Sukabumi (ANTARA) - Berbagai cara dilakukan oleh para calon anggota legislatif (caleg) maupun tim sukses atau tim pemenangan calon untuk mengenalkan diri dan meraih simpati dari masyarakat agar bisa terpilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Upaya memperkenalkan diri itu, salah satunya dengan memasang alat peraga kampanye (APK), mulai dari berbentuk poster, spanduk, hingga baligho di berbagai lokasi yang dinilai strategis dan menjadi pusat keramaian atau berkumpulnya masyarakat.
Ratusan ribu APK itu terpasang hampir di seluruh sudut jalan perkotaan hingga perdesaan atau setiap ada permukiman warga, di situ terdapat APK caleg, partai politik, maupun Capres dan Cawapres RI.
Keberadaan atribut kampanye itu sudah mulai ramai sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan jadwal kampanye. Bahkan, jumlahnya semakin membeludak setelah lembaga penyelenggara pemilu itu menentukan jadwal kampanye, terhitung dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Banyak oknum yang memasang APK tersebut di daerah atau zona terlarang atau melanggar aturan pemasangan, salah satunya di pohon. Hampir seluruh pohon berukuran besar menjadi sasaran empuk untuk dijadikan tempat memasang APK.
Pohon merupakan makhluk hidup yang juga bisa merasakan sakit. Jika pohon itu bisa bicara, pasti sudah merintih saat dijerat dengan tali/tambang atau ditancap dengan paku saat dipasangi APK.
Entah belum tahu atau karena tidak mengindahkan aturan, pohon bukan merupakan tempat untuk kampanye (memasang APK) dan sudah jelas aturannya, yakni Pasal 70 ayat 1 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemasangan Alat Peraga Kampanye, salah satunya larangan tidak memasang APK di pohon.
Parahnya lagi, ribuan APK tersebut, biasanya hingga beberapa hari berakhirnya masa kampanye masih tetap berada di pohon, baik yang hanya sebatas diikat maupun dengan cara dipaku.
Imbauan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pemerintah daerah, baik kota maupun Kabupaten Sukabumi, untuk tidak memasang APK di pohon tetap tidak diindahkan. Bukannya jumlah alat kampanye itu berkurang, justru malah bertambah.
Satu pohon bisa terpasang beberapa APK caleg dari berbagai partai politik. Tentunya ini sangat disayangkan, karena aturan ditabrak hanya demi kepentingan pribadi dan golongan.
Sudah seharusnya ini menjadi dasar pertimbangan bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya, jika memasang APK di pohon dianggap sepele, apalagi aturan sudah berani dilanggar.
Salahi semangat kampanye
Maraknya APK yang terpasang di pohon juga mendapatkan perhatian dari KPU Kota Sukabumi yang menyebutkan hal itu tidak mengindahkan aturan yang sudah jelas dan menyalahi semangat dari kampanye itu sendiri.
Kampanye merupakan wahana untuk menarik simpati dan memperkenalkan diri kepada masyarakat, namun sayangnya saat kampanye banyak aturan yang dilanggar, salah satunya memasang APK di pohon.
Dengan demikian bisa dilihat kualitas peserta pemilu, apakah bisa menjadi contoh baik atau buruk dan ini harus benar-benar menjadi pertimbangan masyarakat dalam menentukan siapa yang layak memimpin bangsa ini dalam lima tahun ke depan.
KPU pun menyayangkan masih banyaknya APK yang terpasang di pohon. Belum dapat disimpulkan apakah fakta ini merupakan kesalahan caleg, parpol, atau tim pemenangan, atau justru ketidaktahuan dari oknum yang diberi tugas untuk memasang APK.
Jika melihat benang merahnya, seharusnya pelanggaran seperti ini tidak terjadi karena KPU kerap berkoordinasi dengan narahubung (LO) partai terkait pemasangan APK yang baik dan benar sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.
Karena itu, seharusnya tidak ada lagi alasan melanggar aturan kampanye.
Apapun bentuk pelanggaran yang dilakukan tentunya mencerminkan peserta pemilu tersebut. Pohon memiliki nyawa, sehingga jika melukainya sama saja dengan menyakiti sesama makhluk hidup. Maka dari itu, masyarakat harus peka untuk menentukan siap yang layak.
Menjadi perhartian
Pemasangan APK di pohon juga menjadi perhatian dari berbagai elemen masyarakat, sehingga tidak sedikit APK yang menjadi ajang vandalisme oleh orang tidak dikenal, yang bisa dimaknai sebagai ekspresi kekecewaan.
Aksi vandalisme tersebut diduga dilakukan sebagai bentuk protes dan juga merupakan edukasi bagi masyarakat bahwa pohon bukan tempat atau sarana untuk kampanye. Beberapa APK yang terpasang di pohon mendapatkan coretan cat yang bertuliskan "Pohon bukan tempat kampanye".
Aktivis lingkungan hidup juga ikut mengomentari fakta pelanggaran ini, salah satunya dari aktivis "Kusubumiku" yang menyayangkan sekaligus mengecam pemasangan APK yang tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup.
Dampak dari pemasangan APK tersebut, apalagi sampai dipaku, bisa menyebabkan pohon tersebut mati. Kondisi seperti ini terus berulang setiap mendekati pemilu maupun pilkada. Pohon selalu menjadi korban dari oknum-oknum calon pemimpin di berbagai tingkatan yang tidak bertanggung jawab.
Seperti diketahui pohon memiliki banyak fungsi, mulai dari mencegah terjadinya bencana, pelindung, tempat untuk berteduh, menampung air dan masih banyak lagi. Masih banyak tempat lain untuk dijadikan sarana pemasangan APK. Karena itu, tindakan tegas dari instansi ataupun lembaga terkait harus dilakukan.
Pada pemilu-pemilu mendatang diharapkan sudah tidak ada lagi pohon yang terpasang APK, karena, selain bisa merusak lingkungan hidup, dampak lainnya kota menjadi kumuh dengan keberadaan APK tersebut.
Pohon bukan tempat kampanye
Oleh Aditia Aulia Rohman Rabu, 7 Februari 2024 20:14 WIB