Bogor (Antaranews Megapolitan) - Miasis merupakan kejadian masuk dan tinggalnya larva lalat ke dalam jaringan hidup hewan dan manusia. Larva lalat miasis disebut juga belatung, sehingga penyakitnya sering disebut belatungan. Penyakit ini menyerang semua jenis hewan vertebrata berdarah panas termasuk manusia. Sampai saat ini kasus miasis masih menjadi kendala di dunia peternakan Indonesia. Agen utama lalat penyebab miasis terbagi menjadi tiga, yaitu lalat Cochliomya hominivorax, lalat Wohlfahrtia magnifica dan lalat Chrysomya bezziana.
Lalat Cochliomya hominivorax tersebar di benua Amerika. Lalat Wohlfahrtia magnifica tersebar di Eropa hingga China. Lalat Chrysomya bezziana tersebar di kawasan Afrika bagian tropis dan subtropis, subkontinen India, Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Papua New Guinea.
Lima peneliti yang terdiri atas Aulia Andi Mustika, Upik Kesumawati Hadi, Min Rahminiwati, Ietje Wientarsih dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) beserta April Hari Wardhana dari Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor meneliti semua bagian tanaman bengkuang yang berpotensi sebagai insektisida nabati terhadap larva lalat C. Bezziana.
Pengendalian miasis di lapangan umumnya menggunakan antibiotik dan insektisida sintetik yang dapat menimbulkan dampak negatif seperti berkembangnya ras lalat baru yang resisten, terbunuhnya musuh alami hama, residu pada daging dan susu. Perlu adanya solusi yang tepat untuk penanganan kasus miasis. Salah satunya pengembangan tanaman obat atau herbal. Tanamanan herbal yang berpotensi sebagai insektisida nabati adalah tanaman bengkuang.
Bengkuang berpotensi sebagai bioinsektisida. Ekstrak etanol biji, batang, dan daun bengkuang mengandung senyawa bioaktif rotenon yang bermanfaat sebagai insektisida nabati. Penelitian yang berlangsung selama kurang lebih satu tahun ini bertujuan mengetahui efektivitas tanama bengkuang sebagai insektisida nabati terhadap larva lalat (C. bezziana) secara in vitro dan in vivo langsung pada hewan percobaan (Ujar Aulia)
Dari hasil uji in vitro menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji bengkuang memiliki efikasi yang paling bagus dalam membunuh larva lalat C. Bezziana stadium instar 1 dan 2, serta mampu menyebabkan pupa pada larva stadium 3 tidak menetas. Selanjutnya ekstrak tersebut dibuat sediaan krim untuk diuji cobakan langsung pada hewan percobaan domba. Hasil ujinya menunjukkan bahwa krim yang mengandung ekstrak biji bengkuang mampu membunuh larva pada semua stadium dengan cepat, serta mempercepat persembuhan luka.
Zat aktif rotenon yang terkandung didalam biji bengkoang diduga sebagai zat yang berperan besar sebagai insektisida. Mekanisme kerja nya adalah dengan menghambat pembentukan energi pada mitokondria, sehingga larva kehabisan energi lama kelamaan lemah dan akhirnya larva tersebut mengalami kematian.
Atas temuannya Aulia kemudian membimbing mahasiswa FKH IPB untuk mencoba menyebarluaskan produk tersebut kepada kalangan peternak di seluruh Indonesia melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Produk tersebut selanjutnya diberi nama Creamy. Produk ini ternyata mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Produk creamy saat ini juga sudah menyebarluas ke seluruh Indonesia, hanya penyebarannya masih terbatas karena akan didaftarkan ke Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) sebagai obat hewan alami, dan sedang dalam proses untuk dipatenkan.
“Temuan ini diharapkan dapat menjadi solusi mahalnya obat miasis yang tersedia di pasaran, serta bahaya residu dan resistensi dari produk tersebut,” ungkapnya. (IRM/ris)
Peneliti IPB manfaatkan biji bengkuang sebagai insektisida alami belatung penyebab miasis
Selasa, 20 Maret 2018 18:16 WIB
Temuan ini diharapkan dapat menjadi solusi mahalnya obat miasis yang tersedia di pasaran, serta bahaya residu dan resistensi dari produk tersebut