Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) untuk tahun 2024 DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/11/2023) telah disetujui pada rapat paripuna di Kota Bogor.
Persetujuan itu ditandatangani Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto dan Ketua DPRD, Atang Trisnanto bersama jajaran pimpinan DPRD lainnya pada rapat paripurna DPRD Kota Bogor.
Ada 13 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang akan dibahas oleh DPRD Kota Bogor pada 2024.
Rinciannya, dari 13 Raperda yang disetujui untuk dibahas pada 2024 nanti terdiri atas empat Raperda Inisiatif DPRD dan sembilan Raperda usulan dari perangkat daerah.
Juru bicara Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Jatirin menyatakan Propemperda ini merupakan bagian dari rencana kerja DPRD Kota Bogor melalui fungsi legislasi.
Baca juga: Catat! DPRD akan bahas 13 Raperda di 2024 nanti
Salah satu dari empat Raperda Inisiatif DPRD adalah Raperda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Adanya Raperda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi urgen mengingat isu-isu soal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, masih menjadi persoalan serius baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pun, Kota Bogor tidak terlepas dari problematika masalah dimaksud.
Sempat dicoret
Ikhwal yang terkait perlunya Perda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu, sempat mencuat, yakni dengan pencoretan Raperda itu dari pengajuan Program Legislasi Daerah (Prolegda)
Dalam pemberitaan yang dikutip media masa pada Selasa (12/9) 2023, Ketua Badan Pembuat Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Endah Purwanti menyatakan pencoretan Raperda tersebut bukan tanpa alasan, karena hingga memasuki masa sidang pertama, naskah akademik raperda itu tidak kunjung dikerjakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
Mestinya, kata dia, ketika masuk Prolegda 2023 dibahas di masa sidang pertama. Tetapi dicoret karena naskah akademiknya tidak dikerjakan, dengan alasan tak ada anggaran.
Bila pengajuan anggaran dicoret oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kota Bogor (TAPD), seharusnya dinas terkait seyogyanya berkoordinasi dengan DPRD, sehingga dengan begitu, DPRD dapat mengambil alih dengan menjadikan regulasi itu sebagai Perda Inisiatif DPRD, yang bisa didorong anggarannya di APBD Perubahan 2023.
Baca juga: Tok! DPRD Kota Bogor sahkan dua perda baru
Jika kondisi seperti itu, terkesan DP3A abai. Padahal, Raperda itu sejalan dengan RPJMD sebagai Kota Ramah Keluarga.
Sekretaris DP3A Kota Bogor, Wawan Sanwani beralasan, tidak dikerjakannya naskah akademik Raperda itu karena dinas tidak memiliki anggaran untuk menggarap raperda tersebut, karena saat itu keuangan Pemkot Bogor sedang defisit sehingga pembuatan perda itu ditunda.
Ia menjelaskan tahun depan peraturan tersebut pun belum dapat direalisasikan lantaran tidak adanya relokasi anggaran karena terkena rasionalisasi.
Namun, kini dengan telah disetujui dan telah ditandatanganinya 13 Raperda tersebut pada 2024 oleh Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto dan Ketua DPRD, Atang Trisnanto bersama jajaran pimpinan DPRD lainnya pada rapat paripurna DPRD Kota Bogor, Raperda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu resmi masuk Prolegda.
Rujukan data
Terkait keberadaan Perda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak -- setelah nantinya pembahasan Raperdanya dituntaskan -- diharapkan bisa menjadi payung hukum untuk isu perempuan dan anak di Kota Bogor.
Ada sejumlah rujukan yang membuat adanya Perda tersebut menjadi urgen keberadaannya, yakni terjadinya kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Adalah DP3A Kota Bogor sendiri yang melansir resmi data itu, yakni saat puncak peringatan Hari Anak Nasional 2023 tingkat Kota Bogor pada Sabtu (29/3) 2023.
