Jakarta (ANTARA) - Dalam era digital yang semakin maju, industri telekomunikasi menghadapi tantangan besar dalam memastikan keamanan dan keaslian identitas pelanggan.
Ancaman seperti pencurian identitas, penggunaan data palsu, dan penyalahgunaan layanan mendorong operator seluler untuk mengadopsi teknologi verifikasi yang lebih canggih.
Salah satu pendekatan yang kini mulai diterapkan adalah sistem verifikasi berbasis biometrik yang dilengkapi dengan teknologi pasif liveness detection.
Sistem biometrik memungkinkan identifikasi pelanggan melalui karakteristik unik seperti wajah, sidik jari, atau suara. Dalam konteks telekomunikasi, teknologi ini digunakan untuk proses registrasi pelanggan baru, aktivasi layanan eSIM, dan verifikasi ulang saat pelanggan mengakses layanan digital.
Namun, tantangan utama dari sistem biometrik adalah kemampuannya untuk membedakan antara data asli dan data palsu, seperti foto atau video yang digunakan untuk menipu sistem. Di sinilah teknologi pasif liveness detection berperan penting.
Pasif liveness detection adalah metode verifikasi yang mendeteksi tanda-tanda kehidupan tanpa memerlukan interaksi langsung dari pengguna. Berbeda dengan metode aktif yang meminta pengguna untuk berkedip atau menoleh, pasif liveness bekerja secara otomatis dengan menganalisis mikroekspresi, tekstur kulit, dan pola cahaya pada wajah.
Teknologi ini sangat cocok untuk industri telekomunikasi karena memberikan pengalaman pengguna yang cepat, nyaman, dan aman. Dengan proses yang hanya memerlukan satu foto wajah, sistem dapat melakukan verifikasi identitas dan memastikan bahwa data yang dikirim berasal dari individu yang benar-benar hidup.
Pasar Indonesia
Salah satu alasan utama mengapa teknologi passive liveness menjadi pilihan yang tepat karena masih tingginya penetrasi perangkat dengan spesifikasi rendah di Indonesia. Berdasarkan laporan IDC Indonesia Smartphone Market Report 2024, sebanyak 52 persen pengguna di Indonesia masih menggunakan ponsel dengan spesifikasi rendah.
Kondisi ini menjadikan teknologi passive liveness sebagai solusi yang ideal karena inklusif dan tidak membutuhkan kemampuan pemrosesan tinggi dari perangkat pengguna, sehingga tetap dapat digunakan secara luas dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Seperti yang dinyatakan dalam laporan tersebut: Terdapat keterbatasan pasokan smartphone di segmen harga 200 dolas AS ke bawah karena terbatasnya ketersediaan chipset 4G kelas rendah, yang menyebabkan penurunan sebesar 22% secara tahunan (YoY) pada segmen ini.
Efek positif dari implementasi ini sangat luas. Dari sisi keamanan, teknologi ini mampu menekan potensi penyalahgunaan identitas dan penipuan digital yang kerap terjadi melalui saluran komunikasi seluler. Pelanggan akan merasa lebih aman karena data mereka terlindungi oleh sistem yang mampu mendeteksi berbagai bentuk serangan biometrik, termasuk spoofing dan deepfake.
Di sisi lain, proses registrasi menjadi jauh lebih cepat dan efisien, mengurangi ketergantungan pada verifikasi manual yang memakan waktu dan rentan kesalahan.
Implementasi di Indonesia
Di Indonesia, penerapan sistem ini masih dalam tahap awal. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital telah mulai mengatur penggunaan biometrik dalam registrasi pelanggan seluler, terutama untuk layanan eSIM.
Pada Oktober 2025, Telkomsel bersama Komdigi melakukan uji coba registrasi biometrik menggunakan teknologi pengenalan wajah (face recognition) yang dilengkapi dengan fitur liveness detection sesuai standar ISO 30107.
Teknologi ini memungkinkan proses registrasi pelanggan dilakukan secara otomatis dan akurat hanya dengan satu foto wajah. Sistem akan memverifikasi identitas dan memastikan bahwa subjek yang melakukan registrasi adalah individu yang benar-benar hidup, bukan hasil manipulasi digital.
Sebagai acuan internasional, China telah menunjukkan kemajuan luar biasa dalam penerapan teknologi biometrik dan passive liveness detection. Operator telekomunikasi terbesar di negara ini telah berhasil mengintegrasikan verifikasi biometrik berbasis pengenalan wajah dan passive liveness detection ke dalam proses onboarding pelanggan mereka.
Pelanggan cukup mengunggah satu foto wajah melalui aplikasi mobile, dan sistem secara otomatis melakukan verifikasi identitas serta mendeteksi tanda kehidupan. Teknologi ini mampu mengenali berbagai bentuk spoofing, termasuk penggunaan foto, video, dan bahkan deepfake.
Keberhasilan ini tidak hanya terletak pada adopsi teknologi canggih, tetapi juga pada kemitraan strategis dengan penyedia teknologi global seperti FACEKI. FACEKI menyediakan solusi eKYC real-time yang menggabungkan passive liveness detection dengan analisis risiko perilaku.
Sistem ini telah tersertifikasi sesuai standar internasional ISO 30107 untuk Presentation Attack Detection, yang menjamin kemampuan sistem dalam mendeteksi dan mencegah serangan biometrik palsu.
Teknologi ini telah digunakan oleh jutaan pelanggan di seluruh China dan terbukti mampu meningkatkan keamanan, mempercepat proses onboarding, serta mengurangi kebutuhan verifikasi manual.
Dengan pendekatan yang minim friksi dan tetap akurat dalam mendeteksi ancaman canggih seperti deepfake dan masker silikon, China berhasil menciptakan pengalaman pelanggan yang aman, cepat, dan inklusif. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa integrasi teknologi biometrik yang tepat dapat memberikan dampak besar terhadap efisiensi operasional dan kepercayaan pelanggan.
Manfaat dan peluang transformasi
Penerapan teknologi ini memberikan banyak manfaat bagi operator dan pelanggan. Operator dapat mengurangi risiko penipuan, mempercepat proses registrasi, dan meningkatkan kepatuhan terhadap regulasi.
Sementara itu, pelanggan mendapatkan pengalaman yang lebih aman, cepat, dan nyaman saat berlangganan produk telekomunikasi. Dengan proses yang sepenuhnya digital dan minim interaksi, pelanggan dapat melakukan registrasi kapan saja dan di mana saja, tanpa harus datang ke gerai fisik.
Indonesia memiliki peluang besar untuk mempercepat transformasi digital di sektor telekomunikasi. Integrasi sistem biometrik dan pasif liveness detection bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan keamanan dalam ekosistem digital yang terus berkembang.
Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, operator, dan penyedia teknologi agar sistem yang dibangun tidak hanya aman, tetapi juga inklusif dan mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Ke depan, teknologi ini berpotensi menjadi standar baru dalam verifikasi identitas digital, tidak hanya di sektor telekomunikasi, tetapi juga di sektor keuangan, kesehatan, dan layanan publik lainnya.
Dengan dukungan regulasi yang kuat dan kesiapan infrastruktur digital, Indonesia dapat menjadi salah satu negara terdepan dalam penerapan teknologi biometrik dan pasif liveness detection untuk layanan pelanggan yang lebih aman dan efisien.
*) Dr Joko Rurianto adalah profesional di bidang telekomunikasi, aktif menulis jurnal pemasaran strategis dan literasi teknologi digital dalam praktik bisnis modern.
