Banyumas (ANTARA) - Sejumlah budayawan, pelaku seni, dan pegiat lingkungan di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menyerukan aksi penyelamatan Gunung Slamet yang mengalami kerusakan akibat adanya alih fungsi dari hutan lindung menjadi lahan pertanian.
Seruan tersebut ditandai dengan aksi penanaman seratusan bibit pohon tahunan yang dimotori Yayasan Dhalang Nawan pada lahan di lereng selatan Gunung Slamet, Dusun Sirongge, Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Minggu.
"Ini memang bentuknya menanam pohon tapi tujuannya, niat kami adalah niat untuk konservasi, niat untuk menjaga kehidupan terutama di lereng Gunung Slamet," kata Ketua Yayasan Dhalang Nawan Bambang Barata Aji.
Oleh karena itu pihaknya bersama sejumlah budayawan, pelaku seni, dan pegiat lingkungan melalui kegiatan penanaman pohon tersebut menyerukan upaya penyelamatan Gunung Slamet yang saat sekarang mengalami kerusakan.
Baca juga: Pegiat wisata tawarkan kegiatan alam bebas di Gunung Slamet
Menurut dia, kerusakan tersebut antara lain akibat adanya pembukaan kawasan hutan untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB) yang akhirnya terhenti karena tidak menemukan sumber panas bumi di Gunung Slamet.
"Kemudian di sisi barat Gunung Slamet ada pembukaan hutan untuk lahan tanaman kentang. Dalam rangka itu teman-teman sedang mengampanyekan Gunung Slamet sebagai taman nasional," katanya.
Ia mengakui sebagian orang menganggap taman nasional tidak bisa menyelesaikan persoalan yang dihadapi Gunung Slamet, karena pengelolanya dapat bekerja sama dengan pemodal besar untuk pembukaan lahan, sehingga tetap akan terjadi kerusakan.
Terkait dengan kekhawatiran itu, dia mengatakan pihaknya akan tetap mengawal pelaksanaan taman nasional di Gunung Slamet agar berjalan sesuai dengan ketentuan.
"Kami itu orang yang lahir di lereng Gunung Slamet, sehingga harus bersyukur dan punya rasa tanggung jawab untuk kelestarian gunung yang telah memberikan berkah kehidupan yang luar biasa. Jadi, gerakan sebenarnya adalah seruan untuk konservasi," katanya.
Baca juga: Sandiaga Uno ingin Festival Gunung Slamet berstandar internasional
Bambang mengatakan salah satu bentuk konkret dari seruan tersebut berupa penanaman bibit pohon tahunan, seperti Nagasari dan Beringin, di Karangtengah yang merupakan salah satu desa paling ujung di lereng Gunung Slamet.
Salah seorang budayawan Banyumas, Titut Edi Purwanto mengatakan nenek moyang bangsa Indonesia memiliki kecerdasan yang tinggi untuk membaca peristiwa atau kejadian, yakni dengan mengatur tata mangsa (tata musim) , pola tanam diatur, hingga masa pemetikan.
"Bahkan itu sebuah kekuatan bahwa budaya yang ada adalah budaya agraris di mana kita harus punya kewajiban menurunkan kecerdasan ini kepada anak cucu untuk menjaga lingkungan dan menjaga alamnya agar kehidupan tetap stabil dan seimbang dalam konteks indahnya berbagi rasa, indahnya kebersamaan. Jadi kita punya kewajiban menjaga bumi pertiwi," katanya.
Menurut dia, disebut bumi pertiwi karena merupakan ibu yang setiap detik melahirkan untuk kehidupan penghuni buminya.
Oleh karena itu dia menyambut baik kegiatan penanaman bibit pohon tersebut karena gunung menjulang tinggi, hutan hijau di sana, samudera yang luas, sawah padi menguning, tapi masihkah di gunung yang indah dan hutan yang hijau itu ribuan mata air yang mengalir.
"Hari ini sebuah bentuk kemuliaan di mana saudara-saudaraku kumpul di sini, menanam pohon tahunan sebagai amal jariah walaupun si penanam sudah mati, kalau pohon itu masih hidup menjadi amal jariah yang tetap hidup si penanam itu sendiri karena memberikan keindahan, udara yang segar," katanya.
Baca juga: Badan Geologi perluas jarak bahaya Gunung Slamet di Jawa Tengah
Ketua Presidium Gunung Slamet Menuju Taman Nasional Andi Rustono mengatakan kerusakan Gunung Slamet dapat terdeteksi dengan menurunnya debit air yang dikeluarkan dari sumber-sumber mata air yang ada di gunung terbesar di Pulau Jawa itu.
Oleh karena itu, kata dia, kegiatan penanaman pohon yang diinisiasi Yayasan Dhalang Nawan bersama budayawan, pelaku seni, dan pegiat lingkungan tersebut harus diikuti agenda-agenda lain dengan berbagai isu yang sama.
"Tolonglah, kalau memang Gunung Slamet dianggap rusak, tolong jangan bertambah rusak. Kita tidak akan mengganggu kelanjutan pariwisata, tapi dalam konteks Gunung Slamet untuk menjadi taman nasional ini justru kita saling melindungi, saling memelihara," katanya.
Dalam hal ini, dia mengharapkan kawasan Gunung Slamet memang yang dijadikan sebagai area konservasi atau hutan lindung dapat dikembalikan fungsinya sebagai hutan lindung.