Jakarta, (Antara Megapolitan) - Dua Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Global Atmosphere Watch (GAW) milik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan beroperasi pada 2016.
"Dua Stasiun GAW itu nantinya akan mengukur konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dengan kualitas data sangat baik, seperti yang sudah dilakukan Stasiun GAW milik BMKG lainnya yakni Stasiun GAW Bukit Koto Tabang (mewakili Indonesia bagian barat)," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya dalam acara Internasional Workshop of GAW Activity 2015 di Jakarta, Selasa.
Dua stasiun tersebut yakni Stasiun GAW Bariri-Palu (mewakili Indonesia bagian tengah) dan Stasiun GAW Sorong-Papua (mewakili Indonesia bagian Timur) yang dibangun pada 2011 dan 2012.
Andi menjelaskan selain tiga Stasiun GAW, BMKG juga telah melakukan pengamatan gas rumah kaca regional di 14 (empat belas) lokasi di Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG di daerah.
"Karenanya dengan tiga stasiun GAW dan 14 jaringan pemantauan gas rumah kaca, BMKG akan dapat memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan akurat kepada pemerintah dan juga dapat memenuhi komitmen internasional untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim," kata Andi dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, tambah Andi, sistem pemantauan gas rumah kaca yang dilakukan BMKG pada akhirnya nanti diharapkan mendukung dan menjadi salah satu nilai tambah untuk proposal posisi Indonesia pada niat tindakan masing-masing negara atau Intended Nationally Determined Contributions (INDCs) pada Konferensi Perubahan Iklim (UNFCCC).
Ia menjelaskan, terkait implikasi laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan bahwa sejak awal industrialisasi sampai sekarang ini, ada indikasi kenaikan suhu global permukaaan bumi sekitar 2 oC, yang diduga disebabkan oleh kenaikan gas rumah kaca.
Untuk itu katanya perlu dijaga agar kenaikan gas rumah kaca atau CO2 ke depannya tidak lebih dari 450 ppm, sesuai kebijakan bersama dalam mitigasi perubahan iklim.
Ia mengatakan guna mengetahui tingkat konsentrasi gas rumah kaca tersebut, World Meteorological Organization(WMO) sebagai Badan Organisasi Meteorologi Dunia melakukan pemantauan dengan membangun Stasiun Pemantau Atmosfer Global (Global Atmosphere Watch-GAW) yang sampai saat ini jumlahnya ada sekitar 30 (tigapuluh) stasiun dan tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
"Di Indonesia sendiri, dalam hal ini BMKG, telah memiliki 3 (tiga) Stasiun Pemantau Atmosfer Global atau Stasiun GAW," kata Andi.
Ketiga Stasiun GAW itu, adalah Stasiun GAW di Bukit Koto Tabang (mewakili Indonesia bagian barat), Stasiun GAW Bariri-Palu (mewakili Indonesia bagian tengah) dan Stasiun GAW Sorong-Papua (mewakili Indonesia bagian Timur).
Menurut Andi, pembangunan dan operasional stasiun GAW Bukit Kototabang dimulai tahun 1995 dan sejak tahun 2004 telah mengukur konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dengan kualitas data yang sangat baik. "Pembangunan stasiun GAW Bukit Koto Tabang bekerja sama dengan World Meteorological Organization (WMO)," kata Eka.
Sementara dua stasiun GAW lainnya yakni Stasiun GAW Bariri-Palu (mewakili Indonesia bagian tengah) dan stasiun GAW Sorong-Papua (mewakili Indonesia bagian Timur) dibangun tahun 2011 dan 2012 atas inisiatif murni BMKG.
"Untuk dua stasiun GAW tersebut diharapkan beroperasi penuh pada tahun 2016 untuk memberikan serangkaian data konsentrasi gas rumah kaca," kata Andi.
Saat ini, menurut Andi, stasiun GAW telah berkembang menjadi pusat penelitian yang unggul untuk pemantauan dan penelitian atmosfer yang melibatkan partisipasi aktif segala pihak.
Diantaranya pemerintah provinsi setempat, universitas, instansi pemerintah lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Riset dan Teknologi, BAPENAS, BPPT serta LAPAN.
"Data dan informasi yang diperoleh dari Stasiun GAW Bukit Koto Tabang, sangat bermanfaat untuk referensi dalam mitigasi perubahan iklim dan negosiasi praktis perubahan iklim," katanya.
Untuk mendukung Rencana Aksi Nasional dalam Mitigasi (RAN GRK) dan Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), papar Andi, pemerintah Indonesia memiliki komitmen pengurangan gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan upaya sendiri, atau 41 persen dengan dukungan sampai pada tahun 2020.
Sejalan dengan itu, maka BMKG akan mengoperasikan penuh dua Stasiun GAW yang dibangun 2011 dan 2012 lalu yakni Stasiun GAW Bariri-Palu (mewakili Indonesia bagian tengah) dan Stasiun GAW Sorong-Papua (mewakili Indonesia bagian Timur) pada 2016 mendatang.
Ini berarti sejak itulah, kedua Stasiun GAW tersebut sudah akan mengukur konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti yang dilakukan Stasiun GAW Bukit Koto Tabang (mewakili Indonesia bagian barat).
Eka menjelaskan maksud dan tujuan Internasional Workshop of GAW Activity kali ini adalah untuk Penguatan Pelayanan Publik di bidang Pemantauan dan Pengumpulan Data gas rumah kaca.
Hasil pengukuran gas rumah kaca di Stasiun GAW Bukit Koto Tabang selama 12 (dua belas) tahun terakhir sejak tahun 2004, katanya, menunjukkan adanya tren kenaikan konsentrasi CO2 secara linier yaitu sekitar 0,174 ppm per bulan dari sekitar 372 ppm pada tahun 2004 menjadi 397 ppm, namun laju kenaikan ini tidak setinggi konsentrasi CO2 hasil pengukuran di Stasiun GAW Mauna Loa (USA) maupun Global.
"Ini masih di bawah kesepakatan nilai ambang batas sebesar 450 ppm. Tetapi kita harus mengantisipasi naiknya nilai ambang batas gas rumah kaca di Indonesia," katanya.
Dua Stasiun Pemantau Atmosfer BMKG Beroperasi 2016
Selasa, 18 Agustus 2015 12:33 WIB
Dua Stasiun GAW itu nantinya akan mengukur konsentrasi gas rumah kaca (GRK) dengan kualitas data sangat baik.