Kepala DP3A Kota Bogor Dody Ahdiat mengungkap data bahwa sebanyak 129 kasus kekerasan terjadi pada perempuan dan anak sepanjang tahun 2022.
Dari ratusan kasus itu, 40 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan pada anak, di mana kekerasan dan pelecehan seksual pada masih mendominasi dari laporan yang diterima.
Tren kasus kekerasan pada anak di "Kota Hujan" itu cenderung meningkat dari tahun 2021.
Baca juga: DPRD Kota Bogor mulai bahas Raperda tentang RPPLH
Sekretaris Daerah Kota Bogor Syarifah Sofiah mengatakan, pada 2021 ada peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sebesar 10 persen atau sebanyak 144 kasus
Sementara itu berdasarkan data tahun 2022 ada laporan masuk sebanyak 129 kasus, yang 40 persennya merupakan kasus kekerasan pada anak, berupa pelecehan seksual yang mendominasi, ada juga perundungan (bullying), dan kekerasan yang terjadi sekolah.
Tak menutup kemungkinan angka kasus kekerasan pada anak lebih tinggi dari data yang diterima -- yang sering digambarkan sebagai fenonema "gunung es" -- karena masih banyak masyarakat yang enggan untuk melaporkan kasus tersebut kepada pemerintah maupun kepolisian.
Wali Kota Bogor Bima Arya berpesan kepada para orang tua sebagai ruang lingkup terdekat dari anak-anak, untuk berperan aktif melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan kasus kekerasan pada anak.
Hal itu merupakan kerja bersama antara pemerintah dengan masyarakat untuk melindungi anak sebagai aset bangsa di masa mendatang.
Pada akhirnya, sekali lagi, urgensi hadirnya Perda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 204 nanti adalah upaya maksimal guna melindungi perempuan dan anak, yang bisa dilakukan bersama, baik Pemkot dan DPRD Kota Bogor melindungi anak dan perempuan dari segala tindak kekerasan, termasuk di dalamnya para korban harus mendapat perlindungan dan perhatian serius.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Persetujuan itu ditandatangani Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto dan Ketua DPRD, Atang Trisnanto bersama jajaran pimpinan DPRD lainnya pada rapat paripurna DPRD Kota Bogor.
Ada 13 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang akan dibahas oleh DPRD Kota Bogor pada 2024.
Rinciannya, dari 13 Raperda yang disetujui untuk dibahas pada 2024 nanti terdiri atas empat Raperda Inisiatif DPRD dan sembilan Raperda usulan dari perangkat daerah.
Juru bicara Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Jatirin menyatakan Propemperda ini merupakan bagian dari rencana kerja DPRD Kota Bogor melalui fungsi legislasi.
Baca juga: Catat! DPRD akan bahas 13 Raperda di 2024 nanti
Salah satu dari empat Raperda Inisiatif DPRD adalah Raperda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Adanya Raperda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi urgen mengingat isu-isu soal pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, masih menjadi persoalan serius baik di tingkat nasional maupun daerah.
Pun, Kota Bogor tidak terlepas dari problematika masalah dimaksud.
Sempat dicoret
Ikhwal yang terkait perlunya Perda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu, sempat mencuat, yakni dengan pencoretan Raperda itu dari pengajuan Program Legislasi Daerah (Prolegda)
Dalam pemberitaan yang dikutip media masa pada Selasa (12/9) 2023, Ketua Badan Pembuat Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Endah Purwanti menyatakan pencoretan Raperda tersebut bukan tanpa alasan, karena hingga memasuki masa sidang pertama, naskah akademik raperda itu tidak kunjung dikerjakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).
Mestinya, kata dia, ketika masuk Prolegda 2023 dibahas di masa sidang pertama. Tetapi dicoret karena naskah akademiknya tidak dikerjakan, dengan alasan tak ada anggaran.
