Kelompok tani (poktan) yang beranggotakan petani milenial, Poktan Macakal yang merupakan para petani milenial yang sukses mengembangkan komoditi holtikultura antara lain buncis kenya, bayam horenso, brokoli dan tomat beef.
"Mayoritas petani di Macakal merupakan petani milenial. Kita ingin anak-anak muda di Lembang lebih ekspansi ke pekerjaan di sektor pertanian khususnya di Lembang. Kita di Macakal ingin menyejahterakan petani," Ketua Poktan Mcakal Triana Antri dalam keterangannya, Jumat.
Ia pun menceritakan awal mula mengembangkan komoditi tomat beef dikarenakan melihat suatu potensi akan peluang pasar yang masih banyak membutuhkan tomat beef. Untuk saat ini luasan lahan yang di pakai untuk membudidayakan tomat beef sekitar 4.000 m2. Tomat beef yang di budidayakan oleh Triana dan anggotanya adalah benih dari Belanda yang mana harga benihnya pun lumayan cukup mahal.
"Total luas lahan yang dimiliki baik anggota kelompok tani dan dan juga mitra kami seluas 22 hektare yang berlokasi di Lembang," ujar Triana.
"Kini anggota kami lebih dari 40 anggota dengan 210 kemitraan. Dirinya menambahkan, dalam seminggu Kelompok Tani Macakal bisa memanen kenya buncis sebanyak 2-3 ton," ujar Triana.
Meski memiliki luas lahan pertanian yang cukup luas, diakui Triana, di Lembang saat ini banyak lahan pertanian yang beralih fungsi ke bangunan. Dirinya mengakui, saat ini juga memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk pengembangan kenya buncis.
Baca juga: Kementan terus tingkatkan pengetahuan iklim genjot produktivitas pertanian
"Ini tantangan buat kami, disaat semakin banyak lahan beralih fungsi menjadi bangunan kita ingin produktifitas hasil panen kita terus meningkat. Selain itu, kita juga mulai melakukan pengembangan di luar Lembang," ungkapnya lagi.
Berkat kegigihan mereka, saat ini, Kelompok Tani Macakal bisa meraup omzet hingga Rp200 sampai Rp300 juta per bulannya. Omset ini tak hanya ia dan kelompoknya peroleh dari pemasaran dalam negeri tetapi juga pasar ekspor ke Singapura. Saat ini offtaker yang bekerjasama untuk pemasaran tomat beef adalah Yans Fruit dan Tani Hub.
Sebagai generasi milenial, poktan ini pun telah menerapkan teknologi yang bisa menunjang untuk membudidayakan tomat beef salah satunya dengan pemakaian drip irigasi.
Penerapan drip irigasi oleh poktan Macakal, sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang berkali-kali menjelaskan betapa pentingnya penerapan smart farming.
Baca juga: Petani di Karawang kesulitan menanam padi karena kekurangan air
“Karena pertanian saat ini dan ke depannya dihadapkan dengan tantangan besar yakni perubahan iklim dan pandemi covid 19. Menghadapi tantangan perubahan iklim bukan dengan cara-cara klasik, tapi harus dengan smart farming karena perkembangan ke depannya yang membuat lahan semakin sempit, jumlah penduduk senakin besar dan lainnya mengharuskan penggunakan teknologi yang smart,” tegasnya.
Sebelumnya Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi telah menjelaskan teknologi smart farming dikembangkan sebagai salah satu respons adaptif terhadap perubahan dan perkembangan teknologi saat ini.
Smart farming memungkinkan petani memiliki kontrol yang lebih baik terhadap proses produksi, melalui pengelolaan pertanaman dan ternak yang baik dan efisien.
Baca juga: Kementan dorong petani tingkatkan kualitas dan produktivitas kedelai kurangi impor
"Konsep pembangunan pertanian harus diikuti dengan peningkatan agenda intelektual seluruh stakehokder utamanya petani sebagai garda terdepan. Kita sudah lama diterpa pandemi covid 19 dan perubahan iklim.
