Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia Power di Jakarta, Senin malam. Penggeledahan itu terkait dengan penyidikan kasus suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Saya baru mendapat informasi dari penyidik, tim juga sudah berada di PJB Indonesia Power di Jalan Gatot Subroto untuk lakukan penggeledahan terkait dugaan suap PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka masing-masing Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"Tadi penggeledahan dilakukan di ruang Dirut dan direksi PJB Indonesia Power. Menurut informasi yang disampaikan ke tim, Dirut sedang dalam perjalanan ke kantor PJB Indonesia Power," katanya.
Dia mengatakan penyidik telah menunggu di lokasi sembari tetap melakukan proses penyisiran bukti-bukti terkait perkara tersebut.
Baca: KPK geledah ruangan Eni Saragih
PJB Indonesia Power merupakan anak perusahaan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Selain kantor PJB Indonesia Power, KPK pada Senin juga menggeledah dua lokasi lainnya terkait kasus itu, yakni ruang kerja tersangka Eni di gedung DPR RI Jakarta dan kantor pusat PLN Jakarta.
Penggeledahan dua lokasi tersebut juga masih berlangsung sampai saat ini.
Sebelumnya, dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yakni uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7) malam mengatakan diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Saya baru mendapat informasi dari penyidik, tim juga sudah berada di PJB Indonesia Power di Jalan Gatot Subroto untuk lakukan penggeledahan terkait dugaan suap PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka masing-masing Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).
"Tadi penggeledahan dilakukan di ruang Dirut dan direksi PJB Indonesia Power. Menurut informasi yang disampaikan ke tim, Dirut sedang dalam perjalanan ke kantor PJB Indonesia Power," katanya.
Dia mengatakan penyidik telah menunggu di lokasi sembari tetap melakukan proses penyisiran bukti-bukti terkait perkara tersebut.
Baca: KPK geledah ruangan Eni Saragih
PJB Indonesia Power merupakan anak perusahaan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Selain kantor PJB Indonesia Power, KPK pada Senin juga menggeledah dua lokasi lainnya terkait kasus itu, yakni ruang kerja tersangka Eni di gedung DPR RI Jakarta dan kantor pusat PLN Jakarta.
Penggeledahan dua lokasi tersebut juga masih berlangsung sampai saat ini.
Sebelumnya, dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yakni uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta.
Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7) malam mengatakan diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, 8 Juni 2018 Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018