Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi berambisi mengubah pertanian berbasis kimia menjadi pertanian organik.
"Mengubah pertanian menjadi organik berarti akan semakin memakmurkan petani," kata Dedi, dalam sambungan telepon di Purwakarta, Rabu.
Ia menyampaikan, jika terus seperti sekarang, mengandalkan pupuk kimia, petani makin dihadapkan pada kelangkaan pupuk, obat-obatan mahal dan harga gabah yang dipatok murah malah akan memiskinkan petani.
"Kalau mau mengubah petani menjadi makmur, petani sehat, padi sehat, sawah sehat, sehat dari kapitalisasi, ya itu caranya berubah ke pertanian organik. Jadi tidak butuh lagi pestisida, urea, KCL, semua pabrikan, tetapi semua diubah mandiri. Nanti setiap petani didorong untuk memiliki ternak," katanya.
Menurut dia, paradigma yang juga perlu diubah adalah pemahaman petani mengenai hewan ternak. Sebab selama ini petani hanya mengutamakan daging ternak, sedangkan yang paling utama adalah kotorannya.
"Kalau daging hanya sekali ternak dijual saat waktu tertentu. Sedangkan kotoran dan air kencing ternak bisa terus digunakan untuk kebutuhan pertanian," ucapnya.
Ia menyontohkan, dalam mengembangkan pertanian di lingkungannya, di Lembur Pakuan, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, dilakukan pengembangan setiap potensi untuk mendukung pertanian organik.
Di antaranya ialah dengan pemanfaatan air kencing ternak yang difermentasikan menggunakan minuman probiotik dan gula.
Hasil fermentasi tersebut kini telah digunakan ke sejumlah areal sawah di Lembur Pakuan.
Dalam membangun pertanian organik di Lembur Pakuan, Dedi dibantu seorang staf khusus bernama Aswin.
Aswin menyebutkan kalau air kencing manusia lebih bagus, karena manusia makannya masuk apa saja. Kemudian nanti bisa difermentasikan lagi pakai gula, gula itu sebagai makanan bakteri.
Dedi tak membayangkan jika air seni manusia bisa dimanfaatkan untuk pertanian organik.
"Pertanian Organik itu semua bermanfaat tidak ada yang terbuang. Kebayang nanti bisa-bisa enggak akan ada WC," ucapnya.
Meski hanya menjabat sebagai anggota Legislatif, Dedi mengaku tak mau hanya memberi masukan dan pengawasan.
"Lebih baik turun langsung memberikan contoh kepada masyarakat untuk memulai pertanian organik," katanya.
Di Lembur Pakuan, seorang petani bernama Ahmad menggarap 225 bata sawah garapan yang telah beralih ke organik.
Untuk pupuk ia menggunakan kotoran sapi yang diencerkan dan difermentasi menggunakan EM4. Pupuk tersebut disebar ke sawah sebelum atau sesudah dibajak.
"Selanjutnya tandur normal. Benih pakai pupuk organik dari kotoran ayam. Kemudian setelah 14 hari pakai pupuk organik kotoran sapi," kata Ahmad.
Berselang waktu sawah dibersihkan dari gulma agar pertumbuhan padi bisa maksimal. Sebulan kemudian diberi pupuk organik yang terbuat dari campuran kotoran ayam, gula dan air kemudian difermentasikan.
"Itu dari 800 mili hanya digunakan 30 mili jadi sangat irit," katanya.
Sementara untuk hama, Ahmad menggunakan campuran belerang, soda api, garam dan tiga liter air. Campuran bahan tersebut kemudian disemprot untuk membasmi hama tekuk leher.
Berbeda dengan yang lain, pertanian organik di Lembur Pakuan justru memanfaatkan hama keong emas dibandingkan dengan membasminya. Keong emas dikumpulkan dalam tong dan dibiarkan membusuk untuk diambil airnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi kembangkan varietas padi organik Lembur Pakuan
Baca juga: Dedi Mulyadi dibuat menangis oleh seorang ibu penjual rambutan
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
"Mengubah pertanian menjadi organik berarti akan semakin memakmurkan petani," kata Dedi, dalam sambungan telepon di Purwakarta, Rabu.
