Wakil Ketua Komisi II DPR RI Cholil Qoumas mengatakan perlu melakukan sejumlah antisipasi terhadap proses seleksi calon Aparatur Sipil Negara yang intoleran dan terpapar paham radikal.
"Kita minta pemerintah perketat pada masa penyeleksiannya. Jangan sampai kecolongan tersusupi CPNS yang intoleran dan berpaham radikal, atau malah sudah terafiliasi dengan organisasi radikal," kata Gus Yaqut biasa disapa ini melalui keterangan tertulis di Depok, Jawa Barat, Senin.
Baca juga: Radikalisasi Di Era 4.0
Menurut dia, ajang penerimaan ASN 2020 diminati banyak masyarakat. Bahkan, peminatnya selalu membludak dengan kuota yang sangat terbatas. Adanya oknum ASN yang terpapar paham radikal patut menjadi perhatian.
Ia mengatakan dengan ditemukan banyaknya kasus dugaan ASN yang terpapar paham radikal belakangan ini perlu langkah preventif. Bahkan, lanjutnya, perlunya regulasi dari Pemerintah yang mengatur masalah tersebut.
"Kalau perlu dilakukan screening terhadap CPNS yang sudah lolos tes tahap pertama sebelum mengikuti tes selanjutnya. Sebab, tidak cukup hanya dengan menandatangani pernyataan mengakui Pancasila dan NKRI saja. Sudah banyak contoh, PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) terpapar radikalisme," kata Ketua DPP PKB ini.
Baca juga: Radikalisasi Dan Sikap Intoleran Di Lembaga Pendidikan Harus Dicegah
Menurutnya, mayoritas PNS masih memilih Pancasila dan NKRI, namun ini potensi yang tidak bisa dianggap sepele. Ia menilai, potensi radikalisme dan toleransi ini terjadi pada aparatur negara.
Ini berbahaya. Sebab itu, harus ada antisipasi, sistem seleksi yang jelas. Belum lagi bicara kalangan yang terpapar lewat kajian-kajian keagamaan di lingkungannya bekerja.
Baca juga: Trend radikalisme dan intoleransi di Indonesia cenderung meningkat
Sebagaimana diketahui Survei Alvara menyebutkan hasil sebanyak 19,4 persen PNS lebih memilih ideologi lain, yakni Islam dibandingkan dengan Pancasila dan sebanyak 22,2 persen setuju dengan konsep khilafah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
"Kita minta pemerintah perketat pada masa penyeleksiannya. Jangan sampai kecolongan tersusupi CPNS yang intoleran dan berpaham radikal, atau malah sudah terafiliasi dengan organisasi radikal," kata Gus Yaqut biasa disapa ini melalui keterangan tertulis di Depok, Jawa Barat, Senin.
Baca juga: Radikalisasi Di Era 4.0
Menurut dia, ajang penerimaan ASN 2020 diminati banyak masyarakat. Bahkan, peminatnya selalu membludak dengan kuota yang sangat terbatas. Adanya oknum ASN yang terpapar paham radikal patut menjadi perhatian.
Ia mengatakan dengan ditemukan banyaknya kasus dugaan ASN yang terpapar paham radikal belakangan ini perlu langkah preventif. Bahkan, lanjutnya, perlunya regulasi dari Pemerintah yang mengatur masalah tersebut.
"Kalau perlu dilakukan screening terhadap CPNS yang sudah lolos tes tahap pertama sebelum mengikuti tes selanjutnya. Sebab, tidak cukup hanya dengan menandatangani pernyataan mengakui Pancasila dan NKRI saja. Sudah banyak contoh, PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) terpapar radikalisme," kata Ketua DPP PKB ini.
Baca juga: Radikalisasi Dan Sikap Intoleran Di Lembaga Pendidikan Harus Dicegah
Menurutnya, mayoritas PNS masih memilih Pancasila dan NKRI, namun ini potensi yang tidak bisa dianggap sepele. Ia menilai, potensi radikalisme dan toleransi ini terjadi pada aparatur negara.
Ini berbahaya. Sebab itu, harus ada antisipasi, sistem seleksi yang jelas. Belum lagi bicara kalangan yang terpapar lewat kajian-kajian keagamaan di lingkungannya bekerja.
Baca juga: Trend radikalisme dan intoleransi di Indonesia cenderung meningkat
Sebagaimana diketahui Survei Alvara menyebutkan hasil sebanyak 19,4 persen PNS lebih memilih ideologi lain, yakni Islam dibandingkan dengan Pancasila dan sebanyak 22,2 persen setuju dengan konsep khilafah.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020