Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat diminta memperhatikan ruang kesempatan kerja bagi warga lokal karena meski diklaim sebagai daerah industri terbesar se-Asia Tenggara, tingkat pengangguran di Kabupaten Bekasi terbilang tinggi.

"Ini isu penting yang harusnya ditindaklanjuti secara serius. Kami tentu tidak melarang siapa pun bekerja di Kabupaten Bekasi, namun ada ruang khusus juga yang diberikan pada pekerja lokal," kata Pembina Forum Informasi Ketenagakerjaan, Gunawan di Central Park Meikarta, Rabu.

Menurut dia, persoalan kesempatan kerja bagi warga lokal sedianya menjadi atensi khusus pemerintah daerah, terutama Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tenaga Kerja yang tidak membahas secara detail aturan tentang kesempatan bagi pekerja lokal.

"Di peraturan tersebut, hanya ditulis bahwa perusahaan harus mempekerjakan tenaga kerja lokal sebanyak-banyaknya. Persoalan sebanyak-banyaknya ini kami sayangkan. Harusnya ada ketentuan yang mengikat, misalkan 40 persen dari jumlah karyawan yang ada atau berapa, tapi ada angka pasti," kata dia.

Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno mengatakan, untuk menjawab persoalan pekerja lokal sebenarnya Pemerintah Kabupaten Bekasi tinggal menegakkan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2016 tentang Ketenagakerjaan yang diatur lebih detail melalui Perbup 3/2019.

"Sebenarnya pada aturan tersebut telah disusun sebagaimana mestinya, salah satunya tentang tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal ini memang harus diberi ruang. Karena jangan sebagai daerah industri terbesar, menyerap tenaga kerja tapi warga Kabupaten Bekasi-nya justru menganggur," ucapnya.

Belum lama ini, lanjut dia, sejumlah pasal pada Perda Ketenagakerjaan digugat oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia pada Mahkamah Agung. Namun, seluruh gugatan ditolak MA. Hal tersebut menunjukkan regulasi tersebut telah memenuhi ketentuan.

"Makanya tinggal bagaimana menerapkan aturan serta memaksimalkan pengawasannya," kata dia.

Berdasarkan putusan nomor 67 P/HUM/2019, MA menolak seluruh gugatan terhadap sejumlah pasal. Salah satu yang digugat yakni pasal 28 ayat 1 yang menyebutkan bahwa dalam penerimaan tenaga kerja, perusahaan wajib memberikan kesempatan terhadap tenaga kerja lokal dengan lebih mengutamakan warga sekitar.

Pasal itu digugat karena dianggap bertentangan dengan pasal 5 Undang-undang 3 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan, namun gugatan ditolak.

"Dengan ditolaknya itu, berarti kan Perda sudah teruji, maka segera ditegakkan," ucap Nyumarno.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi, Edi Rochyadi mengatakan, saat ini jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bekasi mencapai 800.000 pekerja. Namun, di balik tingginya jumlah pekerja, angka pengangguran pun tinggi hingga mencapai 147.000 orang yang di antaranya warga lokal.

"Tingginya pengangguran itu selain karena warga lokal tapi juga pendatang yang bekerja di sini kemudian kontraknya habis tapi tidak kembali ke daerahnya. Mereka memilih bertahan dengan mencoba melamar ke perusahaan lain," katanya.

Sedangkan mengenai kesempatan kerja warga lokal, Edi mengakui jika regulasi tidak mengatur secara detail. Meski begitu, pihaknya terus mendorong perusahaan untuk mendahulukan kesempatan bagi pekerja lokal.

"Setelah Perbup terbit, kami langsung sosialisasi ke perusahaan meski tidak ada anggaran untuk itu. Kami minta perusahaan bila ada informasi lowongan agar lebih dulu disampaikan ke kecamatan, serta upaya lain dengan mendorong pekerja lokal agar diberi kesempatan lebih. Kami tidak diam, dan terus bekerja. Namun persoalan ini tidak hanya Dinas Tenaga Kerja namun seluruh pihak untuk terus memonitor serta mendorong pekerja lokal Kabupaten Bekasi bekerja di daerahnya. Ini terus kami lakukan," tandas Edi.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019