"Penyakit lain juga begitu ya. Karena tidak ada kekebalan khusus untuk itu, bisa tertular kembali. Sebetulnya sembuh bisa, dia bisa sakit lagi, ya mungkin saja," kata dia kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Namun, menurut Sri, bukan berarti mereka yang mengalami disabilitas akibat kusta menyandang penyakit akibat bakteri Mycobacterium leprae itu seumur hidup.
"Padahal bukan. Itu sama dengan penyakit lain yang menimbulkan kelumpuhan misalnya. Semisal stroke, tangan atau kakinya bisa kembali? Enggak juga, padahal stroke-nya sudah selesai. Jadi, kusta bisa disembuhkan," jelas dia.
Cacat, sambung Sri, merupakan bagian dari penyakit di masa lampau atau sisa penyakit. Mereka yang menjadi difabel masih bisa berdaya, disesuaikan kemampuan.
"Stigma kusta, cacat, sudah enggak usah ngapa-ngapain, enggak diberi pekerjaan bahkan sekolah saja tidak boleh. Orang kusta tidak boleh dikucilkan," kata dia.
Berbicara penularan kusta, bakteri penyebab penyakit bisa berada di rongga hidung dan menular melalui droplet atau cairan pernapasan, lendir hidung atau mulut, sama dengan COVID-19.
Oleh karena itu, Sri menyebut kusta ditularkan dengan kontak lama dan erat yang berarti tidak hanya berarti saling bersentuhan, tetapi juga melalui udara yang dihirup bersama untuk waktu yang lama dan erat.
"Jadi, bergantung pada jumlah bakteri yang bisa masuk ke tubuh, daya tahan tubuh, itu sangat menentukan daya tularnya," kata dia.
Berbicara pencegahan, Sri mengatakan bahwa kusta sama seperti penyakit menular lainnya yang bisa dicegah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta memperkuat sistem imun tubuh salah satunya dengan konsumsi makanan nutrisi seimbang.
"Pencegahan utama kalau ada satu orang yang sakit, maka keluarga dekat harus diperiksa juga. Kalau ada kecenderungan tertular, kita berikan obat pencegahan atau kalau sudah positif diobati," tutur dia.
Kemudian, apabila ada salah satu anggota keluarga sakit maka segeralah membawanya ke dokter agar mendapatkan pengobatan.
"Kalau diobati saat itu, bakteri itu gampang mati dengan sekali pengobatan. Itu sudah 90 persen lebih bakteri mati. Jadi kita tinggal membunuh sisanya," demikian ujar Sri.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter: Tidak ada kekebalan khusus kusta