Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan ada 11 debitur yang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang berpotensi merugikan keuangan negara sekitar Rp11,7 triliun.
"Sejak Maret 2024, KPK melakukan penyelidikan terhadap kurang lebih 11 debitur. Sebelas debitur yang diberikan kredit oleh LPEI. Ada pun total kredit yang diberikan dan juga menjadi potensi kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut adalah kurang lebih Rp11,7 triliun," kata Kasatgas Penyidik KPK Budi Sokmo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Penyidik KPK saat ini baru menetapkan lima orang sebagai tersangka, dengan dua orang tersangka dari pihak LPEI Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Adapun tiga tersangka dari pihak debitur PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta.
Sepuluh debitur lainnya masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut, untuk kemudian nantinya akan kita sampaikan juga kepada rekan-rekan jurnalis, saat akan ditetapkan sebagai tersangka.
Budi belum bisa mengungkapkan soal 10 debitur yang saat ini tengah diperiksa oleh penyidik KPK karena masih pendalaman, namun, dia mengungkapkan 10 perusahaan tersebut bergerak dalam tiga sektor, perkebunan, perkapalan, dan industri terkait energi.
KPK pada Senin (3/3), mengumumkan telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di lingkungan LPEI.
Lima orang tersangka ini terdiri atas dua orang direktur LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, para tersangka tersebut adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan.
Selain mereka yang menjadi tersangka, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susi Mira Dewi Sugiarta.
Budi menerangkan perkara tersebut berawal pada tahun 2015, atau saat itu PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih 60 juta dolar AS atau sekitar Rp988,5 miliar.
Kredit tersebut diterima dalam tiga termin, yakni termin pertama pada tanggal 2 Oktober 2015 sekitar Rp297 miliar rupiah, kemudian pada tanggal 19 Februari 2016 sebesar Rp400 miliar rupiah, dan pada tanggal 14 September 2017 sebesar Rp200 miliar.
Para direksi dari LPEI ini, kata dia, mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86, yang artinya pengeluaran perusahaan lebih besar dari pendapatan yang berpotensi membuat PT PE kesulitan melakukan pembayaran terhadap kredit yang diberikan oleh PT LPEI.
Direksi LPEI yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut juga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan proposal kredit.
PT PE juga membuat kontrak palsu, kemudian menjadi dasar mengajukan kredit kepada LPEI. Hal tersebut diketahui oleh direksi dari PT LPEI. Namun, keduanya bahkan membiarkan dan tidak melakukan evaluasi ketika pembayaran kredit termin pertama tidak lancar.
Menurut Budi, hal itu sudah diketahui dan sudah diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur. Para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawah, bahwa sebenarnya PT PE tidak berhak mendapatkan top up sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar setelah pengucuran yang pertama.
Semua masalah tersebut diabaikan oleh kedua direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan terhadap dikeluarkannya kredit tersebut.
Hal itu karena sebelum dilaksanakan pemberian kredit terjadi pertemuan antara direksi PT PE dan direksi LPEI. Mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah.
Atas perbuatan melawan hukum tersebut, penyidik KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka dengan perhitungan kerugian keuangan negara masih dalam perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
KPK optimistis bisa memulihkan kerugian keuangan negara sebesar 60 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp988,5 miliar akibat perkara dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di LPEI.Budi belum bisa memberikan keterangan lebih detail soal langkah apa saja yang akan ditempuh KPK untuk mengembalikan uang tersebut ke kas negara, namun dia optimis hal tersebut akan terlaksana seiring berjalannya proses penyidikan.
"Dalam proses insyaallah akan bisa tercover seluruhnya untuk kita kembalikan kepada negara kurang lebih Rp900 miliar rupiah," ujarnya.
Raup laba
LPEI membukukan laba bersih setelah pajak sebesar Rp232,5 miliar pada 2024.
Pelaksana Tugas Ketua Dewan Direktur merangkap Direktur Eksekutif LPEI Yon Arsal mengatakan, pencapaian ini merupakan hasil dari upaya penyehatan yang dilakukan secara konsisten sejak 2020.
“LPEI terus berupaya meningkatkan pertumbuhan bisnis yang prudent dan berkelanjutan, tercermin dalam pencapaian positif sepanjang 2024. LPEI berhasil mencetak pertumbuhan laba, perbaikan kualitas aset serta rasio modal yang kuat,” ujar Yon Arsal di Jakarta, Selasa (11/2/2025).
