Jakarta (ANTARA) - Pahit atau sepat itulah rasa kopi bagi orang awam. Bagi mereka, tidak ada bedanya antara kopi robusta, arabika, liberika, maupun excelsa. Bahkan kopi sachet pun sama rasanya.
Bagi orang awam, mereka mungkin hanya tahu kopi sachet dan biji kopi, untuk nama dan jenisnya pun dipastikan tidak tahu.
Dari penuturan para pecintanya, kopi memiliki berbagai rasa ada yang pahit, sepet, manis, bahkan ada pula perpaduan rasa, seperti nangka, durian, dan buah lainnya.
Rasa-rasa itu tak perlu dibahas panjang kali lebar, karena para pecintanya memiliki referensi rasa yang berbeda-beda tergantung sudut pandang penikmatnya.
Selama ini biji kopi yang masyhur atau terkenal yaitu robusta dan arabika. Kedua nama itu tersohor di mana-mana berbeda dengan kopi excelsa yang belum familiar di telinga.
Kopi excelsa Sumedang
Kopi excelsa Sumedang awalnya tidak memilik nilai ekonomi, karena satu kilogram ceri kopi hanya dihargai Rp3 ribu, berbeda dengan ceri kopi robusta maupun arabika yang rerata di atas Rp15 ribu per kilogram.
Kondisi itu tentu membuat para petani di wilayah Sumedang, Jawa Barat, enggan untuk mengembangkan kopi excelsa. Padahal secara perolehan hasil panen, kopi jenis itu tergolong tinggi, sebab satu pohon bisa menghasilkan sampai 100 kilogram.
Seorang petani kopi dari Desa Margamekar, Kabupaten Sumedang Ratma (63) menyatakan, dari dahulu kopi excelsa tidak begitu laku untuk dijual, karena para tengkulak lebih memilih biji kopi robusta dan arabika.
Meski tak begitu laku, kopi excelsa memiliki daya tarik tersendiri bagi Abah Ratma sapaan akrabnya, karena bisa ditanam di mana pun dan perawatannya juga mudah.
Abah Ratma mengaku memiliki satu pohon kopi excelsa yang berumur lebih dari 50 tahun, dan pohonnya tidak seperti tanaman kopi pada umumnya, karena memiliki daun yang lebar serta menjulang tinggi.
Saat ini Abah Ratma sudah membudidayakan kopi excelsa di lahan milik pemerintah dengan jumlah pohon lebih dari seribu.
“Yang sudah bisa produksi ada 100 pohon. Saya sudah tanam dari 10 tahun yang lalu,” kata Abah Ratma saat berbincang dengan ANTARA.
Pohon kopi yang dahulu dianggap sia-sia kini sudah memberikan harapan bagi keluarga dan para pekerjanya.
Kini Abah Ratma bisa memanen ceri kopi excelsa yang sudah berganti harga, dari semula Rp3 ribu saja kini bisa dijual tiga kali lipatnya.
Kepala UPTD Balai Perlindungan Perkebunan Provinsi Jawa Barat Mochamad Sopian Ansori mengatakan, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil kopi di Indonesia dengan perkebunan arabika menjadi yang terluas, mencapai 3.707 hektare pada 2024.
Sementara perkebunan kopi excelsa yang terdaftar di Jawa Barat memiliki luas 100 hektare dan sisanya ditemukan tersebar di area tempat tinggal warga yang jumlahnya lebih dari 3.000 pohon.
Sumedang menjadi salah satu sentra kopi grade 1 di Indonesia, yang juga menghasilkan kopi excelsa, dengan beberapa areal penghasil kopi antara lain Gunung Manglayang, Gunung Beser Rancakalong, Gugusan Gunung Kareumbi, Gunung Cakrabuana, dan Gunung Tampomas.
Kopi excelsa yang ada di Jawa Barat kata Sopian, rerata berumur lebih dari 50 tahun dan yang tertua diduga mencapai 110 tahun. Kopi excelsa dibawa oleh kolonial Belanda untuk menggantikan varietas erabika yang terserang penyakit.
Akan tetapi, karena pada waktu itu pengolahannya masih apa adanya menjadikan biji kopi excelsa kurang diminati dan cenderung dihargai murah.
Oleh karena itu, para petani banyak yang beralih menanam kopi robusta dibandingkan excelsa. Padahal dari segi produksi jauh di atas varietas lainnya.
