Jakarta (ANTARA) - Mulai hari ini, sorotan dunia bulu tangkis kembali tertuju ke Jakarta. Turnamen BWF World Tour Super 1000 Kapal Api Indonesia Open 2025 resmi bergulir di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, pada 3–8 Juni.
Turnamen ini bukan hanya menjadi salah satu yang paling bergengsi di kalender bulu tangkis dunia, tetapi juga dikenal memiliki atmosfer paling "mengintimidasi" bagi para pemain asing.
Bukan tanpa alasan. Sejak dahulu, Istora dikenal punya "daya magis" yang membuat lawan-lawan seolah bertanding bukan hanya melawan pemain Indonesia, tetapi juga melawan ribuan suporter fanatik yang mengubah arena menjadi lautan semangat.
Setiap teriakan “Indonesia! Indonesia!” bergema seperti genderang perang yang mengguncang mental. Sorak-sorai, hentakan kaki, dan nyanyian dukungan menjadi senjata tak kasatmata yang mampu meruntuhkan kepercayaan diri pemain lawan, bahkan sebelum shuttlecock pertama dipukul.
Suasana di dalam Istora begitu bergelora. Fanatisme penonton, aura kebanggaan nasional, dan atmosfer kompetitif yang begitu kuat telah menciptakan pengalaman yang membekas bagi siapa pun yang pernah bertanding di dalamnya.
Legenda-legenda dunia seperti Lin Dan, Lee Chong Wei, hingga Peter Gade pernah mengakui, bermain di Istora adalah salah satu pengalaman paling menantang sekaligus mengesankan dalam karier mereka.
Sementara bagi pemain Indonesia, Istora adalah rumah. Di sinilah nama-nama besar seperti Taufik Hidayat, Susi Susanti, hingga pasangan ganda legendaris Ricky Subagja/Rexy Mainaky mengukir kejayaan.
Namun, kejayaan itu sempat memudar. Atmosfer Istora itu memang tetap membara, namun yel yel penonton justru berbalik menjadi beban.
Ekspektasi tinggi publik membuat pemain kerap tampil tegang. Kali terakhir Indonesia berjaya terjadi saat ganda putra Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo juara pada edisi 2021. Setelah itu, dominasi justru berpindah ke tangan negara lain.
Misalnya tahun lalu, pemain China mendominasi dengan merebut empat dari lima gelar. Penonton tuan rumah harus menyaksikan Shi Yuqi (tunggal putra), Chen Yufei (tunggal putri), Liang Weikeng/Wang Chang (ganda putra), dan Jiang Zhenbang/Wei Yaxin (ganda campuran) mengangkat trofi.
Satu-satunya gelar yang lolos dari tangan China adalah sektor ganda putri, yang dimenangi pasangan Korea Selatan Baek Ha-na/Lee So-hee.
21 wakil
Kali ini, asa tuan rumah ada pada 21 wakil yang tampil. Dari jumlah itu, hanya lima pasangan yang menyandang status unggulan.
Dari sektor tunggal putra, Jonatan Christie hadir sebagai unggulan kelima, ditemani Chico Aura Dwi Wardoyo dan pemain muda Alwi Farhan. Sektor ini sudah lama tak mencicipi gelar, terakhir melalui Simon Santoso pada 2012.
Sementara di tunggal putri, harapan bertumpu pada Putri Kusuma Wardani dan Komang Ayu Cahya Dewi. Sektor ini bahkan lebih lama lagi paceklik gelar. Terakhir kali juara adalah pada 2001 lewat Ellen Angelina.
Ganda putra, yang menjadi sektor andalan Indonesia, akan menurunkan tiga pasangan unggulan, yaitu Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (unggulan kelima), Sabar Karyaman Gutama/Muhammad Reza Pahlevi Isfahani (ketujuh), dan Leo Rolly Carnando/Bagas Maulana (kedelapan).
Di ganda putri, pasangan Febriana Dwipuji Kusuma/Amallia Cahaya Pratiwi menjadi satu-satunya unggulan (kedelapan). Mereka akan berjuang bersama sejumlah pasangan lainnya, Lanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva Ramadhanti, Meilysa Trias Puspitasari/Rachel Allessya Rose, dan Apriyani Rahayu/Febi Setianingrum.
Lalu ada juga Siti Sarah Azzahra/Agnia Sri Rahayu, Az Zahra Ditya Ramadhani/Arlya Nabila Thesa Munggaran, dan Rinjani Kwinara Nastine/Isyana Syahira Meida.
Sektor terakhir adalah ganda campuran. Enam wakil bersaing dipimpin oleh Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathaniel Pasaribu.
Lalu ada Amri Syahnawi/Nita Violina Marwah, Rehan Naufal Kusharjanto/Gloria Emanuelle Widjaja, Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari, Adnan Maulana/Indah Cahya Sari Jamil, dan Dejan Ferdinansyah/Siti Fadia Silva Ramadhanti.
Ada asa
Meski jumlah wakil terbilang banyak, performa pemain Indonesia sepanjang musim 2025 belum menunjukkan konsistensi.
Hingga awal Juni, baru dua gelar yang diraih, masing-masing melalui ganda putri Lanny/Siti Fadia di Super 300 Thailand Masters dan Jafar/Felisha di ganda campuran Super 300 Taiwan Open.
Pada level yang lebih tinggi seperti Super 500, Super 750, dan Super 1000, Indonesia masih kesulitan untuk berbicara banyak.
Misalnya saja pada turnamen terakhir pada pekan lalu, Super 750 Singapore Open 2025, Fajar/Rian dan Jafar/Felisha menjadi wakil Indonesia yang langkahnya terhenti di perempat final.
Namun asa tetap ada, karena Jafar/Felisha sejak dipasangkan pada Agustus 2024 terus menunjukkan grafik peningkatan.
Pemain lain seperti Putri KW dan Alwi Farhan juga memperlihatkan perkembangan positif. Alwi bahkan mencuri perhatian saat mengalahkan Anders Antonsen dalam laga Indonesia vs Denmark di Piala Sudirman 2025. Di semifinal, ia kembali tampil impresif melawan Korea Selatan.
Di tengah stagnannya prestasi pemain senior seperti Jonatan Christie dan Fajar/Rian, performa positif para pemain muda ini menghadirkan secercah harapan.
Kini publik berharap Istora bisa kembali menularkan magisnya. Aura kejayaan yang sempat redup diharapkan menyala kembali, menjadikan Indonesia Open 2025 bukan hanya panggung persaingan, tetapi juga momentum kebangkitan bulu tangkis Indonesia di rumahnya sendiri.
Ya, magis Istora sejatinya belum padam. Ia hanya tertidur sejenak. Berharap magis itu menyala pada pergelaran di awal Juni ini bukanlah hal yang berlebihan.