Bila pengajuan anggaran dicoret oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah Kota Bogor (TAPD), seharusnya dinas terkait seyogyanya berkoordinasi dengan DPRD, sehingga dengan begitu, DPRD dapat mengambil alih dengan menjadikan regulasi itu sebagai Perda Inisiatif DPRD, yang bisa didorong anggarannya di APBD Perubahan 2023.
Baca juga: Tok! DPRD Kota Bogor sahkan dua perda baru
Jika kondisi seperti itu, terkesan DP3A abai. Padahal, Raperda itu sejalan dengan RPJMD sebagai Kota Ramah Keluarga.
Sekretaris DP3A Kota Bogor, Wawan Sanwani beralasan, tidak dikerjakannya naskah akademik Raperda itu karena dinas tidak memiliki anggaran untuk menggarap raperda tersebut, karena saat itu keuangan Pemkot Bogor sedang defisit sehingga pembuatan perda itu ditunda.
Ia menjelaskan tahun depan peraturan tersebut pun belum dapat direalisasikan lantaran tidak adanya relokasi anggaran karena terkena rasionalisasi.
Namun, kini dengan telah disetujui dan telah ditandatanganinya 13 Raperda tersebut pada 2024 oleh Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto dan Ketua DPRD, Atang Trisnanto bersama jajaran pimpinan DPRD lainnya pada rapat paripurna DPRD Kota Bogor, Raperda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak itu resmi masuk Prolegda.
Rujukan data
Terkait keberadaan Perda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak -- setelah nantinya pembahasan Raperdanya dituntaskan -- diharapkan bisa menjadi payung hukum untuk isu perempuan dan anak di Kota Bogor.
Ada sejumlah rujukan yang membuat adanya Perda tersebut menjadi urgen keberadaannya, yakni terjadinya kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
Adalah DP3A Kota Bogor sendiri yang melansir resmi data itu, yakni saat puncak peringatan Hari Anak Nasional 2023 tingkat Kota Bogor pada Sabtu (29/3) 2023.
Kepala DP3A Kota Bogor Dody Ahdiat mengungkap data bahwa sebanyak 129 kasus kekerasan terjadi pada perempuan dan anak sepanjang tahun 2022.
Dari ratusan kasus itu, 40 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan pada anak, di mana kekerasan dan pelecehan seksual pada masih mendominasi dari laporan yang diterima.
Tren kasus kekerasan pada anak di "Kota Hujan" itu cenderung meningkat dari tahun 2021.
Baca juga: DPRD Kota Bogor mulai bahas Raperda tentang RPPLH
Sekretaris Daerah Kota Bogor Syarifah Sofiah mengatakan, pada 2021 ada peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan sebesar 10 persen atau sebanyak 144 kasus
Sementara itu berdasarkan data tahun 2022 ada laporan masuk sebanyak 129 kasus, yang 40 persennya merupakan kasus kekerasan pada anak, berupa pelecehan seksual yang mendominasi, ada juga perundungan (bullying), dan kekerasan yang terjadi sekolah.
Tak menutup kemungkinan angka kasus kekerasan pada anak lebih tinggi dari data yang diterima -- yang sering digambarkan sebagai fenonema "gunung es" -- karena masih banyak masyarakat yang enggan untuk melaporkan kasus tersebut kepada pemerintah maupun kepolisian.
Wali Kota Bogor Bima Arya berpesan kepada para orang tua sebagai ruang lingkup terdekat dari anak-anak, untuk berperan aktif melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan kasus kekerasan pada anak.
Hal itu merupakan kerja bersama antara pemerintah dengan masyarakat untuk melindungi anak sebagai aset bangsa di masa mendatang.
Pada akhirnya, sekali lagi, urgensi hadirnya Perda Penyelenggaraan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 204 nanti adalah upaya maksimal guna melindungi perempuan dan anak, yang bisa dilakukan bersama, baik Pemkot dan DPRD Kota Bogor melindungi anak dan perempuan dari segala tindak kekerasan, termasuk di dalamnya para korban harus mendapat perlindungan dan perhatian serius.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023