Bekasi (Antara Megapolitan) - Pasangan suami-istri, Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, diduga mendanai sejumlah usaha keluarga bernilai miliaran rupiah yang bersumber dari hasil produksi dan penjualan vaksin palsu.
"Dalam fakta persidangan diungkap Hidayat dan Rita memiliki usaha keluarga berupa peternakan ayam, bisnis penjualan pakaian dalam dan pakaian tidur, hingga tempat tinggal kontrakan," kata Kepala Seksi Pidana Umum Andi Adikawira di Bekasi, Senin.
Hal itu terungkap dalam fakta persidangan di Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat, yang berisi agenda keterangan terdakwa, Senin siang.
Menurut dia, usaha peternakan terdakwa di kawasan Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang dimulai sejak 2009 mampu memasarkan rata-rata 10 ribu ekor ayam broiler per bulan yang dibeli seharga Rp3.000 per ekor.
"Lahan peternakan menurut pengakuan terdakwa seluas 15x4,5 meter per segi," katanya.
Namun pada 2013, terdakwa mengganti usaha peternakan dengan tempat tinggal kontrakan berjumlah lima lokal kamar yang seluruhnya telah tersewakan.
Dalam fakta persidangan juga terungkap pasangan tersebut juga menggarap bisnis jual-beli pakaian dalam untuk dewasa dan anak-anak dengan membuka sebuah ruko di pusat perbelanjaan Revo Town Jalan Ahmad Yani, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada 2009 hingga 2013.
Usaha pakaian dalam itu diakui terdakwa digarap bersama saudaranya.
"Usaha tersebut berjalan bersamaan dengan produksi vaksin palsu yang digarap terdakwa sejak 2010 hingga 2016 sehingga ada kemungkinan pencucian uang dalam bisnis keluarganya," katanya.
Dikatakan Andi, usaha tersebut dijalani terdakwa di luar kepemilikan aset rumah, kendaraan dan harta rumah tangga lainnya di Perumahan Kemang Pratama yang ditaksir berkisar total mencapai Rp5 miliar.
Ketua Majelis Hakim PN Bekasi Oloan Silalahi dalam agenda sidang mencecar pertanyaan seputar pendapatan terdakwa yang murni dari hasil profesi legal. Hidayat sebagai staf Human Resouce Development (HRD) di Yamaha pada periode 2004-2015 dan perawat di Rumah Sakit Mitra Keluarga pada periode 1998-2003.
Sementara istrinya bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Hermina sejak 1998 hingga 2007.
Dalam fakta persidangan terdakwa Hidayat mengaku hanya memperoleh gaji bulanan rata-rata Rp3-8 juta per bulan, sementara Rita memperoleh gaji Rp3,5 juta per bulan.
Menurut Andi, pendapatan profesi legal terdakwa tidak berbanding lurus dengan fakta kepemilikan aset serta modal usaha yang mereka jalani, kecuali ada keterlibatan dana dari hasil produksi dan penjualan vaksin palsu.
"Dalam berkas dakwaan, terdakwa mampu menghasilkan pendapatan dari usaha vaksin palsu rata-rata Rp20-30 juta per bulan, namun dalam sidang tadi diakui hanya berkisar Rp20 juta per bulan," katanya.
Terdakwa saat ini dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan pidana pencucian uang dengan ancaman 20 tahun penjara serta denda maksimal Rp10 miliar.
"Saat ini seluruh aset terdakwa sudah kami sita untuk kepentingan hukum," katanya.
Produsen Vaksin Palsu Jalani Sidang Pencucian Uang
Senin, 21 Agustus 2017 21:23 WIB
Dalam berkas dakwaan, terdakwa mampu menghasilkan pendapatan dari usaha vaksin palsu rata-rata Rp20-30 juta per bulan, namun dalam sidang tadi diakui hanya berkisar Rp20 juta per bulan.