Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Vietnam menaruh kepercayaan bahwa bambu bisa melentur, tapi tidak pernah patah.
Filosofi ini menggambarkan ketangguhan masyarakat Vietnam termasuk dalam menghadapi tantangan ekonomi dan ketidakpastian global dalam beberapa waktu terakhir.
Hasilnya, negeri seribu pagoda itu mampu mencatatkan kinerja yang mengesankan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 7,09 persen, mencapai nilai 476,3 miliar dolar AS.
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan 5,05 persen pada tahun 2023. Peningkatan ini didorong oleh ekspor yang kuat dan arus masuk investasi asing yang signifikan.
Berkaca dari Vietnam, sejatinya ada begitu banyak pelajaran yang dapat dipetik oleh Indonesia.
Apalagi, Indonesia dan Vietnam memiliki perjalanan ekonomi yang menarik untuk dibandingkan. Dua negara ini, sama-sama lahir dari perjuangan panjang melawan kolonialisme, bahkan kini berada dalam persaingan untuk menjadi kekuatan ekonomi utama di Asia Tenggara.
Namun, ada sesuatu yang bisa dipelajari Indonesia dari Vietnam, yakni keberanian dan ketekunan dalam membangun ekonomi yang tangguh di tengah kondisi geopolitik yang penuh ketidakpastian.
Vietnam adalah contoh negara yang berhasil menarik investasi asing langsung (FDI) dengan strategi yang terukur dan disiplin kebijakan yang kuat.
Selama dua dekade terakhir, negara ini berhasil mentransformasikan diri dari ekonomi agraris menjadi pusat manufaktur dan teknologi.
Indonesia, dengan segala potensinya, memiliki peluang untuk mengikuti jejak Vietnam, bahkan melampauinya, jika mampu mengelola dinamika domestik dan global dengan lebih efektif.
Salah satu keberhasilan Vietnam terletak pada konsistensi kebijakan industrinya. Pemerintah Vietnam tidak ragu memberikan insentif kepada perusahaan multinasional yang ingin menjadikan Vietnam sebagai basis produksi.
Langkah ini menciptakan rantai pasok yang kompetitif dan terintegrasi dengan ekonomi global.
Sementara itu, di Indonesia, regulasi yang sering berubah dan birokrasi yang masih kompleks sering menjadi kendala bagi investor. Kejelasan dan kepastian hukum adalah faktor yang harus dibenahi jika Indonesia ingin bersaing dalam menarik investasi berkualitas.
Selain itu, Vietnam memiliki strategi yang agresif dalam membuka diri terhadap perdagangan global.
Dengan cepat, negara ini menandatangani berbagai perjanjian perdagangan bebas, termasuk Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa-Vietnam (EVFTA), yang memberikan akses lebih luas ke pasar Eropa.
Langkah ini membawa keuntungan besar bagi industri manufaktur dan ekspor Vietnam. Sementara itu, Indonesia masih tertinggal dalam hal diplomasi ekonomi yang progresif.
Namun, ada satu hal lain yang tak kalah penting, Vietnam memiliki tenaga kerja yang lebih kompetitif dibandingkan Indonesia.
Meskipun jumlah penduduk Indonesia jauh lebih besar, kualitas tenaga kerja di Vietnam dianggap lebih disiplin dan produktif, terutama di sektor manufaktur.
Ini adalah hasil dari kebijakan pendidikan dan pelatihan vokasi yang diarahkan untuk mendukung kebutuhan industri.
Indonesia harus lebih serius dalam memperbaiki kualitas tenaga kerja, bukan hanya melalui pendidikan formal tetapi juga melalui pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan industri masa depan.
Di sisi lain, Indonesia yang baru bergabung dalam BRICS juga sudah saatnya untuk mengambil manfaat di antaranya dengan mengoptimalkan akses pasar ke negara-negara anggota BRICS mencakup Brazil, India, China, Rusia, dan Afrika Selatan.
Keanggotaan ini tidak meniadakan juga untuk Indonesia bergabung dengan pasar lainnya demi menjading manfaat ekonomi langsung seperti di ASEAN, G8, dan asosiasi regionalisme lainnya.
*) Penulis adalah Dosen UCIC, Cirebon.