Tanah Laut, Kalimantan Selatan (ANTARA) - Dari tanah sunyi yang mati, traktor dan ekskavator bekerja serempak, membangun pertanian modern, siap jadi lumbung padi di pelosok Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Puluhan alat berat ekskavator dikerahkan bekerja membentuk petak-petak sawah baru yang rapi. Deru mesin bercampur bau tanah basah, menandai semangat menghidupkan kembali lahan yang sebelumnya terlantar.
Tanggul setinggi sekitar dua meter dibangun mengelilingi area ini, menjadi benteng kokoh penahan air. Langkah itu untuk mencegah banjir merendam sawah dan merusak bibit padi.
Lahan luas yang sebelumnya hanyalah hamparan tanah hitam kini mulai dibentuk menjadi sawah baru. Sebuah traktor kecil juga merayap perlahan di tengah ladang.
Dua operator mengendalikan traktor, memastikan tanah yang gembur siap menjadi tempat tumbuhnya padi. Mereka tampak fokus, sesekali berkomunikasi di antara deru mesin.
Di pinggir lahan, seorang pria duduk santai di atas tumpukan pipa besar. Pandangannya tertuju pada traktor yang bekerja, seolah menimbang-nimbang hasil yang akan datang.
Tak jauh darinya, seorang petani berdiri sambil memperhatikan proses olah tanah. Lahan yang dulunya terendam banjir kini mulai berubah wajah menjadi area produktif.
Beberapa meter dari situ, suasana menjadi lebih hidup. Sekelompok orang berkumpul, pandangan mereka tertuju pada sebuah drone berukuran besar yang terbang rendah di atas lahan. Bentuknya kokoh, dengan tangki kecil di bawahnya, siap menebar benih padi.
Inilah teknologi baru yang sedang diperkenalkan: penanaman padi menggunakan drone. Cara modern ini diharapkan mempersingkat waktu tanam dan meningkatkan efisiensi kerja petani. Di kejauhan, traktor masih setia membajak tanah.
Program ini adalah bagian dari cetak sawah rakyat yang menjadi percontohan yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan bersama Kementerian Pertanian.
Di bawah pohon rindang dekat tenda upacara, beberapa pejabat berdiri bersama-sama. Salah satu dari mereka menunjuk ke arah lahan, menjelaskan kepada rombongan tentang proses yang sedang berlangsung.
Bupati dan para pejabat lain mengenakan pakaian lapangan lengkap dengan sepatu bot. Wajah mereka serius namun tampak bangga melihat lahan baru ini siap ditanami padi.
Tak jauh dari kerumunan, dua anak muda berdiri berdampingan di tanah kering yang retak. Mereka sedang memeriksa sebuah drone yang terparkir di tanah.
Salah satu dari mereka memegang remote kontrol, menunjukkan kepada rekannya cara mengoperasikan perangkat canggih ini. Wajah mereka memancarkan semangat generasi muda yang siap terjun ke dunia pertanian.
Drone itu tampak gagah, dengan baling-baling besar dan lampu indikator menyala. Tangkinya terisi penuh, siap menjalankan misi penanaman.
Angin dari baling-baling membuat debu tanah berputar di udara. Begitu lepas landas, drone melayang mulus, menandai awal proses tanam padi dari udara.
Dengan perlindungan tanggul dan teknologi modern, lahan ini diharapkan menjadi sentra baru produksi padi. Upaya ini menyatukan kerja keras manusia dan inovasi teknologi demi kemandirian pangan.
Lahan percontohan
Hamparan tanah hitam itu dulu hanya lahan sering tergenang air, dibiarkan tak tergarap karena dianggap terlalu berisiko. Kini, deru mesin dan langkah petani mulai mengubahnya menjadi pusat kegiatan baru.
Bupati Tanah Laut Rahmat Trianto menyatakan Desa Ujung menjadi saksi langkah awal cetak sawah rakyat di Kabupaten Tanah Laut. Dari target 4.200 hektare, sekitar 3.800 hektare sudah berkontrak untuk digarap.
Di titik ini, 359 hektare disiapkan secara khusus. Bukan dengan cara lama, melainkan dengan teknologi modern yang memangkas waktu dan tenaga.
Puluhan ekskavator dikerahkan, membentuk lahan menjadi petak-petak rapi. Drone pertanian ikut ambil peran. Perangkat ini menebar benih padi dengan cepat dan merata, memungkinkan proses tanam selesai dalam waktu singkat.
Kehadiran teknologi pertanian menandai pergeseran metode, dari kerja manual yang menguras tenaga menuju otomasi yang presisi.
Program ini tidak hanya berhenti di satu titik. Kabupaten Tanah Laut memiliki lahan baku sawah sekitar 27.100 hektare. Upaya sedang dilakukan agar seluruhnya bisa ditanam tiga kali setahun.
Irigasi baru, distribusi alat modern, dan dukungan logistik menjadi kunci agar siklus tanam IP300 atau tiga kali dalam setahun dapat dijalankan.
Kecamatan Bati-bati dipilih bukan tanpa alasan. Wilayah ini dulunya menjadi langganan banjir. Keberhasilan di sini akan membuktikan bahwa lahan bermasalah pun bisa diubah menjadi sentra produksi pangan dengan sentuhan teknologi modern.
Modelnya diharapkan menjadi acuan bagi daerah lain di Tanah Laut, bahkan luar kabupaten.
Baca juga: Lahan mangrove mati di Kaltim bisa dikelola untuk perikanan
