Ketua Tim Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (Pengmas) Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) , Dr. Hendra Kaprisma (Dosen Prodi Rusia, Manajer Umum FIB UI), menjejakkan kaki di Kampung Adat Kadoku yang terletak di Kecamatan Wanokaka, Desa Weimangoma, Sumba Barat, bersama rombongan yang terdiri dari pengusul utama pengmas tersebut, Diah Kartini Lasman, M.Hum (Dosen Prodi Prancis), bersama anggota Joanna Abigail, Cut Anasya Zahara, Naura Nevitha, Sadina Aimee Prasetya, dan Najwa ‘Dhya Ulhaq Utama Sihombing.
Mereka mendapat sambutan hangat dengan pemberian selendang Sumba oleh warga setempat, dan dijamu di Uma Menara milik salah seorang tetua adat (disebut Rato).
Pada Agustus tahun lalu Hendra bersama tim dari FIB UI sudah pernah melakukan kegiatan di Sumba Barat, yang menghasilkan digitalisasi asal-usul kampung Kadoku dalam bentuk QR Code.
Informasi dan legenda mengenai asal-usul kampung Kadoku dapat diakses dengan mudah melalui QR Code tersebut.
Pada Agustus 2024 mereka melanjutkan kegiatan di Sumba Barat, NTT.
Menurut Hendra, tim pengmas tahun ini fokus pada digitalisasi sastra lisan yang ada di Sumba Barat, dengan menggunakan satu kisah yang akan dijadikan model untuk didigitalisasi.
Program pengabdian masyarakat ini memanfaatkan teknologi digital sebagai alat untuk melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Sumba Barat.
Melalui digitalisasi kebudayaan Sumba Barat, diharapkan dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan memastikan warisan budaya ini tidak hilang termakan zaman.
Kisah yang akan diangkat adalah Lingu Lango, yakni legenda seorang wanita bangsawan dari Lamboya, yang dikenal karena keberanian dan kecerdasannya dalam melawan 36 perampok yang mengancam kampungnya.
Kisah Lingu Lango akan dikembangkan menjadi komik dwi bahasa, sehingga bisa lebih mudah untuk dinikmati dan dipahami terutama bagi generasi muda.
Diah Kartini mengatakan bahwa kisah Lingu Lango dapat membawa pesan isu kesetaraan gender mengenai ketangguhan perempuan dalam menghadapi budaya patriarki.
Tujuan pengmas tersebut adalah membantu mengangkat legenda tanah Sumba agar lebih dikenal luas, sekaligus sebagai upaya melestarikan adat istiadat lokal.
Pada kesempatan kunjungan itu, mereka berkesempatan berdialog dengan warga setempat dan Rato mengenai asal usul Kampung Kadoku (Legenda Lende Watu).
Kadoku merupakan salah satu kampung adat yang belum teraliri listrik dan masih mempertahankan ritual-ritual adat. Rumah-rumah di kampung ini (dikenal dengan nama Uma Menara) yang berjumlah 20 terbuat dari bambu dan papan kayu.
Dialog antara tim pengmas UI dan warga lokal berlangsung hangat. Menurut masyarakat setempat, asal-usul Kampung Kadoku dan tokoh Ubu Uang bermula dari kisah raja sakti penguasa petir yang membebaskan Kampung Kadoku dari jajahan Nippon (Jepang) di tanah Sumba, menggunakan serudukan para kerbau yang tanduknya diikat dengan alan-alang.
Kisah kampung Kadoku serta ritual-ritual adatnya akan dibuatkan narasi melalui sastra digital dalam bentuk komik Legenda Lende Watu dan Ubu Uang oleh tim pengmas UI dari FIB tersebut.
Selain berdialog, tim itu berkesempatan untuk melihat secara langsung patung Ubu Uang, namun sayangnya tidak dapat didokumentasikan karena kepercayaan adat masyarakat di lokasi tersebut dan pamali (pantang) yang diyakini oleh warga.
Konon, menurut warga Kampung Kadoku, terdapat bulan pamali yang ditetapkan di November, di mana banyak ketentuan dan larangan yang harus dipatuhi agar tidak terjadi kesialan.
Tim Pengmas FIB UI juga akan bekerja sama dengan Rumah Seni Wanno sebagai program kerja sama lanjutan dengan Dinas Pariwisata Sumba Barat untuk membuat Festival Budaya Sumba bertajuk, “Legenda, Sastra, dan Revitalisasi.”
Festival ini akan mengadakan pameran kain tenun, pagelaran budaya Sumba, dan pameran kampung adat Sumba dalam bentuk digital.
