Cikarang, Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Puluhan warga yang merupakan gabungan sejumlah komunitas di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menggelar aksi penanaman bambu kuning di sekitar muara Sungai Citarum di Kecamatan Muaragembong hingga Cabangbungin.
Aksi ini digelar sebagai bentuk kepedulian sekaligus protes terhadap minimnya perhatian pemerintah pada isu-isu lingkungan.
"Dari hasil tinjauan kami di lokasi sejak beberapa waktu sebelumnya, di sisi Sungai Citarum ini kerap longsor, tanah yang tidak kuat sehingga kerap terjadi pergeseran. Maka dari itu kami berinisiatif menanam bambu yang bisa menahan laju longsor," kata perwakilan komunitas Jejak Sejarah Surojudin di Cikarang, Selasa.
Dia mengatakan isu lingkungan di sekitar Muaragembong sebenarnya kerap disuarakan dan telah diungkap di berbagai media hanya saja isu tersebut tidak serta merta ditindaklanjuti oleh pemerintah, baik di daerah maupun pusat.
"Lambannya penanganan dari pemerintah membuat kami berinisiatif menanam bambu di sini," katanya.
Anggota Komunitas Haurwangi Rafiq Sadeli mengatakan dipilihnya bambu untuk ditanam karena dinilai dapat mengikat tanah. Selain itu bambu dapat membuat ruang pada mata air baru.
"Bambu kuning ini bisa mengikat tanah. Seperti kita saksikan, pas belokan sungai daya dorongnya luar biasa, di sisi lain ini sangat berdekatan dengan warga," katanya.
Kegiatan penanaman bambu ini digelar setelah sebelumnya terdapat laporan dari masyarakat terkait kondisi sungai hingga mengakibatkan longsor.
"Karena erosi, terjadi pengikisan, tanah yang tidak kuat ikut bergerak. Masyarakat sudah melaporkan, bahkan sebelum bulan puasa kemarin kejadian longsor, tapi belum ada respon," katanya.
Kerusakan lingkungan di Muaragembong seharusnya dapat ditanggulangi dengan tindakan yang terstruktur dan berkelanjutan, namun sayangnya hal tersebut tidak dilakukan sehingga kerusakan lingkungan tidak kunjung terselesaikan.
Ironisnya dari pada dilakukan perbaikan Muaragembong lebih banyak dijadikan tujuan CSR perusahaan yang digelar sebatas seremonial.
"Ini yang kami sayangkan, hanya sekedar dijadikan tujuan CSR yang sifatnya hanya seremonial. Misalnya penanaman mangrove, sekedar ditanam, selanjutnya mungkin saja mangrove hanyut atau justru hilang sehingga tidak ada hasil," katanya.
Dia menjelaskan kondisi Muaragembong terbilang memprihatinkan selain pengikisan di daerah aliran sungai, Muaragembong pun terjadi abrasi di sekitar bibir pantai. Penyebabnya serupa yakni hilangnya tanaman yang mengikat kontur tanah.
"Sejak 2004-2006 gelombang laut yang menghantam daratan menciptakan abrasi. Dulu ini di sekitar bibir sungai dan pantai banyak rumah-rumah warga, sekarang banyak juga rumah tapi lebih banyak yang sudah tergerus, hancur hingga tenggelam," katanya.
Selain penanaman acara yang diinisiasi oleh Komunitas Historika Bekasi serta berbagai komunitas penggiat sejarah ini pun menggelar diskusi perabadan di Muaragembong. Daerah paling utara di Kabupaten Bekasi ini ternyata dulunya dikenal sebagai pusat perdagangan.
"Muaragembong pernah mengalami peradaban maju sebagai pusat perdagangan, ini terbukti dengan beberapa catatan sejarah dan penemuan-penemuan yang pernah ada terkait aktivitas masa lalu. Baik bukti tersebut ditunjukkan melalui peta kuno. Peta itu memperlihatkan adanya bangunan-bangunan keagamaan, rumah ibadah, maupun bangunan pusat pemerintahan," kata penggiat sejarah Syakiran.
Syakiran menyatakan banyak masyarakat di Muaragembong justru tidak mengenal sejarah daerah yang didiaminya.
