Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyiapkan bank tanah bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana untuk mempercepat proses relokasi apabila terjadi bencana.
“Pemerintah melalui Kementerian Kehutanan dan juga ATR-BPN mengupayakan bank tanah untuk daerah-daerah rawan bencana,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK Lilik Kurniawan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin.
Menurut dia, hal tersebut telah dibahas dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang dipimpin Menko PMK Pratikno dan dihadiri oleh Kepala BNPB Suharyanto serta perwakilan dari BPKP, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, serta Kantor Staf Presiden (KSP) di Kantor Kemenko PMK.
Lilik lalu menjelaskan bahwa pemerintah akan memastikan pemilihan lokasi bank tanah memenuhi sejumlah aspek, yakni aspek keamanan dari potensi bencana, aksesibilitas, ketersediaan infrastruktur dasar, dan status kepemilikan lahan. Dengan demikian masyarakat yang direlokasi dapat segera menempati hunian tetap yang aman dan layak huni.
"Tempat relokasi itu sekali lagi harus dicek oleh Badan Geologi, BMKG, apakah daerah yang sudah ditetapkan tadi itu rawan bencana atau tidak. Jangan sampai kita memindahkan masyarakat terdampak bencana, ternyata lokasinya rawan bencana. Ini jangan sampai terjadi,” ucapnya.
Diketahui, bank tanah merupakan cadangan lahan yang siap dimanfaatkan untuk membangun hunian tetap, fasilitas umum, dan layanan dasar lainnya setelah bencana.
Selain menyiapkan bank tanah, pemerintah juga menyederhanakan format Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (R3P) agar pencairan hibah rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) lebih cepat.
Diketahui, R3P merupakan dokumen yang disusun pemerintah daerah untuk memetakan kerusakan, rencana pembangunan kembali, dan kebutuhan anggaran pasca-bencana. Dokumen ini menjadi syarat pencairan hibah Rehabilitasi dan Rekonstruksi dari Kementerian Keuangan yang bisa digunakan untuk pembangunan hunian tetap.
Pemerintah akan mempercepat penyusunan R3P itu di delapan daerah terdampak bencana, yakni Lebak, Banten; Mamuju, Sulawesi Barat; Majene, Sulawesi Barat: Sukabumi, Jawa Barat; Brebes, Jawa Tengah; Luwu, Sulawesi Selatan; Nagekeo, Nusa Tenggara Timur; dan Bali.
Badan Bank Tanah menegaskan komitmennya untuk menghadirkan tata kelola pertanahan yang inklusif serta mendukung terwujudnya ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan.
Kepala Badan Bank Tanah Parman Nataatmadja di Badung, Bali, Sabtu menjelaskan Badan Bank Tanah merupakan lembaga khusus (sui generis) yang diberi mandat untuk mengelola tanah demi terciptanya ekonomi berkeadilan.
"Dalam ekosistem pertanahan nasional, Kementerian ATR/BPN berperan sebagai land administrator dan land regulator, sementara Badan Bank Tanah hadir sebagai land manager yang fokus pada pengelolaan dan pemanfaatan tanah secara produktif dan berkeadilan," kata Parman saat kegiatan Landsmart Campus Series di Gedung Aula Lecture Building, Universitas Udayana, Bali.
Dia menjelaskan tugas Badan Bank Tanah mencakup penyediaan tanah untuk kepentingan umum, sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, hingga reforma agraria.
Peran strategis tersebut telah diwujudkan dalam berbagai program nyata, seperti penyediaan tanah untuk perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kendal dan Brebes (Jawa Tengah), lahan Bandara VVIP IKN dan jalan tol IKN seksi 5B di Penajam Paser Utara (Kalimantan Timur), hingga pemanfaatan lahan oleh badan hukum swasta dalam berbagai skala usaha.
Parman menyebutkan hingga saat ini, Badan Bank Tanah telah mengelola lebih dari 34.618 hektare tanah yang dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan penting, mulai dari pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas sosial, hingga mendukung pemerataan ekonomi.
Lebih lanjut, Parman menegaskan kegiatan sosialisasi di Universitas Udayana menjadi momentum penting untuk menyampaikan secara langsung tugas dan fungsi Badan Bank Tanah sekaligus menjalin sinergi dengan dunia akademik.
Dirinya menyadari, keberhasilan Badan Bank Tanah tidak mungkin dicapai sendiri. Kerja sama dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta dukungan pemikiran dari perguruan tinggi menjadi kunci keberhasilan pengelolaan tanah di Indonesia.
Karena itu, pihaknya mengajak seluruh peserta untuk menjadikan forum ini sebagai ruang dialog yang reflektif, terbuka, dan membangun.
"Semoga sinergi ini dapat terus diperkuat dalam mendukung pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan,” ungkapnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Udayana Prof. Ir. I Ketut Sudarsana mengatakan pengelolaan tanah bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga menyangkut kesejahteraan masyarakat serta keberlanjutan lingkungan.
Di Bali, tanah memiliki makna yang lebih luas, mencakup identitas budaya sekaligus menjaga harmoni sosial.
“Universitas Udayana berkomitmen untuk berperan aktif, baik melalui penelitian maupun pengembangan sumber daya manusia, agar pengelolaan tanah dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali I Made Daging mengatakan kolaborasi antara Kementerian ATR/BPN dan Badan Bank Tanah diharapkan dapat memberikan peran nyata dalam pengelolaan tanah di Indonesia.
Untuk mengatasi ketimpangan pemilikan tanah, kata dia, pemerintah berupaya mengoptimalkan pemanfaatan tanah demi pembangunan berkelanjutan.
Hal ini bertujuan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat, memastikan tanah memberikan manfaat sebesar-besarnya.
"BPN memiliki peran besar dalam mewujudkan pengelolaan tanah yang adil di Indonesia, sementara Badan Bank Tanah hadir untuk mendorong pemanfaatan tanah secara lebih adil, produktif, dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Pada kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan MoU antara Badan Bank Tanah dan Universitas Udayana.
Kerja sama tersebut membuka peluang bagi mahasiswa Universitas Udayana untuk terlibat dalam kerja praktik, penelitian terapan, dan inovasi.