Dr. Suma Riella Rusdiarti, S.S., M.Hum, salah satu anggota pengabdi, berkomentar bahwa festival ini adalah langkah nyata untuk memberdayakan masyarakat Sumba Barat, meningkatkan kualitas produk lokal, dan memperkenalkan kekayaan budaya Sumba ke kancah internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Mereka mendapat sambutan hangat dengan pemberian selendang Sumba oleh warga setempat, dan dijamu di Uma Menara milik salah seorang tetua adat (disebut Rato).
Pada Agustus tahun lalu Hendra bersama tim dari FIB UI sudah pernah melakukan kegiatan di Sumba Barat, yang menghasilkan digitalisasi asal-usul kampung Kadoku dalam bentuk QR Code.
Informasi dan legenda mengenai asal-usul kampung Kadoku dapat diakses dengan mudah melalui QR Code tersebut.
Pada Agustus 2024 mereka melanjutkan kegiatan di Sumba Barat, NTT.
Menurut Hendra, tim pengmas tahun ini fokus pada digitalisasi sastra lisan yang ada di Sumba Barat, dengan menggunakan satu kisah yang akan dijadikan model untuk didigitalisasi.
Program pengabdian masyarakat ini memanfaatkan teknologi digital sebagai alat untuk melestarikan dan mempromosikan kekayaan budaya Sumba Barat.
Melalui digitalisasi kebudayaan Sumba Barat, diharapkan dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan memastikan warisan budaya ini tidak hilang termakan zaman.
Kisah yang akan diangkat adalah Lingu Lango, yakni legenda seorang wanita bangsawan dari Lamboya, yang dikenal karena keberanian dan kecerdasannya dalam melawan 36 perampok yang mengancam kampungnya.
Kisah Lingu Lango akan dikembangkan menjadi komik dwi bahasa, sehingga bisa lebih mudah untuk dinikmati dan dipahami terutama bagi generasi muda.
Diah Kartini mengatakan bahwa kisah Lingu Lango dapat membawa pesan isu kesetaraan gender mengenai ketangguhan perempuan dalam menghadapi budaya patriarki.
Tujuan pengmas tersebut adalah membantu mengangkat legenda tanah Sumba agar lebih dikenal luas, sekaligus sebagai upaya melestarikan adat istiadat lokal.
Pada kesempatan kunjungan itu, mereka berkesempatan berdialog dengan warga setempat dan Rato mengenai asal usul Kampung Kadoku (Legenda Lende Watu).
Kadoku merupakan salah satu kampung adat yang belum teraliri listrik dan masih mempertahankan ritual-ritual adat. Rumah-rumah di kampung ini (dikenal dengan nama Uma Menara) yang berjumlah 20 terbuat dari bambu dan papan kayu.
Dialog antara tim pengmas UI dan warga lokal berlangsung hangat. Menurut masyarakat setempat, asal-usul Kampung Kadoku dan tokoh Ubu Uang bermula dari kisah raja sakti penguasa petir yang membebaskan Kampung Kadoku dari jajahan Nippon (Jepang) di tanah Sumba, menggunakan serudukan para kerbau yang tanduknya diikat dengan alan-alang.
Kisah kampung Kadoku serta ritual-ritual adatnya akan dibuatkan narasi melalui sastra digital dalam bentuk komik Legenda Lende Watu dan Ubu Uang oleh tim pengmas UI dari FIB tersebut.
Selain berdialog, tim itu berkesempatan untuk melihat secara langsung patung Ubu Uang, namun sayangnya tidak dapat didokumentasikan karena kepercayaan adat masyarakat di lokasi tersebut dan pamali (pantang) yang diyakini oleh warga.
Konon, menurut warga Kampung Kadoku, terdapat bulan pamali yang ditetapkan di November, di mana banyak ketentuan dan larangan yang harus dipatuhi agar tidak terjadi kesialan.
Tim Pengmas FIB UI juga akan bekerja sama dengan Rumah Seni Wanno sebagai program kerja sama lanjutan dengan Dinas Pariwisata Sumba Barat untuk membuat Festival Budaya Sumba bertajuk, “Legenda, Sastra, dan Revitalisasi.”
Festival ini akan mengadakan pameran kain tenun, pagelaran budaya Sumba, dan pameran kampung adat Sumba dalam bentuk digital.
Dr. Suma Riella Rusdiarti, S.S., M.Hum, salah satu anggota pengabdi, berkomentar bahwa festival ini adalah langkah nyata untuk memberdayakan masyarakat Sumba Barat, meningkatkan kualitas produk lokal, dan memperkenalkan kekayaan budaya Sumba ke kancah internasional.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024