"Maka dari itu masyarakat harus tahu dan dapat dijadikan sebagai pelecut semangat. Meski kurang diperhatikan, tapi mereka harus tahu bahwa mereka mampu mengembalikan kejayaan daerahnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Aksi ini digelar sebagai bentuk kepedulian sekaligus protes terhadap minimnya perhatian pemerintah pada isu-isu lingkungan.
"Dari hasil tinjauan kami di lokasi sejak beberapa waktu sebelumnya, di sisi Sungai Citarum ini kerap longsor, tanah yang tidak kuat sehingga kerap terjadi pergeseran. Maka dari itu kami berinisiatif menanam bambu yang bisa menahan laju longsor," kata perwakilan komunitas Jejak Sejarah Surojudin di Cikarang, Selasa.
Dia mengatakan isu lingkungan di sekitar Muaragembong sebenarnya kerap disuarakan dan telah diungkap di berbagai media hanya saja isu tersebut tidak serta merta ditindaklanjuti oleh pemerintah, baik di daerah maupun pusat.
"Lambannya penanganan dari pemerintah membuat kami berinisiatif menanam bambu di sini," katanya.
Anggota Komunitas Haurwangi Rafiq Sadeli mengatakan dipilihnya bambu untuk ditanam karena dinilai dapat mengikat tanah. Selain itu bambu dapat membuat ruang pada mata air baru.
"Bambu kuning ini bisa mengikat tanah. Seperti kita saksikan, pas belokan sungai daya dorongnya luar biasa, di sisi lain ini sangat berdekatan dengan warga," katanya.
Kegiatan penanaman bambu ini digelar setelah sebelumnya terdapat laporan dari masyarakat terkait kondisi sungai hingga mengakibatkan longsor.
"Karena erosi, terjadi pengikisan, tanah yang tidak kuat ikut bergerak. Masyarakat sudah melaporkan, bahkan sebelum bulan puasa kemarin kejadian longsor, tapi belum ada respon," katanya.
Kerusakan lingkungan di Muaragembong seharusnya dapat ditanggulangi dengan tindakan yang terstruktur dan berkelanjutan, namun sayangnya hal tersebut tidak dilakukan sehingga kerusakan lingkungan tidak kunjung terselesaikan.
Ironisnya dari pada dilakukan perbaikan Muaragembong lebih banyak dijadikan tujuan CSR perusahaan yang digelar sebatas seremonial.
"Ini yang kami sayangkan, hanya sekedar dijadikan tujuan CSR yang sifatnya hanya seremonial. Misalnya penanaman mangrove, sekedar ditanam, selanjutnya mungkin saja mangrove hanyut atau justru hilang sehingga tidak ada hasil," katanya.
Dia menjelaskan kondisi Muaragembong terbilang memprihatinkan selain pengikisan di daerah aliran sungai, Muaragembong pun terjadi abrasi di sekitar bibir pantai. Penyebabnya serupa yakni hilangnya tanaman yang mengikat kontur tanah.
"Sejak 2004-2006 gelombang laut yang menghantam daratan menciptakan abrasi. Dulu ini di sekitar bibir sungai dan pantai banyak rumah-rumah warga, sekarang banyak juga rumah tapi lebih banyak yang sudah tergerus, hancur hingga tenggelam," katanya.
Selain penanaman acara yang diinisiasi oleh Komunitas Historika Bekasi serta berbagai komunitas penggiat sejarah ini pun menggelar diskusi perabadan di Muaragembong. Daerah paling utara di Kabupaten Bekasi ini ternyata dulunya dikenal sebagai pusat perdagangan.
"Muaragembong pernah mengalami peradaban maju sebagai pusat perdagangan, ini terbukti dengan beberapa catatan sejarah dan penemuan-penemuan yang pernah ada terkait aktivitas masa lalu. Baik bukti tersebut ditunjukkan melalui peta kuno. Peta itu memperlihatkan adanya bangunan-bangunan keagamaan, rumah ibadah, maupun bangunan pusat pemerintahan," kata penggiat sejarah Syakiran.
Syakiran menyatakan banyak masyarakat di Muaragembong justru tidak mengenal sejarah daerah yang didiaminya.
"Maka dari itu masyarakat harus tahu dan dapat dijadikan sebagai pelecut semangat. Meski kurang diperhatikan, tapi mereka harus tahu bahwa mereka mampu mengembalikan kejayaan daerahnya," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018