Jakarta (ANTARA) - Siapapun bisa hadir menjadi pihak ketiga yang mengambil peran antagonis dalam mencipta prahara rumah tangga. Begitu pesan kewaspadaan yang bisa dicerna dari film “La Tahzan: Cinta, dosa, dan luka…” yang sekarang sedang tayang di bioskop-bioskop tanah air.
Dibintangi tiga dedengkot layar lebar: Andriani Marshanda, Deva Mahenra, dan Ariel Tatum, membuat konflik yang disuguhkan dalam film bergenre drama ini sukses membuncahkan amarah pemirsa.
Sebuah rumah tangga harmonis yang dibina Reza (Deva Mahenra) bersama Alina (Marshanda) dengan dua buah hati yang manis tiba-tiba terusik oleh kehadiran Asih (Ariel Tatum) yang melamar sebagai pramusiwi tapi ternyata memiliki misi jahat.
Kisah perselingkuhan dan sepak terjang profesi pelakor, entah mengapa, senantiasa mengundang atensi luar biasa dari penonton. Apakah karena dekat dengan realita kehidupan nyata yang ada di tengah masyarakat? Jika demikian, berarti teramat banyak rumah tangga mengalami krisis keharmonisan, dengan para pelaku yang menderita krisis kesetiaan.
Tahun lalu, film tentang perselingkuhan yang berjudul “Ipar Adalah Maut” telah ditonton oleh lebih dari 4,7 juta penonton, yang menempatkannya pada peringkat ke-10 film terlaris sepanjang masa di Indonesia, menggeser “Laskar Pelangi”.
Tahun ini, film serupa dengan tema perselingkuhan kembali dibawa ke layar lebar dengan rumah produksi dan sutradara serta sumber cerita yang sama. Maka kuat dugaan bahwa MD Pictures atau sutradara ternama Hanung Bramantyo terobsesi untuk mengulang kesuksesan “Ipar Adalah Maut” seperti tahun lalu.
Namun tontonan layar perak yang diadaptasi dari kisah viral karya Elizasifaa ini, hingga dua pekan penayangan baru meraup jumlah penonton 2 juta sekian, sehingga peluang untuk menyusul kesuksesan film perselingkuhan sebelumnya masih lumayan jauh.
Padahal ketokohan Marshanda dalam kancah hiburan layar lebar biasanya selalu memanen antusiasme tinggi dari penonton. Namun, tema serupa yang diulang bisa jadi mengurangi rasa penasaran atau malah menimbulkan kejenuhan. Apalagi eksperimen pencampuran genre yang kurang pas, dapat mereduksi daya tarik sebuah karya sinema.
Kekuatan karakter
“La Tahzan: Cinta, dosa, dan luka…” yang berdurasi 139 menit ini bisa dinikmati hingga akhir berkat kekuatan karakter para pemain terutama pemain utama yang sangat fasih dalam perannya masing-masing.
Marshanda, yang sebelumnya sukses besar memerankan Anna dalam series “Jangan Salahkan Aku Selingkuh” di platform layanan streaming video asal Tiongkok, memiliki penghayatan kuat sebagai korban perselingkuhan.
Bila awalnya dia mengaku sulit memainkan peran itu, tapi nyatanya berhasil menuai jutaan pujian dari akting sebagai Anna. Kisah keberhasilan yang tentu saja membuat akting dalam tema cerita serupa, dengan posisi sama (korban perselingkuhan), menjadi mudah baginya. Apalagi janda Ben Kasyafani ini terkenal sebagai aktris serba bisa.
Lalu Deva Mahenra yang awalnya terkenal sebagai suami kekanak-kanakan dalam serial sitkom televisi “Tetangga Masa Gitu” bersama Chelsea Islan, mendadak rusak “reputasinya” karena film perselingkuhan “Ipar Adalah Maut”.
Deva yang dulunya identik dengan peran protagonis rela merusak citra dirinya menjadi pria peselingkuh dan sukses memanen sumpah serapah dari para pemirsa wanita. Dalam “La Tahzan: Cinta, dosa, dan luka…” suami Mikha Tambayong ini kembali mengulang aksi selingkuhnya dengan sangat fasih.
