Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dirilis pada Tahun 2019 mencatat bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 171,2 juta orang atau 64,8 % total populasi penduduk Indonesia. Jumlah ini menurut APJII meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2012 saat pengguna internet di Tanah Air masih sekitar 63 juta orang.
Kemajuan teknologi internet memang berdampak positif bagi masyarakat dan semakin memudahkan kehidupan. Namun, dunia digitalisasi dan komputerisasi juga membawa ancaman global karena suatu Negara akan semakin terbuka, apabila Negara tersebut tidak mempersiapkan diri untuk melakukan proteksi dan membentengi diri menghadapi perang siber dari dunia luar. Selain itu, penyebaran pesan kebencian, marjinalisasi ataupun isu provokatif menjadi konten utama yang memanfaatkan fungsi media sosial untuk mempengaruhi pola pikir masyarakat bahkan memicu gejolak intoleransi masyarakat yang pada akhirnya dapat berdampak konflik.
Ancaman dunia komputerisasi atau Cyber Warfare sendiri berkembang dari Cyber Crime yang memiliki arti bentuk-bentuk kejahatan yang ditimbulkan karena pemanfaatan teknologi internet. Target dari Cyber Warfare yang paling utama adalah Pemerintah, institusi finansial, provider serta infrastruktur vital lainnya, termasuk di Indonesia. Sejumlah kejahatan siber memang mengintai Indonesia, diantaranya penjebolan sistem dan pencurian data, hingga penyadapan. Peretasan sistem dan pengambilan data paling sering dilakukan, kejahatan semacam itu banyak mengintai bank-bank di Indonesia, karena standarisasi pengamanan sistem di sejumlah bank masih belum jelas. Bahkan dalam aplikasi Flightradar24 dapat diketahui seluruh jadwal dan rute penerbangan disertai nama pilotnya.
Dalam hal ini, tidak ada satu alat komunikasi yang tidak bisa disadap selama dalam dunia komputerisasi. Indonesia memerlukan lembaga pertahanan siber khusus untuk melindungi pertahanan dan keamanan sistem informasi dan komunikasi. Saat ini sudah ada Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai lembaga negara yang memiliki otoritas penuh dalam penyelenggaraan keamanan dan ketahanan siber. Namun demikian yang paling utama adalah mewujudkan masyarakat yang sadar dan paham akan pentingnya keamanan sistem informasi dan komunikasi terutama di era digitalisasi saat ini. Cyber Security sebagai upaya mengamankan sumber daya apapun dalam mencegah aktivitas kejahatan siber atau menahan diri dari serangan siber.
Untuk itu, Negara memerlukan suatu sistem keamanan Negara dan mempersiapkan SDM yang mumpuni dalam mendeteksi dini dan cegah dini beragam ancaman untuk melumpuhkan NKRI melalui dunia maya dan bahkan dapat menghancurkan Indonesia tanpa ada perlawanan. Apabila Indonesia tidak mempersiapkan diri untuk melakukan proteksi dan membentengi diri menghadapi ancaman perang siber dari dunia luar, dan tidak dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi Cyber Warfare maka akan berdampak pada penguasaan keamanan Nasional Indonesia, termasuk kebiasaan menggunakan aplikasi massager gratisan sebagai media penyaluran informasi yang dinilai penting bahkan mencakup suatu rahasia Negara.
Upaya Pemerintah untuk memperkuatn keamanan dan ketahanan siber nasional telah dilakukan melalui Rancangan Undang Undang (RUU) Tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS). Namun entah mengapa, dikutip dari kompas.com, Ketua Pansus RUU KKS, Bambang Wuryanto menyatakan bahwa RUU KKS resmi dibatalkan dan tidak dapat dilanjutkan ke periode berikutnya, dengan alasan tidak memenuhi tata beracara dalam pembuatan legislasi. Suatu alasan yang kurang logika sebenarnya apabila dibandingkan dengan kepentingan keamanan nasional. Selain itu, beberapa penolakan dari LSM salah satunya, dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) yang menilai keberadaan RUU KKS dapat mengancam hak privasi individu dan melanggar hak warga Negara, karena ada kekhawatiran apabila RUU ini disahkan akan memberikan ruang yang sangat besar bagi otoritas untuk melakukan tindakan monitoring trafik data dan internet di Indonesia. Pertanyaan yang cukup menggelitik bagi penulis yakni kenapa mesti khawatir karena Negara pastinya akan menjamin kerahasiaan warga Negaranya, apabila tidak mempunyai suatu kegiatan yang perlu dikhawatirkan atau ditakutkan.
Selama masih menggunakan sistem digitalisasi yang hanya menggunakan bilangan biner “0” dan “1”, selama itu pula akan ada sebuah sistem lain yang dapat untuk memecahkan. Berbeda dengan sistem analog yang mempunyai karakteristik random signal. Untuk itu, menurut Ardiyanti (2006 :99), Keamanan siber merupakan segala usaha yang diperlukan untuk melindungi informasi dari adanya serangan siber (cyber attack) dengan elemen-elemen utama seabgai berikut, 1) Dokumen kebijakan dan strategi keamanan siber yang bisa dibuat di level nasional, sektoral maupun regional yang menjadi acuan dalam menjalankan semua proses terkait keamanan informasi di dunia siber dari segala bentuk serangan siber. 2) Infrastruktur siber yang berupa media dengan peran dalam kelangsungan operasi informasi meliputi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) seperti router, switch, server, operating system, database, website dan lain-lain. 3) Perimeter defense yaitu media yang berperan sebagai komponen pertahanan pada infrastruktur informasi seperi IDS, IPS dan firewall. 4) Network Monitoring System yaitu media yang fungsinya memonitor kelayakan, utilisasi dan kinerja infrastruktur siber. 5) System Information and Event Management yaitu media yang berperan dalam memonitor berbagai kejadian di jaringan termasuk kejadian terkait pada insiden keamanan. 6) Network Security Assessment yaitu elemen keamanan siber yang berperan dalam mekanisme kontrol dan memberikan penilaian level keamanan siber (measurement level). 7) Sumber daya manusia dan kesadaran terhadap urgensitas keamanan siber.
Sehingga sangat tidak masuk akal apabila RUU Keamanan dan ketahanan siber dianggap belum sangat diperlukan dan bahkan ada upaya politisasi dari kelompok kepentingan bahwa RUU tersebut hanya untuk kepentingan Negara dalam mengawasi ruang gerak warga Negaranya. Padahal tujuan utama yang paling terpenting adalah keamanan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.
#YukCerdasBerintenet. (11/*).
Mengapa Perlu RUU Keamanan Dan Ketahanan Siber
Minggu, 22 Maret 2020 23:32 WIB
Sangat tidak masuk akal apabila RUU Keamanan dan ketahanan siber dianggap belum sangat diperlukan dan bahkan ada upaya politisasi dari kelompok kepentingan bahwa RUU tersebut hanya untuk kepentingan Negara dalam mengawasi ruang gerak warga Negaranya.