Bogor (ANTARA News Megapolitan) - Lutfi Rahmaningtyas (22) anak seorang tukang ojek asal Kabupaten Semarang, Jawa Tengah menjadi lulusan terbaik Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Fahutan-IPB) dengan indeks prestasi kumulatif atau IPK 3,95 dengan predikat `Cumlaude`.
Bertempat di Graha Widya Wisuda IPB Kampus Dramaga, Bogor, Rabu, Lufti didampingi oleh ayahnya Juwari (54) dan ibunya Sri Lestari (49) menghadiri prosesi Wisuda tahap III tahun ajaran 2018/2019.
"Setelah lulus saya berencana bekerja secara profesional dimanapun untuk mengambil andil dalam upaya konservasi sumber daya hutan," katanya.
Menjadi lulusan terbaik diraih Lutfi dengan perjuangan, membagi waktu antara kuliah, bekerja sambilan sebagai pengajar dan asisten dosen guna mendapatkan uang tambahan demi membiayai kuliahnya.
Walau bapaknya seorang tukang ojek yang biasa mangkal di Pasar Babadan, Semarang, dan ibu seorang ibu rumah tangga, tetapi kedua orang tuanya sangat mementingkan pendidikan Lutfi dan kedua adiknya.
"Bapak saya hanya lulusan SD, penghasilannya tidak menentu rata-rata Rp30 sampai Rp50 ribu. Bapak selalu bilang, kalau anak-anak bapak harus sekolah sampai tinggi," kata Lutfi.
Menurut Lutfi, walau bapaknya hanya seorang tukang ojek dengan penghasilan pas-pasan, tetapi memiliki komitmen untuk menyekolahkan anaknya dari SD sampai SMA. Bahkan tak jarang, bapaknya harus meminjam uang untuk biaya sekolah ketiga anaknya.
Beruntungnya Lutfi termasuk anak berprestasi sehingga mendapatkan beasiswa yang membantu meringankan beban kedua orangtuanya.
"Bapak pernah berpesan kepada kami bertiga kalau mempunyai kewajiban untuk menyekolahkan kami hingga SMA, selebihnya biaya sendiri," kata dara berhijab ini.
Lulus dari SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Lutfi menerima beasiswa Bidikmisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan masuk IPB melalui jalur SNMPTN.
Sebelum memulai perkuliahan, karena tidak memiliki ongkos untuk berangkat ke Bogor, Lutfi menggunakan waktu luang setelah lulus Ujian Nasional (UN) bekerja di pabrik Nissin.
"Alhamduilillah, uang gajinya digunakan untuk ongkos ke Bogor," katanya.
Selama menempuh pendidikan di IPB, Lutfi tidak pernah mendapatkan kiriman uang dari kedua orang tuanya. Dan malangnya, setahun yang lalu, Jawari ayahnya mendapat serangan stroke ringan, dan sampai sekarang harus rutin berobat, belum bisa bekerja lagi.
Untuk memenuhi biaya hidup dan uang perkuliahan, Lutfi membagi waktu antara kuliah, kerja dan belajar. Ia mengajar di Bimbel mitra PPKU, dalam seminggu mengajar tiga sampai empat kali.
Karena jadwal kuliah yang cukup padat di Departemen KSHE dari Senin sampai Jumat, ditambah jadwal praktikum, Lutfi tidak mengambil banyak kelas, dan juga masih menyisakan waktu untuk berorganisasi.
"Saya harus mencari uang tambahan dengan mengajar les di bimbel terutama untuk membayar biaya praktikum yang mengharuskan ke lapang," katanya.
Beasiswa Bidikmisi membantunya untuk membiaya kuliah, sementara beastudi Etos selama dua tahun berupa biaya asrama membantunya mengurangi biaya hidup.
Lutfi menamatkan pendidikan dari program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, bercita-cita ingin melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi.
Selama kuliah ia juga aktif menjadi pengurus BEM KM IPB, BEM Fakultas Kehutanan, dan Himpunan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova).
Pernah menjadi bagian dari kepanitiaan MPKMB 52 dan The 23rd TRI-U IJSS. Selain itu, pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan empat mata kuliah di Fakultas Kehutanan.
Prestasi yang pernah dicapainya adalah menjadi mahasiswa berprestasi tingkat departemen serta menjadi peserta dalam kegiatan `4th?International Wildlife Symposium`.