Sementara itu Ariel Tatum memang selama ini telah piawai memainkan lakon menjadi perempuan penggoda didukung dengan bodi dan gaya sensualnya. Bahkan peran penggoda terkesan melekat padanya. Maka penempatan Ariel Tatum sebagai Asih, pramusiwi yang mengincar majikan laki-laki sungguh cocok untuknya.
Pemeran lain yang tak kalah fasih adalah Asri Welas yang memainkan peran sebagai Mbak Kar, asisten rumah tangga (ART) senior di rumah Alina. Kegemasan dia terhadap pelakor terlihat sangat natural, terlebih dalam adegan Mbak Kar saat mewanti-wanti Asih agar jangan berani menggoda bosnya (Reza). Kata-kata yang dilontarkan dengan mengarahkan dua jari ke mata Asih disertai nada intimidatif, memperlihatkan ekspresi sempurna kebencian dia kepada pelakor.
Tak ketinggalan pemain cilik Rachel Mikhayla yang telah memiliki jam terbang di berbagai sinteron dan film “Jalan Pulang”, sehingga mampu tampil mengesankan menjadi anak Marshanda dan Deva dalam cerita sinema kali ini.
Pantas dipertanyakan
Dari keseluruhan cerita yang mengharu-biru, ada saja hal-hal mengganggu yang layak dipertanyakan, seperti muncul isu guna-guna di pertengahan cerita yang mewarnai sekitar separuh durasi film hingga akhir.
Bagi pengunjung bioskop yang tidak berniat menonton film horor, kemunculan praktik mistik yang tak terduga dapat menimbulkan rasa hilang minat. Apalagi unsur horor yang diramu dengan pesan moral dalam nuansa religi khas Hanung Bramantyo terasa bukan hal baru.
Pandangan konservatif dalam beragama, di mana perempuan (istri) harus taat sepenuhnya apa kata suami dalam hal apapun, juga sempat terbersit dalam adegan saat Umi Hasanah (Elma Theana) menawarkan Alina untuk menjadi moderator dalam kajian Islam. Di situ, Alina mensyaratkan jika suami mengizinkan, dia baru bersedia memenuhi undangan itu.
Yang juga agak janggal adalah, Reza yang digambarkan dalam keluarga religius mengapa begitu mudah terkena ilmu hitam. Asih pun seperti tanpa mengeluarkan upaya keras untuk menggoda dan menyeret Reza jatuh ke lembah dosa.
Ketika mengetahui rumah tangga Reza merupakan keluarga baik dan taat beragama, tapi Asih tetap melanjutkan misi jahatnya, mengesankan Asih adalah pelakor tak berhati nurani.
Setelah mengingat bahwa film ini diadaptasi dari kisah nyata maka segala ketidaksempurnaan cerita bisa dimaklumi.
Adapun sejumlah pelajaran yang dapat dipetik dari tayangan hiburan ini antara lain pentingnya kewaspadaan para penjaga keutuhan rumah tangga akan hadirnya orang ketiga. Baik pelakor sebagai “profesi” atau peselingkuh yang menjadi “penyakit”, keduanya tidak mudah sembuh, karenanya memberi kesempatan kedua bagi mereka, belum tentu membuahkan kebaikan. Seperti Asih yang selamat dari maut, ternyata di pengujung cerita dia sudah berhasil menggaet calon korban baru.
Nasihat ibu Dina (Ayu Dyah Pasha) kepada Alina merupakan wejangan berharga, bahwa berumah tangga bagai menumpangi sebuah perahu di tengah lautan luas, kita tidak akan tahu sewaktu-waktu diterjang badai dahsyat. Hanya kekuatan mental dan iman yang membuat kita mampu bertahan dan selamat dari ujian.
Kemudian, peringatan akan bahaya keranjingan gawai terdapat pula lewat adegan seseorang yang terus asyik melakukan panggilan video di dekat rumah Alina, hingga sama sekali tidak menyadari adanya keadaan darurat yang terjadi di lokasi itu.
Akhirnya, film yang hampir habis masa tayang di bioskop ini tentu saja pantas memperoleh apresiasi berkat dedikasi tinggi tim produksi dan permainan akting sepenuh hati para pelakon.
Terlepas dari beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian, capaian jumlah penonton hingga 2 juta lebih bukanlah hal mudah yang bisa diraih sembarang film. Apalagi bumbu OST “Segalanya” yang dibawakan oleh pemeran Marshanda begitu ciamik.
