Bogor (Antaranews Bogor) - Manfaat tanaman gaharu di Indonesia masih perlu dimaksimalkan, kata Dr Gayuh Rahayu dari Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Institut Pertanian Bogor.
"Karena, justru negara lain yang lebih banyak memanfaatkannya seperti Arab, Tiongkok, Jepang, dan Taiwan," katanya melalui Kantor Humas IPB di Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Jika dioptimalkan, menurut dia, pelaku usaha bisa memetik manfaat maksimal karena harga jual gaharu berkualitas baik mencapai puluhan juta rupiah per kilogramnya.
Gaharu, katanya, secara tradisional digunakan sebagai dupa atau campuran parfum atau untuk aromaterapi.
"Bahkan juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet dan campuran obat batuk," tambahnya.
Dikemukakan bahwa pemanfaatan gaharu lebih luas, selain sebagai bahan dupa dan campuran parfum, gaharu dipakai sebagai campuran ramuan obat karena pada dasarnya aroma wanginya dapat digunakan sebagai aromaterapi.
Ia memberi contoh kalau ada yang pergi ke Mekkah, Arab Saudi, di mal-mal yang ada toko menyediakan bakaran kayu, maka kayu yang dibakar kebanyakan adalah gaharu.
Mengenai kayu gaharu seperti apakah yang bernilai jual tinggi, ia menjelaskan bahwa gaharu sehat justru bernilai rendah.
"Tetapi ketika pohon gaharu sakit dan mengeluarkan gumpalan coklat kehitaman beraroma wangi, kemudian disebut gubal, inilah yang bernilai tinggi," katanya.
Ia menjelaskan, gubal akan diperoleh dari kayu gaharu melalui bantuan cendawan.
Ada beberapa jenis cendawan seperti "acremonium", "cylindrocarpon", dan "fusarium" yang dapat menyebabkan pohon gaharu sakit.
Ketika pohon sakit yang berusaha mempertahankan diri dari serangan cendawan dengan menghasilkan senyawa yang menekan perkembangan cendawan, katanya, senyawa pertahanan tadi jika menumpuk pada bagian kayu.
Maka kayu gaharu yang tadinya berwarna putih dan tidak wangi berubah menjadi berwarna coklat sampai coklat kehitaman dan menjadi wangi dan wanginya mudah menyebar kalau kayunya dibakar.
Sedangkan terkait apakah ada petani Indonesia yang telah menghasilkan gaharu, ia menjelaskan saat ini sudah ada meskipun belum diproduksi secara luas.
Karenanya, kata dia, produksi gubal gaharu di Indonesia selama ini masih mengandalkan produksi alami dari pohon gaharu di hutan alam.
Gayuh Rahayu menyarankan bagi yang ingin membudidayakan pohon ini, sebaiknya banyak belajar kepada orang yang telah dahulu memulai atau konsultasi ke ahli atau peneliti yang menggeluti bidang kayu gaharu itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014
"Karena, justru negara lain yang lebih banyak memanfaatkannya seperti Arab, Tiongkok, Jepang, dan Taiwan," katanya melalui Kantor Humas IPB di Bogor, Jawa Barat, Jumat.
Jika dioptimalkan, menurut dia, pelaku usaha bisa memetik manfaat maksimal karena harga jual gaharu berkualitas baik mencapai puluhan juta rupiah per kilogramnya.
Gaharu, katanya, secara tradisional digunakan sebagai dupa atau campuran parfum atau untuk aromaterapi.
"Bahkan juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet dan campuran obat batuk," tambahnya.
Dikemukakan bahwa pemanfaatan gaharu lebih luas, selain sebagai bahan dupa dan campuran parfum, gaharu dipakai sebagai campuran ramuan obat karena pada dasarnya aroma wanginya dapat digunakan sebagai aromaterapi.
Ia memberi contoh kalau ada yang pergi ke Mekkah, Arab Saudi, di mal-mal yang ada toko menyediakan bakaran kayu, maka kayu yang dibakar kebanyakan adalah gaharu.
Mengenai kayu gaharu seperti apakah yang bernilai jual tinggi, ia menjelaskan bahwa gaharu sehat justru bernilai rendah.
"Tetapi ketika pohon gaharu sakit dan mengeluarkan gumpalan coklat kehitaman beraroma wangi, kemudian disebut gubal, inilah yang bernilai tinggi," katanya.
Ia menjelaskan, gubal akan diperoleh dari kayu gaharu melalui bantuan cendawan.
Ada beberapa jenis cendawan seperti "acremonium", "cylindrocarpon", dan "fusarium" yang dapat menyebabkan pohon gaharu sakit.
Ketika pohon sakit yang berusaha mempertahankan diri dari serangan cendawan dengan menghasilkan senyawa yang menekan perkembangan cendawan, katanya, senyawa pertahanan tadi jika menumpuk pada bagian kayu.
Maka kayu gaharu yang tadinya berwarna putih dan tidak wangi berubah menjadi berwarna coklat sampai coklat kehitaman dan menjadi wangi dan wanginya mudah menyebar kalau kayunya dibakar.
Sedangkan terkait apakah ada petani Indonesia yang telah menghasilkan gaharu, ia menjelaskan saat ini sudah ada meskipun belum diproduksi secara luas.
Karenanya, kata dia, produksi gubal gaharu di Indonesia selama ini masih mengandalkan produksi alami dari pohon gaharu di hutan alam.
Gayuh Rahayu menyarankan bagi yang ingin membudidayakan pohon ini, sebaiknya banyak belajar kepada orang yang telah dahulu memulai atau konsultasi ke ahli atau peneliti yang menggeluti bidang kayu gaharu itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014