Operasi penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu yang dimuai sejak Kamis (6/2) masih belum membuahkan hasil sekalipun operasi dilakukan dengan melibatkan petugas gabungan dari Balai Konservasi dan sumberdaya alam (BKSDA) Sulteng dan NTT, Polair Polda Sulteng, dan petugas dari Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan.
Berbagai upaya telah dilakukan tim, dimulai dari menyisir muara sungai Palu dengan menggunakan perahu karet, mengumpan buaya dengan menggunakan ayam, hingga memasang jala di Sungai Palu yang dianggap sebagai titik yang kerap munculnya buaya tersebut.
''Tadi sempat masuk dalam pukat, tapi karena arus deras di bagian bawah sungai sehingga lolos lagi,''ungkap Haruna, Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sulteng, Jumat (7/2).
Baca juga: Mitos Kali Bekasi, dari buaya putih sampai serdadu Jepang
Selama dua hari evakuasi, Crocodylus Porosus dengan lilitan ban di lehernya tersebut hanya terlibat kucing-kucingan dengan sejumlah petugas yang menyasarnya karena buaya ini hanya muncul sekian detik ke permukaan, kemudian kembali memunculkan diri di tempat berbeda-beda.
Tidak hanya itu, Menurut Haruna, salah satu kendala yang dialami oleh tim adalah banyaknya warga Palu yang menyaksikan secara langsung evakuasi tersebut sehingga menjadi kendala untuk penyelamatan buaya.
''Kendalanya terlalu banyak masyarakat yang datang. Karena baru buaya muncul sedikit saja sudah luar biasa teriakan,'' jelasnya.
Baca juga: Royal Safari Garden tawarkan sensasi memberikan makan Buaya
Selama evakuasi, Tim penyelamat buaya ini masih mencoba menggunakan metode harpun atau menombak buaya berkalung ban tersebut. Harpun sendiri adalah tombak dengan ujung yang tajam dan di ujung lainnya diikatkan tali. Alat ini biasa digunakan untuk menangkap ikan atau mamalia laut besar seperti Paus.
Menurut Haruna, harpun yang dipakai untuk mengevakuasi ini sudah dirancang sedemikian rupa, sehingga saat ditombakkan, harpun tersebut hanya melukai bagian kulit buaya. Sementara itu untuk metode kerjanya, Haruna mengaku bahwa sama persis dengan memancing ikan.
''metode kerjanya persis sama dengan mancing.tapi tidak bisa langsung ditarik tetapi kalau satwanya kena, dibuat dia lemas kemudian kita bisa giring ke pinggir menggunakan tali yang terikat di harpun.'' jelasnya.
Baca juga: Buaya muncul karena habitatnya terganggu
Dari pantauan ANTARA di lokasi, evakuasi di hari kedua pada Jumat (7/2) berakhir pada pukul 22:30 WITA dan akan kembali dilanjutkan pada hari Sabtu. BKSDA Sulteng sendiri masih akan terus melakukan evakuasi sampai buaya tersebut terselamatkan dari lilitan ban.
''Kami masih akan menggunakan metode harpun dan juga akan lakukan lagi metode-metode lain, tergantung hasil evaluasi,'' tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Berbagai upaya telah dilakukan tim, dimulai dari menyisir muara sungai Palu dengan menggunakan perahu karet, mengumpan buaya dengan menggunakan ayam, hingga memasang jala di Sungai Palu yang dianggap sebagai titik yang kerap munculnya buaya tersebut.
''Tadi sempat masuk dalam pukat, tapi karena arus deras di bagian bawah sungai sehingga lolos lagi,''ungkap Haruna, Kepala Seksi Wilayah I BKSDA Sulteng, Jumat (7/2).
Baca juga: Mitos Kali Bekasi, dari buaya putih sampai serdadu Jepang
Selama dua hari evakuasi, Crocodylus Porosus dengan lilitan ban di lehernya tersebut hanya terlibat kucing-kucingan dengan sejumlah petugas yang menyasarnya karena buaya ini hanya muncul sekian detik ke permukaan, kemudian kembali memunculkan diri di tempat berbeda-beda.
Tidak hanya itu, Menurut Haruna, salah satu kendala yang dialami oleh tim adalah banyaknya warga Palu yang menyaksikan secara langsung evakuasi tersebut sehingga menjadi kendala untuk penyelamatan buaya.
''Kendalanya terlalu banyak masyarakat yang datang. Karena baru buaya muncul sedikit saja sudah luar biasa teriakan,'' jelasnya.
Baca juga: Royal Safari Garden tawarkan sensasi memberikan makan Buaya
Selama evakuasi, Tim penyelamat buaya ini masih mencoba menggunakan metode harpun atau menombak buaya berkalung ban tersebut. Harpun sendiri adalah tombak dengan ujung yang tajam dan di ujung lainnya diikatkan tali. Alat ini biasa digunakan untuk menangkap ikan atau mamalia laut besar seperti Paus.
Menurut Haruna, harpun yang dipakai untuk mengevakuasi ini sudah dirancang sedemikian rupa, sehingga saat ditombakkan, harpun tersebut hanya melukai bagian kulit buaya. Sementara itu untuk metode kerjanya, Haruna mengaku bahwa sama persis dengan memancing ikan.
''metode kerjanya persis sama dengan mancing.tapi tidak bisa langsung ditarik tetapi kalau satwanya kena, dibuat dia lemas kemudian kita bisa giring ke pinggir menggunakan tali yang terikat di harpun.'' jelasnya.
Baca juga: Buaya muncul karena habitatnya terganggu
Dari pantauan ANTARA di lokasi, evakuasi di hari kedua pada Jumat (7/2) berakhir pada pukul 22:30 WITA dan akan kembali dilanjutkan pada hari Sabtu. BKSDA Sulteng sendiri masih akan terus melakukan evakuasi sampai buaya tersebut terselamatkan dari lilitan ban.
''Kami masih akan menggunakan metode harpun dan juga akan lakukan lagi metode-metode lain, tergantung hasil evaluasi,'' tambahnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020