Bekasi (Antara Megapolitan) - Guru honorer di Kota Bekasi, Jawa Barat, yang tergabung dalam Front Pembela Guru Honorer Indonesia memprotes penyerobotan pengangkatan profesi sebagai tenaga kerja kontrak oleh pemerintah setempat.
"Ini aneh, kenapa warga sipil yang baru lulus sekolah dan tidak memiliki kualifikasi serta kompetensi dan pengalaman di angkat jadi TKK, tapi kami yang sudah berpengalaman malah dilupakan," kata Ketua FPGHI Kota Bekasi Firmansyah di Bekasi, Rabu.
Menurut dia, jumlah warga sipil yang diduga menyerobot antrean pengangkatan guru honorer menjadi TKK itu tercatat berjumlah sekitar 400 orang.
"Warga sipil itu rata-rata bekerja di luar daerah, pekerja Perseroan Terbuka (PT) dan lainnya. Mereka sepertinya ada uang untuk dijadikan gratifikasi kepada oknum untuk dapat profesi TKK," katanya.
Namun sebanyak 2.565 guru yang tergabung dalam wadah FPGHI Kota Bekasi dan sudah mengabdi selama bertahun-tahun justru belum mengantongi Surat Keputusan (SK) pengangkatan menjadi TKK.
"Jumlah itu di luar 200 orang anggota kami yang dinyatakan tidak lulus verifikasi pengangkatan sebagai TKK," katanya.
Sejak 2.565 anggotanya lulus verifikasi pengangkatan menjadi TKK pada Februari 2017, hingga kini mereka hanya mengantongi legalitas pengangkatan berupa Surat Perintah Guru Tenaga Pendidik dan Kependidikan (SPGTK).
"Kami sampai hari ini belum mendapat Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan terkait pengangkatan TKK ini," katanya.
Dikatakan Firmansyah, dengan perbedaan legalitas tersebut, akan ada perbedaan dalam pemberian honor dari APBD.
Untuk yang menerima SK TKK mendapatkan 100 persen dari honor, sedangkan yang menggunakan SPGTK hanya mendapatkan 75 persen.
"Besar kecilnya honor berbeda. Untuk yang 0-3 tahun mengajar hanya Rp750 ribu dan tertinggi di atas delapan tahun mendapatkan honor Rp1,5 juta, berbeda dengan TKK yang full Rp3,6 juta," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Ini aneh, kenapa warga sipil yang baru lulus sekolah dan tidak memiliki kualifikasi serta kompetensi dan pengalaman di angkat jadi TKK, tapi kami yang sudah berpengalaman malah dilupakan," kata Ketua FPGHI Kota Bekasi Firmansyah di Bekasi, Rabu.
Menurut dia, jumlah warga sipil yang diduga menyerobot antrean pengangkatan guru honorer menjadi TKK itu tercatat berjumlah sekitar 400 orang.
"Warga sipil itu rata-rata bekerja di luar daerah, pekerja Perseroan Terbuka (PT) dan lainnya. Mereka sepertinya ada uang untuk dijadikan gratifikasi kepada oknum untuk dapat profesi TKK," katanya.
Namun sebanyak 2.565 guru yang tergabung dalam wadah FPGHI Kota Bekasi dan sudah mengabdi selama bertahun-tahun justru belum mengantongi Surat Keputusan (SK) pengangkatan menjadi TKK.
"Jumlah itu di luar 200 orang anggota kami yang dinyatakan tidak lulus verifikasi pengangkatan sebagai TKK," katanya.
Sejak 2.565 anggotanya lulus verifikasi pengangkatan menjadi TKK pada Februari 2017, hingga kini mereka hanya mengantongi legalitas pengangkatan berupa Surat Perintah Guru Tenaga Pendidik dan Kependidikan (SPGTK).
"Kami sampai hari ini belum mendapat Surat Keputusan (SK) dari Dinas Pendidikan terkait pengangkatan TKK ini," katanya.
Dikatakan Firmansyah, dengan perbedaan legalitas tersebut, akan ada perbedaan dalam pemberian honor dari APBD.
Untuk yang menerima SK TKK mendapatkan 100 persen dari honor, sedangkan yang menggunakan SPGTK hanya mendapatkan 75 persen.
"Besar kecilnya honor berbeda. Untuk yang 0-3 tahun mengajar hanya Rp750 ribu dan tertinggi di atas delapan tahun mendapatkan honor Rp1,5 juta, berbeda dengan TKK yang full Rp3,6 juta," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017