“Kami awalnya menerima aduan dari warga yang mengaku ada buah nangka tumbuh kopi. Tapi setelah dicari di literatur ternyata itu merupakan varietas excelsa,” ujarnya.
Kopi excelsa mendunia
Ditemukannya varietas baru kopi excelsa membuat Ryan Wibawa, barista asal Indonesia, tertarik untuk memperkenalkan kopi lokal itu saat berkompetisi pada ajang World Brewers Cup 2024.
Ryan mengaku, banyak biji kopi yang dapat digunakan pada ajang kompetisi internasional, namun demi memperkenalkan kopi asal Sumedang, ia kemudian membawanya saat berlaga.
Kopi excelsa, kata Ryan, memiliki cita rasa yang khas dan tidak dimiliki oleh varietas kopi lainnya. Karena pada kopi tersebut bisa beraneka rasa, kadang seperti nangka, durian, dan sebagainya.
Ia mengaku, pada waktu kompetisi menjadikan kopi excelsa sebagai racikan andalan dan para juri merasa terkesima dengan sajian kopinya tersebut.
Kini, saban kali ada kompetisi baik skala nasional maupun internasional, Ryan terus mengandalkan kopi excelsa menjadi salah satu bahan utamanya.
Terbaru, pada ajang 2025 yang diselenggarakan di Jakarta, peserta dari Indonesia yaitu Bayu Prawiro mendapatkan juara dua dan kopi excelsa turut menjadi bahannya.
Ryan berharap dengan dikenalnya kopi excelsa ke seluruh penjuru dunia, maka dapat memberikan dampak positif bagi dunia kopi di Indonesia, khususnya Sumedang dengan kopi excelsanya.
Bukan hanya barista yang merasakan manisnya kopi excelsa. Seorang pengusaha muda asal Kota Cirebon juga merasakannya. Saat ini kopi excelsa menjadi primadona baru bagi para pecinta kopi.
Pemilik Uberall Roastery Cirebon Farhan Irfanto yang juga eksportir kopi menyatakan, excelsa kini sudah memiliki pelanggannya, di mana banyak negara-negara di Eropa seperti Jerman, Spanyol, Prancis, dan lainnya order biji kopi itu.
Jumlah peminatnya, kata Farhan terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama setelah Ryan Wibawa menjuarai kompetisi kelas dunia menggunakan kopi excelsa.
Dampak
Mulai dikenalnya kopi excelsa membuat prosesor kopi Rainaldi merasakan dampaknya, sebelum setenar saat ini ia lebih memilih mencari kopi robusta yang sudah banyak pesaingnya. Namun setelah mengetahui varietas kopi excelsa, Rainaldi lantas menekuni dan terus mengembangkannya.
Ia dibantu oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat untuk memetakan daerah mana saja yang ditumbuhi kopi excelsa, setelah beberapa tahun ditemukanlah titik-titik daerah penghasil kopi excelsa.
Kopi yang dahulu hanya dijadikan pagar kebun sudah menemukan jatidirinya, kopi yang tak dilirik kini dicari-cari, dan dampaknya tentu kepada para petani kopi yang masih setia dengan excelsa.
Abah Ratma merupakan petani yang telah merasakan dampaknya, dahulu ceri kopi excelsa hanya bisa dijual Rp3 ribu per kilogram, saat ini dihargai Rp10 ribu-15 ribu per kilogram.
Untuk itu salah satu perusahaan teknologi di Indonesia yaitu Tokopedia dan TikTok Shop memberikan bantuan mesin pengupas biji dan sortir kopi bagi kelompok tani kopi excelsa di Sumedang.
Pemberian mesin tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas para petani, agar mereka bisa lebih sejahtera lagi dari merawat kopi.
"Harapan kami petani-petani dari Sumedang juga bisa menikmati potensi pasar yang terus berkembang," kata Head of Communications Tokopedia and TikTok E-commerce Indonesia Aditia Grasio Nelwan.
Mulai dikenalnya kopi excelsa Sumedang di kancah global diharapkan memberikan dampak nyata bagi semua yang menekuninya, mulai dari hulu hingga hilir, mulai dari petani sampai pedagang semua mendapatkan manfaat yang sama.
Jika itu terus dibangun dan dikembangkan secara bersama-sama, maka kopi excelsa akan terus mendunia dan menjadi primadona.
