Bogor (Antara) - Badan Informasi Geospasial (BIG) menargetkan satu peta (one map) lahan gambut dapat rampung pada 2014, dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan lahan tersebut secara berkelanjutan.

"Kita targetkan 2014 satu peta lahan gambut ini dapat rampung," kata Kepala BIG Asep Karsidi dalam acara "workshop" informasi Geospasial Tematik Lahan Gambut Tropis untuk Pertanian di IPB Convention Center, Kota Bogor, Kamis.

Asep menjelaskan, satu peta lahan gambut tersebut merupakan peta dasar dengan skala 1:50.000.

Peta dasar tersebut ditargetkan untuk wilayah yang memiliki lahan gambut luas seperti Jambi, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Papua Barat.

Menurutnya pembuatan peta tersebut sebagai salah satu upaya BIG dalam mengakomodasi kepentingan "stakeholders" terkait ketersediaan informasi geospasial.

"Kami terus berupaya, dan berkonsetrasi penuh untuk menyelesaikan peta 1:50.000 pada 2014 mendatang," katanya.

Untuk peta 1:250.000, ujar Asep, pihaknya sudah menyediakan untuk semua provinsi.

Dikatakannya, pembuatan peta dengan skala lebih rinci tersebut dilakukan untuk menjawab tantangan pemantauan gambut yang berada di dalam tanah atau pun hutan lebat yang sulit dijangkau tanpa pemetaan rinci.

"Pada peta 1:250.000 telah diketahui luasannya. Dengan adanya peta 1:50.000 akan lebih terperinci," ujarnya.

Workshop yang diselenggarakan oleh BIG bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian (Balitbangtan) dan Food and Agriculture Organization United Nations (FAO-UN) dilatarbelakangi kenyataan Indonesia yang memiliki lahan gambut seluas 20 juta hektare.

Luasnya lahan gambut tersebut menempatkan Indonesia pada urutan keempat di Dunia setelah Kanada (170 juta ha), Rusia (150 juta ha) dan Amerika Serikat (40 juta ha).

Namun demikian, data luas lahan gambut tropis ini dilaporkan bervariasi antara 13,5-26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha).

Lahan gambut di Indonesia tersebar di Sumatera, Kalimatan, dan Papua. Sebagian besar dari lahan gambut di Indonesia telah digunakan untuk berbagai penggunaan, termasuk untuk pertanian yang merupakan kunci stabilisasi ketahanan pangan Indonesia.

Terkait perubahan iklim global, lahan gambut dipercaya memiliki kontribusi signifikan dalam emisi gas rumah kaca.

Sebagaimana disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada pidatonya di hadapan para pemimpin G20 pada 2009 di Pittsburgh, AS, pemerintah Indonesia berkomitmen akan menurunkan emisi karbon sebanyak 26 persen hingga tahun 2020 dari tingkat "business as usual" yang diusahakan selama ini.

Dikatakannya, pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan pada sektor pertanian yang dilakukan oleh kementerian atau lembaga terkait mempunyai peran penting dalam mengurangi emisi karbon.

"Dengan kebijakan satu peta diharapkan semua kementerian atau lembaga dapat menggunakan satu peta yang sama, sehingga kelak hanya ada satu peta lahan gambut yang disetujui dan digunakan bersama," kata Asep.

Sementara itu, Kepala Badan Litbang Pertanian Kementan, Dr Haryono mendukung upaya BIG dalam menyelesiakan satu peta lahan gambut tersebut.

Menurutnya, hadirnya peta tersebut dapat mengelola lahan gambut dengan perlakuan dan teknologi yang tepat sehingga mendorong peningkatan produktivitas pangan di Indonesia.

"Kita sudah memiliki teknologinya, tinggal kita menerapkannya sehingga pengelolaan lahan gambut lebih baik lagi," katanya.

Ia menambahkan, saat ini sekitar 1,5 hingga 1,7 juta hektare lahan gambut di Indonesia telah digunakan untuk pertanian dengan hasil yang cukup baik.

Kebijakan satu peta lahan gabung sangat besar pengaruhnya untuk mendukung pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan.

Pewarta: Oleh Laily Rahmawati

Editor : Teguh Handoko


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013