Depok (ANTARA) - Guru Besar Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKGUI), Prof. Krisnawati menyoroti implikasi biopsikososial dan perawatan ortodonti pada masa mendatang.
Dalam pidatonya pengukuhannya, Rabu Prof. Krisnawati menyebutkan bahwa hasil studi yang dilakukan di RSKGM FKGUI menggunakan Kuesioner Adaptasi Lintas Budaya kuesioner ACTA yang telah diolah melalui Principal Component Analysis (PCA) diperoleh 5 domain dan 34 pertanyaan yang valid dan reliabel.
Alat Ukur Kepuasan pasien diterapkan pada pada 137 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi terdiri atas 113 wanita dan 24 pria, Rentang usia 15 tahun – 43 tahun.
Hasilnya ditemukan sebanyak 87,59 persen responden merasa puas atas perawatan ortodonti yang dijalaninya di klinik Ortodonti RSKGM FKG UI Responden berusia < 19 tahun. memberi skor yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia dewasa. Pasien remaja akan mengenali dirinya berdasarkan apa yang dilihatnya dan dikenal sebagai self image.
Self image adalah faktor yang dapat mengembangkan rasa percaya diri atau self-esteem. Pasien dewasa pengetahuan, wawasan dan kehidupan sosialnya sudah lebih berkembang dibanding pasien remaja.
Oleh karenanya, pasien dewasa tidak mudah puas dan harapan akan hasil perawatan lebih tinggi dibanding pasien yang lebih muda karena hal tersebut berperan untuk menunjang kesuksesan dalam karier.
Responden dengan pendidikan >S1 dan S2 memberi skor kepuasan perawatan yang lebih tinggi terutama untuk domain komunikasi dokter-pasien.
Hal ini selaras dengan studi oleh Sirin yang menemukan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka terdapat motivasi yang kuat untuk memperbaiki penampilan antara lain melalui perbaikan susunan gigi secara ortodonti.
Ketua Program Studi Sp-1 Ortodonti FKG UI ini juga menekankan bahwa sebagian besar pasien yang mencari perawatan ortodonti adalah wanita dan mereka lebih memperhatikan penampilan sehingga tuntutan kepuasan dan keberhasilannya tinggi.
Studi oleh Feldmann tidak menemukan korelasi yang bermakna antara gender dan hasil perawatan. Meski pria dan wanita berkonsultasi untuk masalah kelainan gigi wajah, namun ekspektasinya berbeda.
Motivasi pria cenderung untuk meningkatkan jati diri dalam pergaulan sosial sedangkan wanita lebih cenderung untuk penampilan.
Menyikapi perubahan pola pikir dan persepsi masyarakat Indonesia belakangan ini, maka dirasakan perlu untuk melibatkan faktor psikososial dalam menangani kasus maloklusi bagi pasien ortodonti.
Riset transdisciplinary perlu dikembangkan dengan melibatkan para pakar dari berbagai keilmuan terkait.
Sasaran akhir pelayanan kesehatan gigi adalah memberikan kepuasan bagi pasien atas perawatan gigi yang diperoleh.
Masalah dentofacial akan memberi dampak kepuasan bagi seseorang karena menyangkut estetika, penampilan dan fungsi. Seseorang dapat merasa tidak puas dengan penampilan dirinya karena tidak puas dengan kondisi giginya.
Penelitian tentang kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan gigi telah ada semenjak tahun 1970-an yang mengukur lima aspek yaitu: 1. Kompetensi; 2. Faktor interpersonal; 3. Kenyamanan; 4. Biaya dan 5. Fasilitas.
Penelitian kepuasan pasien pasca perawatan ortodonti telah dilakukan di manca negara antara lain Belanda, Finlandia, Swedia, Brasil dan lain-lain. Kepuasan pasien terhadap perawatan Ortodonti berkisar 34 persen sampai 75 persen.
Sebagian besar pasien yang mencari perawatan ortodonti adalah wanita dan mereka lebih memperhatikan penampilan sehingga tuntutan kepuasan dan keberhasilannya tinggi.
Studi oleh Feldmann tidak menemukan korelasi yang bermakna antara gender dan hasil perawatan. Meski pria dan wanita berkonsultasi untuk masalah kelainan gigi wajah, namun ekspektasinya berbeda.
Guru besar UI soroti implikasi biopsikososial dan perawatan ortodonti
Rabu, 23 April 2025 18:05 WIB

Guru Besar Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKGUI), Prof. Krisnawati.ANTARA/HO-Humas UI