Sebanyak 10 tokoh dan kelompok masyarakat mendapat penghargaan Kalpataru 2020 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena dinilai berhasil melestarikan lingkungan melalui prakarsanya sendiri.
Kita bersyukur karena kita masih memiliki pejuang-pejuang lingkungan di Indonesia yang mengabdi dan berkorban untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dan kehutanan," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Jakarta, Senin.
Menteri menambahkan penerima penghargaan Kalpataru adalah tokoh penting dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Oleh karena itu, yang menerima Penghargaan Kalpataru adalah individu perseorangan atau kelompok yang distinctive, berbeda dari yang lain.
Baca juga: Tiga RW di Depok raih penghargaan proklim utama tingkat nasional
Siti menyerahkan 10 penghargaan Kalpataru yang dibagi ke dalam sejumlah kategori yakni Perintis, Pengabdi, Penyelamat, Pembina, serta Penghargaan khusus.
Untuk kategori Perintis, penghargaan diraih oleh Zeth Wonggor dari Kabupaten Manokwari, Papua Barat, dan Sadikin dari Kabupaten Bengkalis, Riau. Kategori Pengabdi, penghargaan didapat Wasito dari Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah dan Saraba Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Sementara itu, untuk kategori Penyelamat diperoleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Adiu, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara dan Komunitas Hatabosi (Haunatan, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap) dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Serta Bening Saguling Foundation dari Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan Kategori Pembina diberikan kepada Ir Ida Ayu Rusmarini dari Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Zofrawandi dari Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, dan RB Sutarno dari Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Dedi Mulyadi dan KLHK ajak perusahaan di Purwakarta jernihkan Sungai Cikembang
Penghargaan Khusus dianugerahkan kepada Kelompok Pelestarian Cendrawasih "Botenang" Sawendui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua, dan Yal Yudian Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat.
Selama 40 tahun penghargaan Kalpataru, pemerintah telah menganugrahkan 388 penghargaan Kalpataru. Oleh karenanya, Kalpataru memiliki nilai prestise yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia.
Melalui Kalpataru, publik dapat melihat contoh nyata yang ditunjukkan oleh para pejuang Kalpataru di tingkat tapak. Peran mereka memberikan dampak bagi keberlanjutan ekologi, sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan kearifan-kearifan yang hidup di seluruh nusantara, yang lahir dalam kosmologi budaya, sudah seharusnya dibuat dalam artikulasi konstitusional yang dibuat dalam Peraturan Daerah sampai Undang-Undang.
Baca juga: Kurangi sampah DAS Citarum, KLHK resmikan penggunaan PDU Subang dan Bekasi
Menurut Dedi, manusia yang berbudaya adalah manusia yang mensenyawakan diri dengan alamnya, dan dengan Tuhannya. Mereka inilah yang bisa disebut nasionalis sejati.
Kerangka berfikir inilah yang harus diusung, karena seluruh ajaran keyakinan di Indonesia, menggambarkan tentang tidak terpisahnya manusia dari lingkungannya, ujar Dedi.
Sementara itu, Anggota Dewan Pertimbangan Penghargaan Kalpataru Imam Prasodjo mengungkapkan para penerima penghargaan Kalpataru merupakan sosok yang luar biasa, karena mampu keluar dari zona nyaman untuk menemukan solusi melestarikan lingkungan.
Mereka adalah sosok-sosok yang berani mendobrak pakem, menjadi pendorong tumbuhnya harapan positif di tengah situasi sulit ini. Kita sangat membutuhkan orang-orang seperti mereka di negeri ini, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Kita bersyukur karena kita masih memiliki pejuang-pejuang lingkungan di Indonesia yang mengabdi dan berkorban untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup dan kehutanan," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar di Jakarta, Senin.
Menteri menambahkan penerima penghargaan Kalpataru adalah tokoh penting dalam bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Oleh karena itu, yang menerima Penghargaan Kalpataru adalah individu perseorangan atau kelompok yang distinctive, berbeda dari yang lain.
Baca juga: Tiga RW di Depok raih penghargaan proklim utama tingkat nasional
Siti menyerahkan 10 penghargaan Kalpataru yang dibagi ke dalam sejumlah kategori yakni Perintis, Pengabdi, Penyelamat, Pembina, serta Penghargaan khusus.
Untuk kategori Perintis, penghargaan diraih oleh Zeth Wonggor dari Kabupaten Manokwari, Papua Barat, dan Sadikin dari Kabupaten Bengkalis, Riau. Kategori Pengabdi, penghargaan didapat Wasito dari Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah dan Saraba Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Sementara itu, untuk kategori Penyelamat diperoleh Masyarakat Hukum Adat (MHA) Punan Adiu, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara dan Komunitas Hatabosi (Haunatan, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap) dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Serta Bening Saguling Foundation dari Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan Kategori Pembina diberikan kepada Ir Ida Ayu Rusmarini dari Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Zofrawandi dari Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, dan RB Sutarno dari Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta.
Baca juga: Dedi Mulyadi dan KLHK ajak perusahaan di Purwakarta jernihkan Sungai Cikembang
Penghargaan Khusus dianugerahkan kepada Kelompok Pelestarian Cendrawasih "Botenang" Sawendui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua, dan Yal Yudian Kabupaten Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat.
Selama 40 tahun penghargaan Kalpataru, pemerintah telah menganugrahkan 388 penghargaan Kalpataru. Oleh karenanya, Kalpataru memiliki nilai prestise yang tinggi di kalangan masyarakat Indonesia.
Melalui Kalpataru, publik dapat melihat contoh nyata yang ditunjukkan oleh para pejuang Kalpataru di tingkat tapak. Peran mereka memberikan dampak bagi keberlanjutan ekologi, sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengatakan kearifan-kearifan yang hidup di seluruh nusantara, yang lahir dalam kosmologi budaya, sudah seharusnya dibuat dalam artikulasi konstitusional yang dibuat dalam Peraturan Daerah sampai Undang-Undang.
Baca juga: Kurangi sampah DAS Citarum, KLHK resmikan penggunaan PDU Subang dan Bekasi
Menurut Dedi, manusia yang berbudaya adalah manusia yang mensenyawakan diri dengan alamnya, dan dengan Tuhannya. Mereka inilah yang bisa disebut nasionalis sejati.
Kerangka berfikir inilah yang harus diusung, karena seluruh ajaran keyakinan di Indonesia, menggambarkan tentang tidak terpisahnya manusia dari lingkungannya, ujar Dedi.
Sementara itu, Anggota Dewan Pertimbangan Penghargaan Kalpataru Imam Prasodjo mengungkapkan para penerima penghargaan Kalpataru merupakan sosok yang luar biasa, karena mampu keluar dari zona nyaman untuk menemukan solusi melestarikan lingkungan.
Mereka adalah sosok-sosok yang berani mendobrak pakem, menjadi pendorong tumbuhnya harapan positif di tengah situasi sulit ini. Kita sangat membutuhkan orang-orang seperti mereka di negeri ini, katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020