui keterlibatan dalam menyusun dokumen perencanaan, seperti rencana induk maupun rencana aksi program pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, mereka juga dilibatkan dalam penyusunan dokumen peta jalan pembangunan ekonomi hijau, ekowisata, perumusan naskah peraturan daerah, termasuk pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat adat.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Hanya segelintir orang yang mengenal sosok Adolof Olo Wonemseba. Ia lahir di Kampung Yende, Pulau Roon, Distrik Roon, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, pada 11 Agustus 1979.
Kepedulian melestarikan lingkungan secara mandiri, terutama menjaga populasi kerang berbagai jenis, sudah dilakukan sejak tahun 2008. Hal itu dipicu oleh kegelisahan terhadap populasi kerang yang mulai berkurang akibat sejumlah faktor.
Sembari melakukan aktivitas sebagai nelayan, Adolof tak lupa menyempatkan diri mengumpulkan kerang dari Pulau Auri untuk dibudidayakan di pesisir pantai Kampung Yende.
Lokasi budi daya pertama kali seluas 20x40 meter dengan jumlah kerang terdiri dari tiga kerang raksasa, 12 kerang raja, 25 kerang tangga, dan 15 kerang kikis.
"Awalnya saya molo (menangkap ikan dengan cara menyelam) lalu saya lihat kerang-kerang sudah jarang dilihat," ucap Adolof saat ditemui di Manokwari.
Seluruh kegiatan budi daya kerang dilakukan menggunakan pola-pola tradisional, tanpa ada bantuan dari pemerintah kampung dan pemerintah kabupaten setempat. Bahkan, tidak jarang apa yang dilakukan Adolof dipandang sebelah mata oleh masyarakat kampung.
Akan tetapi, celotehan dan cibiran itu tak pernah sedikit pun melunturkan semangat Adolof melestarikan populasi kerang. Ia bahkan mengajak istri dan anaknya tidak menjual dan mengonsumsi kerang.
"Hanya istri dan anak saja yang bantu saya pelihara kima (kerang). Dong (masyarakat kampung) lihat sa (saya) sebelah mata saja," ucap Adolof.
Terkadang, suami Welmina Ayemseba itu harus menyewa perahu motor untuk mengambil kerang dari Pulau Auri dengan waktu tempuh hampir 3 jam. Namun, laku konservasi memang sudah melekat dalam dirinya.
Selain kerang, Adolof juga membudidayakan terumbu karang, penetasan telur penyu, dan memberi makan ikan di perairan tempat pengembangbiakan kerang.
Suatu ketika, Adolof bertemu dengan tim dari Balai Besar Konservasi Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) Papua Barat.
Tim TNTC tertarik melihat apa yang sudah dikerjakan oleh Adolof selama belasan tahun hingga kemudian ia diusulkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai salah seorang penerima Kalpataru 2024 Kategori Perintis Lingkungan.
"Saya tidak mengira terima penghargaan itu. Saya mau menangis. Saya bangga, Pemerintah bisa lihat apa yang saya sudah kerjakan" ucap Adolof.
Tekad wujudkan ekowisata
Sejak kecil, ayah dari delapan orang anak itu diajarkan oleh kedua orang tuanya agar tidak merusak lingkungan yang telah memberikan kehidupan bagi umat manusia.
Adolof, yang hanya menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, bertekad mewujudkan Kampung Yende dan sekitarnya menjadi salah satu destinasi ekowisata di Kabupaten Teluk Wondama.
Ketulusan hati merawat lingkungan selama belasan tahun berbuah manis. Adolof mendapat dukungan anggaran dari KLHK sebanyak Rp40 juta untuk mengembangkan kawasan pelestarian kerang dan lainnya.
Pemerintah Provinsi Papua Barat juga menyerahkan penghargaan dan uang pembinaan Rp10 juta atas dedikasi Adolof Wonemseba terhadap kelestarian lingkungan.
Adolof menargetkan kawasan pesisir pantai sepanjang 2 kilometer dimanfaatkan sebagai lokasi budi daya kerang, penyu, dan terumbu karang.
Kini, Adolof berhasil mengajak hampir besar sebagian masyarakat di Kampung Yende terlibat kegiatan konservasi lingkungan. Adolof pun melarang nelayan melakukan penangkapan ikan menggunakan bom.
Ia juga tak segan mengusir, bahkan mengancam akan melaporkan ke polisi jika menemukan nelayan yang merusak ekosistem laut menggunakan bahan peledak atau jaring raksasa.
Adolof memahami bahwa keindahan bawah laut merupakan daya pikat bagi wisatawan, terutama yang mencintai olahraga snorkeling dan diving. Komitmen dan pemahaman masyarakat setempat menjadi faktor penting merealisasikan ekowisata.
Hasilnya, sejak tim dari Balai Konservasi turun, masyarakat sudah tidak lagi molo sembarang. Mereka sudah mulai menjaga alam dan laut.
Adolof menginspirasi
Penjabat Gubernur Papua Barat Ali Baham Temongmere menyebut pencapaian Adolof Olo Wonemseba menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah dan seluruh warga masyarakat.
Atas konsistensi Adolof merawat lingkungan, ia bakal dilibatkan dalam pelaksanaan program konservasi atau pelestarian lingkungan yang telah disusun oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Papua Barat.
Pengelolaan lingkungan yang baik memerlukan peran kolaboratif komponen masyarakat secara individu maupun kelompok atau komunitas. Keterlibatan Adolof dinilai akan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Saat ini, pemerintah provinsi masih merampungkan dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) sebagai acuan penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) tahun 2025-2045.
Penyusunan KLHS tidak hanya dilakukan oleh pemerintah provinsi, tetapi juga pemerintah kabupaten, yakni Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Kaimana, dan Fakfak.
Pembangunan berkelanjutan
Pemerintah Provinsi Papua Barat merevisi rencana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals' (SDGs) 2023 -- 2026 setelah adanya pemekaran Papua Barat Daya.
Penyusunan dokumen tersebut merupakan amanat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 10 Tahun 2019, dan wujud komitmen Papua Barat yang telah mendeklarasikan sebagai provinsi berkelanjutan.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Papua Barat Charlie Danny Heatubun menyebut program pembangunan berkelanjutan sudah diselenggarakan sejak pendeklarasian provinsi konservasi pada 2018.
Sejumlah mitra pembangunan memberikan dukungan bagi Papua Barat untuk merealisasikan program kerja nyata yang diperkuat dengan penandatangan Deklarasi Manokwari 2018.
Kontribusi para mitra tercermin melalui keterlibatan dalam menyusun dokumen perencanaan, seperti rencana induk maupun rencana aksi program pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, mereka juga dilibatkan dalam penyusunan dokumen peta jalan pembangunan ekonomi hijau, ekowisata, perumusan naskah peraturan daerah, termasuk pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat adat.
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024