Ia menyampaikan, jika terus seperti sekarang, mengandalkan pupuk kimia, petani makin dihadapkan pada kelangkaan pupuk, obat-obatan mahal dan harga gabah yang dipatok murah malah akan memiskinkan petani.
"Kalau mau mengubah petani menjadi makmur, petani sehat, padi sehat, sawah sehat, sehat dari kapitalisasi, ya itu caranya berubah ke pertanian organik. Jadi tidak butuh lagi pestisida, urea, KCL, semua pabrikan, tetapi semua diubah mandiri. Nanti setiap petani didorong untuk memiliki ternak," katanya.
Menurut dia, paradigma yang juga perlu diubah adalah pemahaman petani mengenai hewan ternak. Sebab selama ini petani hanya mengutamakan daging ternak, sedangkan yang paling utama adalah kotorannya.
"Kalau daging hanya sekali ternak dijual saat waktu tertentu. Sedangkan kotoran dan air kencing ternak bisa terus digunakan untuk kebutuhan pertanian," ucapnya.
Ia menyontohkan, dalam mengembangkan pertanian di lingkungannya, di Lembur Pakuan, Desa Sukasari, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Subang, dilakukan pengembangan setiap potensi untuk mendukung pertanian organik.
Di antaranya ialah dengan pemanfaatan air kencing ternak yang difermentasikan menggunakan minuman probiotik dan gula.
Hasil fermentasi tersebut kini telah digunakan ke sejumlah areal sawah di Lembur Pakuan.
Dalam membangun pertanian organik di Lembur Pakuan, Dedi dibantu seorang staf khusus bernama Aswin.
Aswin menyebutkan kalau air kencing manusia lebih bagus, karena manusia makannya masuk apa saja. Kemudian nanti bisa difermentasikan lagi pakai gula, gula itu sebagai makanan bakteri.
Dedi tak membayangkan jika air seni manusia bisa dimanfaatkan untuk pertanian organik.
"Pertanian Organik itu semua bermanfaat tidak ada yang terbuang. Kebayang nanti bisa-bisa enggak akan ada WC," ucapnya.
Meski hanya menjabat sebagai anggota Legislatif, Dedi mengaku tak mau hanya memberi masukan dan pengawasan.
"Lebih baik turun langsung memberikan contoh kepada masyarakat untuk memulai pertanian organik," katanya.
Di Lembur Pakuan, seorang petani bernama Ahmad menggarap 225 bata sawah garapan yang telah beralih ke organik.
Untuk pupuk ia menggunakan kotoran sapi yang diencerkan dan difermentasi menggunakan EM4. Pupuk tersebut disebar ke sawah sebelum atau sesudah dibajak.
"Selanjutnya tandur normal. Benih pakai pupuk organik dari kotoran ayam. Kemudian setelah 14 hari pakai pupuk organik kotoran sapi," kata Ahmad.
Berselang waktu sawah dibersihkan dari gulma agar pertumbuhan padi bisa maksimal. Sebulan kemudian diberi pupuk organik yang terbuat dari campuran kotoran ayam, gula dan air kemudian difermentasikan.
"Itu dari 800 mili hanya digunakan 30 mili jadi sangat irit," katanya.
Sementara untuk hama, Ahmad menggunakan campuran belerang, soda api, garam dan tiga liter air. Campuran bahan tersebut kemudian disemprot untuk membasmi hama tekuk leher.
Berbeda dengan yang lain, pertanian organik di Lembur Pakuan justru memanfaatkan hama keong emas dibandingkan dengan membasminya. Keong emas dikumpulkan dalam tong dan dibiarkan membusuk untuk diambil airnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi kembangkan varietas padi organik Lembur Pakuan
Baca juga: Dedi Mulyadi dibuat menangis oleh seorang ibu penjual rambutan
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023