Soto Pak Djaja salah satu tempat kuliner yang menjajakan soto khas Bogor cukup dikenal di kalangan warga Kota Bogor ini telah ada sejak 1945.
Dulu pada tahun 1945 Pak Djaja memulai usaha sotonya dengan cara dipikul sambil jalan kaki keliling Kota Bogor.
"Bapak saya mulai jualan dari wilayah Semeru, Mawar Pasar Anyar kadang sampai jauh ke Balai Kota," kata Andi anak sulung Pak Djaja, saat ditemui, Rabu.
Dengan mengutamakan rasa soto yang asli, menggunakan bumbu-bumbu racikan sendiri, Pak Djaja terus berjualan hingga akhirnya menggunakan gerobak dan mangkal di Pasar Anyar.
Waktu terus berjalan, cita rasa soto Pak Djaja yang gurih dan nikmat terus diminati hingga ia memilih untuk menyewa sebuah tempat di Jalan Mawar.
Tempat yang cukup kuno tapi antik, di sana Pak Djaja memulai berjualan tanpa perlu berkeliling lagi.
"Awalnya cuma satu cabang, sekarang sudah ada dua cabang," kata Andi.
Soto Pak Djaja, menyuguhkan cita rasa soto Bogor dengan dua ragam yakni bening dan santan.
Selain rasa kuahnya yang enak dan gurih, cara penyajian serta tempat jualan soto ini terbilang menarik.
Soto Pak Djaja dihitung berdasarkan potongan daging yang dijual. Satu potong daging itu dijual Rp4.000.
Daging-daging yang dimaksud adalah kikil, lidah, tulang rawan dan beberapa daging.
Sebelum menikmati soto, pelanggan harus memilih dulu daging yang akan dimakan bersama kuah soto.
Pemilik soto meletakkan potongan daging seukuran empat ruas telapak tangan didalam wadah yang ditaruh di atas meja koki.
Sejumlah bilah bambu seperti sumpit dengan ujung runcing ditaruh didalamnya sebagai alat untuk memilih daging-daging yang kita mau.
Banyaknya pembeli sehingga konsumen harus bersabar saat si koki atau pemilik soto meracik soto untuk pelanggan yang sudah lebih dulu datang.
Saat memesan pun jangan lupa memilih apakah ingin soto asli tanpa penyedap rasa atau ditambah penyedap rasa dan meminta kuah bening atau santan.
Sambil menunggu pesanan, pembeli bisa melihat pemilik soto memotong-motong daging pesanan dan meraciknya dalam piring untuk disiram kuah soto hingga tersaji di meja.
Meja hidangan tidak seperti di restoran mewah. Hanya ada meja dan kursi tunggal memanjang yang diletakan di pinggiran dinding.
Kebanyakan mereka yang membeli merupakan pelanggan tetap Soto Pak Djaja mulai dari masyarakat awam, dengan menggunakan motor hingga mobil mewah.
Soto Pak Djaja cabang mawar pada hari biasa buka setiap pagi mulai dari jam 06.00 sampai 11.00 WIB.
Sedangkan cabang Menteng buka dari jam 16.00 hingga 20.00 WIB. Uniknya ke dua cabang soto Pak Djaja memiliki hari satu hari libur dalam sepekan.
Kalau yang di Mawar libur setiap hari Jumat sedangkan di Jalan Menteng libur setiap Kamis (malam Jumat).
"Ini tradisi untuk menghormati hari Jumat. Karena Jumat itu pendek waktunya, sedangkan malam jumat adalah malam sunnah," kata Andi tertawa.
Komitmen mempertahankan rasa dan tradisi membuat Soto Pak Djaja cukup dikenal di kalangan warga Bogor khususnya di wilayah Bogor Barat.
Ini terlihat dari banyaknya pembeli yang datang. Sekaligus tempat jualannya yang tersembunyi atau tidak dipinggir jalan besar.
Seperti yang di cabang Menteng yang dikelola oleh Andi, posisinya ada di teras depan rumah warga yang berada di belakang kios pulsa.
Bila melintasi Jalan Semeru, warung soto itu tidak akan terlihat, karena berada di dalam gang. Tapi, hampir setiap malam kecuali malam Jumat, sejumlah mobil dan sepeda motor terlihat parkir di sekitar jalan itu.
Pada hari biasa, rata-rata Soto Pak Djaja cabang Menteng menjual hingga 400 potong daging. Bila dikalikan Rp4.000 perpotong, sehari soto Pak Djaja melayani transaksi penjualan Rp1,6 juta.
Selain soto, juga ada nasi sebagai pelengkap hidangan yang seporsi dijual Rp2.000. Ada juga kerupuk emping dan jengkol yang dijual Rp2.000 per bungkus.
Keunikan Soto Pak Djaja terletak pada harga yang ditentukan oleh konsumen. Tergantung dari berapa banyak potongan daging yang diambil, maka dapat diketahui berapa harga yang harus dibayar per mangkuknya.
"Alhamdulillah selalu habis," kata Andi.
Andi mengatakan, sejak 1945 bapaknya (Pak Djaja) mempertahankan rasa dan bumbu sotonya tidak berubah.
Hingga kini untuk urusan menyiapkan kuah soto dan daging ditangani oleh Pak Djaja tujuannya untuk menjaga rasa tidak berubah.
Selain itu, Pak Djaja juga mengutamakan komitmen waktu. Jika sudah waktunya tutup meski kuah soto masih tersisa ia tetap tutup dan kuah sisa akan dibuang karena tidak tahan lama.
"Kalau sudah jam 21.00 habis tidak habis harus tutup. Yang bersisa biasanya kuah. Kalau ada yang minta kita kasih. Kalau tidak ya dibuang, untuk besok dibuat yang baru lagi," kata Andi.
Selama Ramadhan selain menambah jumlah potongan daging. Jam buka soto juga berubah yakni dari jam 16.00 hingga 18.30 WIB.
Menurut Andi selama Ramadhan ia bisa menjual lebih dari 400 potong daging per harinya.
Jefri warga Tanah Sareal, salah satu pelanggan Soto Pak Djaja mengaku rasa soto Bogor milik Pak Djaja sangat enak dilidahnya.
Ia menceritakan awal mengetahui soto Pak Djaja dari rasa heran ada yang berjualan di dalam gang tidak dipinggir jalan tapi ramai pembeli.
"Karena penasaran saya mencobanya. Dan ternyata pantas saja orang banyak beli karena rasanya benar-benar enak dan gurih," katanya.
Sejak saat itu, Jefri menjadi ketagihan dan setiap waktu menyempatkan diri singgah bersama anak istrinya.
"Selain enak dan murah, tempatnya bersih dan tidak terbuka seperti dipinggir jalan," katanya.
Laily R
Soto Bogor Pak Djaja Ada Sejak 1945
Kamis, 2 Agustus 2012 11:52 WIB
soto-bogor-pak-djaja-ada-sejak-1945-