"Saya sangat bersyukur karena dengan adanya kegiatan pembinaan rutin dari Beastudi Etos, saya mendapatkan berbagai materi dan bimbingan dalam menghadapi tantangan selama kuliah di IPB hingga akhirnya bisa lulus," kata Lutfi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Bertempat di Graha Widya Wisuda IPB Kampus Dramaga, Bogor, Rabu, Lufti didampingi oleh ayahnya Juwari (54) dan ibunya Sri Lestari (49) menghadiri prosesi Wisuda tahap III tahun ajaran 2018/2019.
"Setelah lulus saya berencana bekerja secara profesional dimanapun untuk mengambil andil dalam upaya konservasi sumber daya hutan," katanya.
Menjadi lulusan terbaik diraih Lutfi dengan perjuangan, membagi waktu antara kuliah, bekerja sambilan sebagai pengajar dan asisten dosen guna mendapatkan uang tambahan demi membiayai kuliahnya.
Walau bapaknya seorang tukang ojek yang biasa mangkal di Pasar Babadan, Semarang, dan ibu seorang ibu rumah tangga, tetapi kedua orang tuanya sangat mementingkan pendidikan Lutfi dan kedua adiknya.
"Bapak saya hanya lulusan SD, penghasilannya tidak menentu rata-rata Rp30 sampai Rp50 ribu. Bapak selalu bilang, kalau anak-anak bapak harus sekolah sampai tinggi," kata Lutfi.
Menurut Lutfi, walau bapaknya hanya seorang tukang ojek dengan penghasilan pas-pasan, tetapi memiliki komitmen untuk menyekolahkan anaknya dari SD sampai SMA. Bahkan tak jarang, bapaknya harus meminjam uang untuk biaya sekolah ketiga anaknya.
Beruntungnya Lutfi termasuk anak berprestasi sehingga mendapatkan beasiswa yang membantu meringankan beban kedua orangtuanya.
"Bapak pernah berpesan kepada kami bertiga kalau mempunyai kewajiban untuk menyekolahkan kami hingga SMA, selebihnya biaya sendiri," kata dara berhijab ini.
Lulus dari SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Lutfi menerima beasiswa Bidikmisi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan masuk IPB melalui jalur SNMPTN.
Sebelum memulai perkuliahan, karena tidak memiliki ongkos untuk berangkat ke Bogor, Lutfi menggunakan waktu luang setelah lulus Ujian Nasional (UN) bekerja di pabrik Nissin.
"Alhamduilillah, uang gajinya digunakan untuk ongkos ke Bogor," katanya.
Selama menempuh pendidikan di IPB, Lutfi tidak pernah mendapatkan kiriman uang dari kedua orang tuanya. Dan malangnya, setahun yang lalu, Jawari ayahnya mendapat serangan stroke ringan, dan sampai sekarang harus rutin berobat, belum bisa bekerja lagi.
Untuk memenuhi biaya hidup dan uang perkuliahan, Lutfi membagi waktu antara kuliah, kerja dan belajar. Ia mengajar di Bimbel mitra PPKU, dalam seminggu mengajar tiga sampai empat kali.
Karena jadwal kuliah yang cukup padat di Departemen KSHE dari Senin sampai Jumat, ditambah jadwal praktikum, Lutfi tidak mengambil banyak kelas, dan juga masih menyisakan waktu untuk berorganisasi.
"Saya harus mencari uang tambahan dengan mengajar les di bimbel terutama untuk membayar biaya praktikum yang mengharuskan ke lapang," katanya.
Beasiswa Bidikmisi membantunya untuk membiaya kuliah, sementara beastudi Etos selama dua tahun berupa biaya asrama membantunya mengurangi biaya hidup.
Lutfi menamatkan pendidikan dari program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, bercita-cita ingin melanjutkan studi kejenjang yang lebih tinggi.
Selama kuliah ia juga aktif menjadi pengurus BEM KM IPB, BEM Fakultas Kehutanan, dan Himpunan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova).
Pernah menjadi bagian dari kepanitiaan MPKMB 52 dan The 23rd TRI-U IJSS. Selain itu, pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan empat mata kuliah di Fakultas Kehutanan.
Prestasi yang pernah dicapainya adalah menjadi mahasiswa berprestasi tingkat departemen serta menjadi peserta dalam kegiatan `4th?International Wildlife Symposium`.
"Saya sangat bersyukur karena dengan adanya kegiatan pembinaan rutin dari Beastudi Etos, saya mendapatkan berbagai materi dan bimbingan dalam menghadapi tantangan selama kuliah di IPB hingga akhirnya bisa lulus," kata Lutfi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018