Sepanjang 2024, LPEI fokus memperbaiki kinerja keuangan yang ditunjukkan melalui rasio keuangan, seperti meningkatnya rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) sebesar 34,25 persen, dari 17,82 persen di tahun sebelumnya.
Selain itu, recovery asset collection mencapai Rp2,8 triliun pada 2024 dengan rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) net sebesar 4,52 persen, masih dalam batas yang dapat diterima industri keuangan, dan return on equity (ROE) sebesar 2,51 persen, meningkat dari minus 71,71 persen pada tahun sebelumnya.
Dari sisi kualitas aset produktif, pertumbuhan pembiayaan difokuskan pada portfolio terpilih (selected portofolio) yang tumbuh dua persen menjadi Rp30,2 triliun.
Yon Arsal menyampaikan, manajemen LPEI telah melaksanakan berbagai langkah strategis dalam lima tahun terakhir untuk menyehatkan lembaga, antara lain penerapan strategi bisnis yang selektif, penguatan aspek manajemen risiko melalui perbaikan proses, sistem, dan penyempurnaan kebijakan.
Kemudian manajemen LPEI juga fokus untuk melakukan pemulihan dan pengelolaan aset bermasalah, penguatan sumber daya manusia, teknologi informasi, dan operasional dan pengelolaan biaya operasional yang hati-hati dan disiplin.
Sebagai bagian dari pelaksanaan mandat Undang-Undang No. 2 tahun 2009 tentang LPEI, lembaga ini juga memberikan dukungan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) berorientasi ekspor melalui kegiatan jasa konsultasi.
Sepanjang 2024, LPEI bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bank Indonesia, dan berbagai pemerintah daerah, berhasil mendorong tumbuhnya 1.097 eksportir baru dan pembangunan 928 Desa Devisa baru, sehingga total Desa Devisa mencapai 1.845 desa secara akumulatif.
Dalam menjalankan peran sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Pemerintah, LPEI mencatat penyaluran pembiayaan melalui program Penugasan Khusus Ekspor (PKE) mencapai lebih dari Rp7,2 triliun di tahun 2024, dan lebih dari Rp20 triliun sejak tahun 2020.
Melalui PKE, LPEI mendukung program strategis Pemerintah dalam mendorong daya saing ekspor nasional, termasuk fasilitasi perluasan pasar ekspor ke negara-negara di Kawasan Afrika, Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa Timur, dan Amerika Latin. Fasilitasi ekspor bagi industri farmasi dan alat kesehatan, serta industri strategis seperti alat transportasi dan penerbangan.
Kehadiran Pemerintah melalui Program PKE di tahun 2024 juga terlihat dalam fasilitas pembiayaan dan penjaminan untuk produksi gerbong wagon produksi Indonesia untuk ekspor ke Selandia Baru dan penyediaan fasilitas kredit modal kerja ekspor kepada BUMN Farmasi untuk memproduksi vaksin dan melakukan ekspor ke lebih dari 160 negara.
Pemanfaatan Program PKE sepanjang 2024 telah menciptakan developmental impact hingga Rp18,8 triliun dengan negara tujuan ekspor lebih dari 90 negara dan akan terus bertumbuh.
LPEI berkomitmen untuk menjaga kesehatan lembaga sehingga dapat menjalankan fungsi dan perannya mendukung pertumbuhan ekspor nasional dalam ekosistem ekspor, melalui pertumbuhan bisnis yang sehat, prudent dan berdasarkan tata kelola lembaga yang baik.
Strategi LPEI untuk mencapai sasaran 2025 meliputi mempertahankan dan meneruskan proses transformasi yang memperkuat fondasi lembaga, serta membangun sinergi dan kolaborasi dengan instansi kementerian, lembaga, otoritas, institusi keuangan, mitra pelaku usaha, dan pemerintah daerah.
Melalui strategi dan komitmen yang dituangkan dalam rencana dan program kerja ke depan, LPEI berharap dapat menjadi lembaga yang kredibel dan diandalkan oleh Pemerintah Indonesia, serta berkontribusi aktif dalam peningkatan daya saing ekspor Indonesia dan pertumbuhan ekspor nasional.
Baca juga: KPK optimis pulihkan kerugian keuangan negara sebesar Rp988,5 miliar di perkara LPEI
Baca juga: LPEI dorong ekspor aren Banten via Program Desa Devisa
Baca juga: LPEI pamerkan produk UMKM mitra binaan pada Road to G20