Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu memberikan sejumlah arahan kepada Menteri BUMN Erick Thohir, salah satunya, tidak memanjakan BUMN yang sakit dengan penyertaan modal negara (PMN).

Sejak delapan tahun lalu, Kepala Negara menginstruksikan untuk menggabungkan, mengonsolidasikan, dan mereorganisasi BUMN yang dinilai saat itu sudah terlalu banyak.

Bayangkan, ada 108 BUMN, meski sekarang sudah turun menjadi 41 BUMN. Ini sebuah fondasi yang sangat baik mengingat usaha yang diklasterkan itu juga baik.

Terpenting ke depan yang BUMN mampu membangun nilai inti (core value). Begitu arahan Presiden Jokowi kepada para Direktur Utama BUMN di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, setahun silam.

BUMN harus mampu memerankan dua fungsi utama, pertama, dapat menjalankan peran bisnis secara akuntabel dan profesional; kedua, dapat melaksanakan fungsi social responsibility.

Kedua peran itu mesti berjalan berbarengan sehingga tidak ada salah satu peran yang tertinggal.

Meskipun begitu, bila menengok perjalanan dan perkembangan BUMN yang ada selama ini, terekam sebuah potensi yang belum tergarap optimal.

Saat ini masih ada BUMN yang belum optimal dalam menjalankan peran bisnisnya. BUMN, ada yang tipis untungnya, bahkan justru BUMN ada yang masih merugi.

Sebagai dunia usaha pelat merah, BUMN sepantasnya mampu menguasai dunia bisnis sesuai dengan karakternya masing-masing. BUMN tidak seharusnya merugi. Sebaliknya, BUMN harus dapat meraup keuntungan yang sangat besar.

BUMN sangat dekat dengan kekuasaan dan berada dekat dalam lingkaran pengambil kebijakan. Segudang informasi dan fasilitas dengan mudah dapat diperoleh, tapi mengapa BUMN belum tampil seperti yang diharapkan?

Selama sumber daya manusia pengelolanya memiliki potensi dan kapasitas, sebetulnya tidak terlampau menjadi masalah, tapi kalau SDM tidak menguasai yang menjadi bidang kerja, maka itulah yang bakal memicu menjadi persoalan di kemudian hari.

Komisaris atau dewan pengawas BUMN pun harus dipilih berdasarkan kompetensi dan kualitas agar bisa profesional dalam menakhodai BUMN.

Saat ini, penetapan komisaris, dewan pengawas, dan direksi BUMN memang telah mengalami perubahan suasana menuju ke arah yang lebih profesional dan sehat.

Sejak Menteri BUMN dinakhodai Erick Tohir, sebenarnya telah banyak terobosan.

Revitalisasi BUMN telah menjadi langkah strategis untuk melakukan penataan agar BUMN betul-betul dapat memainkan peran sesuai dengan fungsinya. BUMN tidak boleh lagi hanya menghabiskan uang negara tanpa adanya reward yang jelas.

Gebrakan Erick Tohir untuk merombak susunan komisaris, dewan komisaris, dan direksi sebagian besar BUMN, pada dasarnya merupakan langkah nyata ke arah penataan BUMN agar benar-benar mampu menjadi lembaga bisnis pelat merah yang andal dan profesional.

BUMN harus berperan nyata dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi manajemen, BUMN penting untuk diingatkan bahwa seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan berhamburannya inovasi, cara-cara lama yang cenderung konvensional, sudah saatnya ditinggalkan.

Pengelola BUMN perlu untuk selalu membaca tanda-tanda zaman yang tengah menggelinding. 

BUMN harus betul-betul diarahkan menjadi lembaga bisnis yang profesional, sehingga pada waktunya mampu menjalankan tanggung jawab sosialnya dengan baik.

Jangan sampai terjadi lagi dimana ada BUMN yang lebih mengedepankan tanggung jawab sosial, namun melupakan fungsi bisnis

Semua menanti hadirnya BUMN yang kuat, kokoh, dan mampu memberi sumbangsih nyata bagi kepentingan bangsa dan negara. BUMN harus hadir menjadi kebanggaan bangsa.




*) Entang Sastraatmadja adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.

Baca juga: Erick Thohir ajak masyarakat ikuti Jalan Sehat Bersama BUMN serentak di 234 kabupaten/kota

Baca juga: 46 ribu masyarakat Aceh ramaikan jalan sehat BUMN

 

Pewarta: Entang Sastraatmadja*)

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023