Maluku Tengah (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di banyak kesempatan selalu menyampaikan mengenai kebijakan penangkapan ikan terukur.
Kebijakan itu, yakni pengendalian yang dilakukan dengan menerapkan sistem kuota (catch limit) kepada setiap pelaku usaha. Dengan demikian, maka tidak hanya sumber daya ikan yang lestari, namun hal itu akan memiliki efek ganda bagi pembangunan nasional, selain sebagai penopang ketahanan pangan.
Kondisi perikanan Indonesia juga telah diatur dengan baik melalui sejumlah regulasi yang diharapkan dapat mencegah terjadinya penangkapan ikan yang berlebihan dan barbar.
Misalnya, Keputusan Menteri KKP Nomor 50 Tahun 2017. Kepmen itu mengatur tentang estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan.
Pada 2022 juga terbit Kepmen KP Nomor 19/2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Ikan.
Nun jauh di bagian timur Indonesia, tepatnya di Dusun Tanjung Air Panas, Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, nelayan-nelayan kecil setempat mampu berprestasi dunia, yakni bisa meraih sertifikasi ekolabel global perikanan dari organisasi nirlaba internasional Marine Stewardship Council (MSC).
Pada Januari 2024, tepat tiga tahun Kelompok Nelayan Dusun Tanjung Air Panas ditetapkan memenuhi standar keberlanjutan dan memegang sertifikasi MSC, setelah mendapat pendampingan dari Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI).
Nelayan Dusun Tanjung Air Panas telah bergerak menuju keberlanjutan lebih dari tiga tahun bersama mitranya AP2HI. Perjalanan nelayan bersama mitranya itu berupaya untuk mendukung nelayan hand line atau pancing ulur ikan tuna dalam mencapai sertifikasi MSC.
Kerja keras bersama itu akhirnya membuahkan hasil maksimal, yakni tatkala nelayan skala kecil yang beroperasi dengan armada kapal berkapasitas 1-2 gross tonnage (GT) menggunakan pancing ulur ini berhasil menunjukkan praktik keberlanjutannya terhadap standar global MSC. Perikanan tuna Dusun Tanjung Air Panas pada bulan Januari 2021 mendapatkan sertifikasi perikanan MSC.
Menurut Commercial Communication Officer MSC Usmawati Anggita Sakti, nelayan mendapat banyak manfaat setelah mengantongi sertifikasi perikanan berkelanjutan. Manfaat tersebut di antaranya permintaan ekspor meningkat dan harga jual yang lebih baik.
Kemudian, manfaat lainnya adalah terbangun kesadaran mitra perusahaan dalam menjaga laut bagi generasi mendatang. Artinya, bukan hanya produk dan lingkungan yang terjaga, tapi pada proses tersebut ada hak-hak dan kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan mulai dari nelayan hingga pekerja pabrik yang terpenuhi.
MSC sendiri adalah organisasi nirlaba internasional yang menetapkan standar berbasis sains dan diakui secara global terhadap penangkapan ikan serta keterlacakan makanan laut yang berkelanjutan.
Label MSC biru pada produk makanan laut mengartikan bahwa produk berasal melalui perikanan tangkapan alam yang telah disertifikasi secara independen terhadap standar berbasis sains MSC.
Ekspor ikan
Direktur PT Aneka Sumber Tata Bahari (ASTB) Kuntoro Kusno mengungkapkan perusahaannya mampu mengeskpor 125 ton tuna sirip kuning ke Amerika dalam setahun. Tuna yang diekspor industri perikanan berbasis di Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, ini seluruhnya dari nelayan skala kecil yang telah tersertifikasi MSC.
Pasar global, kini bergantung pada ecolabelling, salah satunya sertifikasi MSC. Sehingga, ikan-ikan non-MSC yang diproduksi PT ASTB hanya dipasarkan secara domestik.
Kuntoro mengakui begitu sulit awal mula menuju sertifikasi MSC, karena perlu memberikan pendampingan kepada nelayan dalam memenuhi standar keberlanjutan perikanan.
Sebagai prakteknya, ia menekankan kepada para nelayan binaan PT ASTB yang hanya berbekal alat tangkap pole and line agar menetapkan motto "one man, one hook, and one fish" atau satu mata pancing, satu umpan dan hanya menangkap satu ikan.
Sehingga, menurut dia, hanya ikan-ikan yang berukuran besar dan benar-benar sedang mengalami kelaparan yang bisa ditangkap.
Standar MSC juga mewajibkan setiap ikan yang masuk ke PT ASTB dilengkapi data berupa informasi nama nelayan, dan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) mana ikan tersebut ditangkap.
Namun, perlahan nelayan mulai paham mengenai standar keberlanjutan perikanan. Terlebih, ada selisih harga sekitar Rp10 ribu per kilogram bagi ikan berstandar MSC. PT ASTB membeli tuna sirip kuning berstandar MSC dari nelayan senilai Rp85 ribu per kilogram.
Kuntoro menginginkan semua nelayan binaan PT ASTB menikmati harga premium tersebut. Sejauh ini hanya nelayan yang beroperasi di WPP 714 atau Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda yang bisa merasakan harga premium. Karena, untuk Unit of Assessment (UoA) Provinsi Maluku, baru WPP 714 yang sudah tersertifikasi MSC.
Sedangkan, dari 1.500 nelayan di PT ASTB, 60 persen di antaranya beroperasi di WPP 715 meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau. WPP 715 untuk UoA Provinsi Maluku hingga kini belum tersertifikasi MSC.
Kuntoro pun mendorong agar WPP 715 yang sedang dalam tahap menuju standar perikanan berkelanjutan, pada Februari 2024 dapat tersertifikasi MSC.
Untuk mempermudah laju ekspor perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku melakukan terobosan berupa pengiriman langsung menggunakan pesawat dari Kota Ambon ke Kota Narita, Jepang.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Provinsi Maluku Rusdi Makatita menjelaskan program pengiriman langsung ini telah dilandasi penandatanganan nota kesepahaman antara DKP Provinsi Maluku dengan pihak maskapai penerbangan.
Melalui program yang mulai berjalan akhir Januari 2024 ini DKP Provinsi Maluku berharap industri-industri perikanan di Maluku tidak mengalami penurunan mutu akibat alur pengiriman yang lama.
Rusdi berharap, industri perikanan dapat memanfaatkan semaksimal mungkin peluang pengiriman yang penerbangannya difasilitasi oleh pemerintah tersebut.
Harga jual spesial nelayan berstandar keberlanjutan global
Oleh M Fikri Setiawan Sabtu, 3 Februari 2024 19:47 WIB