Namun dalam kondisi ini produktivitas dan produksi pertanian tidak boleh berkurang, bahkan harus terus bertambah. Solusinya ini adalah smart farming atau pemanfaatan internet of things.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
"Mayoritas petani di Macakal merupakan petani milenial. Kita ingin anak-anak muda di Lembang lebih ekspansi ke pekerjaan di sektor pertanian khususnya di Lembang. Kita di Macakal ingin menyejahterakan petani," Ketua Poktan Mcakal Triana Antri dalam keterangannya, Jumat.
Ia pun menceritakan awal mula mengembangkan komoditi tomat beef dikarenakan melihat suatu potensi akan peluang pasar yang masih banyak membutuhkan tomat beef. Untuk saat ini luasan lahan yang di pakai untuk membudidayakan tomat beef sekitar 4.000 m2. Tomat beef yang di budidayakan oleh Triana dan anggotanya adalah benih dari Belanda yang mana harga benihnya pun lumayan cukup mahal.
"Total luas lahan yang dimiliki baik anggota kelompok tani dan dan juga mitra kami seluas 22 hektare yang berlokasi di Lembang," ujar Triana.
"Kini anggota kami lebih dari 40 anggota dengan 210 kemitraan. Dirinya menambahkan, dalam seminggu Kelompok Tani Macakal bisa memanen kenya buncis sebanyak 2-3 ton," ujar Triana.
Meski memiliki luas lahan pertanian yang cukup luas, diakui Triana, di Lembang saat ini banyak lahan pertanian yang beralih fungsi ke bangunan. Dirinya mengakui, saat ini juga memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk pengembangan kenya buncis.
Baca juga: Kementan terus tingkatkan pengetahuan iklim genjot produktivitas pertanian
"Ini tantangan buat kami, disaat semakin banyak lahan beralih fungsi menjadi bangunan kita ingin produktifitas hasil panen kita terus meningkat. Selain itu, kita juga mulai melakukan pengembangan di luar Lembang," ungkapnya lagi.
Berkat kegigihan mereka, saat ini, Kelompok Tani Macakal bisa meraup omzet hingga Rp200 sampai Rp300 juta per bulannya. Omset ini tak hanya ia dan kelompoknya peroleh dari pemasaran dalam negeri tetapi juga pasar ekspor ke Singapura. Saat ini offtaker yang bekerjasama untuk pemasaran tomat beef adalah Yans Fruit dan Tani Hub.
Sebagai generasi milenial, poktan ini pun telah menerapkan teknologi yang bisa menunjang untuk membudidayakan tomat beef salah satunya dengan pemakaian drip irigasi.
Penerapan drip irigasi oleh poktan Macakal, sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang berkali-kali menjelaskan betapa pentingnya penerapan smart farming.
Baca juga: Petani di Karawang kesulitan menanam padi karena kekurangan air
“Karena pertanian saat ini dan ke depannya dihadapkan dengan tantangan besar yakni perubahan iklim dan pandemi covid 19. Menghadapi tantangan perubahan iklim bukan dengan cara-cara klasik, tapi harus dengan smart farming karena perkembangan ke depannya yang membuat lahan semakin sempit, jumlah penduduk senakin besar dan lainnya mengharuskan penggunakan teknologi yang smart,” tegasnya.
Sebelumnya Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi telah menjelaskan teknologi smart farming dikembangkan sebagai salah satu respons adaptif terhadap perubahan dan perkembangan teknologi saat ini.
Smart farming memungkinkan petani memiliki kontrol yang lebih baik terhadap proses produksi, melalui pengelolaan pertanaman dan ternak yang baik dan efisien.
Baca juga: Kementan dorong petani tingkatkan kualitas dan produktivitas kedelai kurangi impor
"Konsep pembangunan pertanian harus diikuti dengan peningkatan agenda intelektual seluruh stakehokder utamanya petani sebagai garda terdepan. Kita sudah lama diterpa pandemi covid 19 dan perubahan iklim.
Namun dalam kondisi ini produktivitas dan produksi pertanian tidak boleh berkurang, bahkan harus terus bertambah. Solusinya ini adalah smart farming atau pemanfaatan internet of things.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022